Latihan Menderita
Lalu, bagaimana menjadi seorang yang luar biasa tabah seperti itu, menjadi orang yang tetap sanggup bersyukur kendati kemalangan menimpa?
Kaum stoik dianjurkan agar melatih diri ke dalam keadaan menderita itu. Kalau kini kita kaya, misalnya, sesekali berpura-puralah menjadi orang miskin atau menjadi gelandangan yang mesti bertahan hidup tanpa uang di jalanan untuk beberapa hari.
Dengan latihan itu, diharapkan kita tidak terkejut ketika ia sungguh-sungguh ditimpa kemalangan, apa pun bentuknya. Dengan latihan menderita itu, maka secara mental ia menjadi lebih siap beradaptasi dan menerima keadaan sesulit apa pun.
Mengalir Bersama Perubahan
Kaum stoik memahami perputaran hidup. Mereka mengetahui dan menyadari bahwa yang kekal hanyalah perubahan.
Kalau sekarang kita menjadi pejabat tinggi, suatu saat kita akan menjadi rakyat biasa. Kalau sekarang kita kaya raya, bukan tidak mungkin kita akan mendadak menjadi orang miskin karena sesuatu terjadi pada kekayaan kita.
Oleh karena itu, penganut stoik selalu bersiap menghadapi perubahan yang akan terjadi pada suatu hari, perubahan yang mungkin tidak disangka-sangka. Yang terpenting adalah kesiapan mental menghadapi perubahan.
Itulah sebabnya, bagi mereka yang saat ini kaya raya, menjadi pejabat tinggi, cantik dan tampan, janganlah hendaknya takabur atau sombong. Mengapa?
Karena semua itu sifatnya sementara. Perubahan pasti terjadi, cepat atau lambat. Tak ada yang abadi di dunia ini, bukan? Seperti ditulis Herakleitos, bahwa tak satu manusia pun pernah melangkah dua kali di sungai yang sama. Karena sungai itu telah berubah, begitu juga manusianya.