Saya pun menulis dari awal sampai akhir. Setelah itu, saya akan beristirahat sejenak, mengambil jeda. Saya akan beranjak dari kursi dan mengerjakan pekerjaan lain atau melakukan aktivitas yang tidak ada hubungannya dengan menulis.
Selang beberapa waktu lamanya, bisa satu jam, dua jam, bahkan sampai satu hari, barulah saya kembali mendekati laptop. Kali ini saya fokus mengedit tulisan. Orang menyebutnya dengan istilah swasunting.
Saya melakukan pengeditan terhadap beberapa aspek dari draft artikel tersebut. Mengedit kesalahan ketik, kesalahan ejaan dan tata bahasa, kesalahan paragraf, kesalahan penalaran, dan memastikan keakuratan sumber data atau informasi.
Terkadang saya merasa perlu untuk menyelipkan ungkapan dari para tokoh terkenal sepanjang relevan dengan materi tulisan. Maksud saya adalah untuk menguatkan tulisan.
Proses penyuntingan itu berlangsung berulang-ulang sampai saya merasa benar-benar yakin bahwa artikel tersebut sudah bersih dari kesalahan. Sebuah artikel bisa saya edit hingga 3-5 kali sebelum saya tayangkan atau kirim ke redaksi.
Kendatipun sudah melakukan pengeditan berulang-ulang, terkadang tetap saja ada kesalahan. Hal ini ketahuan setelah artikel ditayangkan atau dimuat.
Syukur-syukur sebelum dimuat sudah dibantu diedit oleh redaksi media. Kalau di koran, biasanya akan diedit tanpa menghilangkan substansinya. Tapi, kalau di media online, bisa diedit oleh admin, bisa pula dibiarkan apa adanya.
Saya selalu berusaha agar tingkat kesalahan yang terjadi sekecil mungkin. Jadi, saya berupaya menyunting dengan sebaik-baiknya.
Itulah pertanyaan 5W dan 1H dalam menulis versi saya. Mungkin para sahabat punya jawaban yang berbeda. Silakan saja.
Yang penting, masing-masing dari kita sudah memiliki jawaban atas keenam pertanyaan itu. Dan, jawaban atas pertanyaan itu akan menggambarkan apakah kita menulis dengan visi yang kuat dan dengan kegairahan penuh atau tidak.
(I Ketut Suweca, 10 April 2022).