Belum lagi terdapat ratusan sekolah SD, SMP, SMA, dan sederajat di wilayah Bali Utara ini yang bisa menjadi pangsa pasar buku-buku itu. Para pendidik -- dosen dan guru, mahasiswa dan siswa, tentu membutuhkan bahan bacaan.
Tetapi, apakah tidak ada korelasi antara jumlah sekolah dan perguruan tinggi dengan kebutuhan akan toko buku?
Apa Penyebabnya?
Saya termenung. Mungkin saja ada sejumlah persoalan yang mengakibatkan toko-toko buku itu gulung tikar. Tapi, ini masih perkiraan saya saja.
Pertama, kurangnya minat membaca buku. Kalau minat membaca buku kurang atau tidak ada, siapa yang akan membeli dan membaca buku yang dijual di toko?
Kalau miskin akan minat membaca buku, orang tidak akan tertarik mendatangi toko buku. Mereka akan memilih datang dan membelanjakan uangnya ke restoran, ke toko pakaian, atau ke tempat wisata.
Kedua, memilih mencari informasi melalui internet. Nah, saya memperkirakan, orang lebih banyak memilih cara ini sekarang dan masa datang.
Banyak pengetahuan dan informasi yang bisa diakses dengan mudah di internet. Mau informasi atau pengetahuan apa pun tersedia. Ada google yang bisa membantu, ada youtube yang memudahkan pencarian informasi.
Orang mungkin berpikir, kalau informasi itu demikian mudah didapat melalui internet, bahkan tanpa harus merogoh kantong dalam-dalam, mengapa mesti membeli buku?
Generasi milenial tentu lebih memilih mendapatkan berbagai informasi dan pengetahuan yang diperlukan melalui internet.