Tibalah saat-saat terakhir hidupannya. Ia sakit, entah apa nama penyakitnya dan apa penyebabnya. Broko sering muntah, tubuhnya lemas, dan tidak bertenaga.
Kakinya tampak lemas, nyaris tidak sanggup berjalan. Dua kali kami undang dokter hewan untuk mengobatinya, tetapi tidak berhasil menyembuhkannya.
Pada hari terakhir hidupnya, Broko tampak lemah sekali. Ia tergeletak di halaman rumah. Matanya tampak sayu. Saya memboyongnya ke teras, lalu memanggil dokter hewan untuk mengobatinya. Tetapi, apa lacur, dokter belum tiba, Broco sudah duluan mati.
Merindukan Broko
Anak laki-laki saya siang itu datang dari sekolah. Yang pertama ditanyakannya adalah bagaimana keadaan Broko, karena ia tahu anjing tersebut dalam keadaan sakit.
Ketika saya dan istri hampir bersamaan mengatakan Broko sudah mati dan sudah dikubur, ia terlihat sangat sedih. Malu memperlihatkan tangis di depan ibu-bapaknya, ia masuk kamar sambil mengusap air matanya.
Broko telah mengabdikan hidupnya untuk kami. Broko sudah menjadi bagian dari keluarga kami. Dan, ketika ia meninggalkan kami selamanya karena sakit, kami pun merasa sangat berduka.
Hari-hari setelah kematiannya, kami masih merindukannya, terngiang gonggongannya, mengingat kibasan ekornya yang indah, juga merasakan kesetiaannya.Â
Selamat jalan Broco sayang.
( I Ketut Suweca, 16 November 2021).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H