Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Wajah Perpustakaan Sekolah dan Desa di Masa Depan, Seperti Apa?

25 Oktober 2021   18:15 Diperbarui: 26 Oktober 2021   02:41 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wajah perpustakaan di masa depan (Sumber gambar: architonic.com)

Anda mungkin pernah melihat ada perpustakaan desa dan sekolah yang mirip dengan gudang. 

Anda pun mungkin melihat perpustakaan itu terdiri dari buku-buku lapuk, berdebu, nyaris tak pernah disentuh. 

Dan, Anda mungkin pernah melihat perpustakaan ditangani sebagai pekerjaan sambilan dan ala kadarnya.

Ya, seperti itulah fenomena banyak perpustakaan zaman dulu. Banyak yang tak terawat, banyak yang tidak dikelola dengan baik, dan banyak juga yang 'tersudutkan'.

Nah, bagaimana keadaannya kini? Saya melihat perpustakaan mulai mendapat perhatian. Kalau ada di sekolah, perpustakaan mendapatkan atensi dari kepala sekolah. Kalau perpustakaan di desa atau kelurahan, mendapatkan atensi dari kepala desa atau lurah setempat.

Lalu, bagaimana membayangkan wajah masa depan perpustakaan sekolah dan desa di negeri ini? Adakah akan semakin maju atau sebaliknya kian mundur dan terlantar?

Saya termasuk orang yang optimis bahwa perpustakaan akan mendapatkan tempat yang penting dan strategis sebagai sumber pengetahuan dan keterampilan. Di beberapa perpustakaan, saya perhatikan sudah dilakukan banyak pembenahan.

Pertama, perpustakaan tidak lagi pasif menunggu pemustaka datang. 

Kalau ada perpustakaan dengan pola pasif berarti pengelolaan perpustakaannya masih kuno, belum mengadopsi kemajuan sama sekali.

Sudah saatnya perpustakaan bersikap proaktif menemui pembacanya. Seorang pengelola perpustakaan tidak boleh lagi duduk diam di ruangannya menunggu pemustaka hadir. Melainkan, aktif berpromosi dan mengajak para calon pemustaka untuk membaca buku. Pengelola mesti aktif mendorong peningkatan kegemaran membaca buku masyarakat sekitarnya.

Di beberapa tempat saya melihat pengelola perpustakaan desa mengantarkan buku-buku perpustakaan lebih dekat dengan pemustaka dengan menggunakan sepeda motor roda tiga.

Ada juga yang menggunakan mobil pick-up yang sudah dimodifikasi. Mereka berkeliling desa, datang ke sekolah-sekolah dasar, ke tempat-tempat keramaian, untuk menyediakan dan mengajak masyarakat membaca buku.

Kedua, perpustakaan mengadopsi kemajuan teknologi. 

Perpustakaan dengan buku-buku cetak adalah hal yang biasa kita lihat. Memang seperti itulah wujud perpustakaan konvensional. Tidak ada yang salah dengan perpustakaan seperti ini dan keberadaannya mesti tetap dijaga.

Nah, bersamaan dengan itu, pengelola perpustakaan seyogianya juga mengadopsi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dalam pelayanannya. Misalnya dengan menyediakan perpustakaan digital (e-library) untuk para pengguna atau pemustaka.

Dengan layanan berbasis teknologi itu, para pemustaka tidak harus datang berkunjung ke perpustakaan untuk membaca atau meminjam buku. Dengan aplikasi digital, mereka sudah bisa membaca e-book melalui handphone di mana pun mereka berada sepanjang ada internet.

Wajah perpustakaan di masa depan (Sumber gambar: architonic.com)
Wajah perpustakaan di masa depan (Sumber gambar: architonic.com)

Ketiga, menjadikan perpustakaan sebagai tempat yang nyaman untuk belajar. 

Kalau dulu perpustakaan banyak tidak terurus dan yang jauh dari kenyamanan, maka sekarang dan ke depan tidak boleh lagi terjadi hal seperti itu.

Perpustakaan yang baik adalah perpustakaan yang memberikan rasa nyaman, rasa santai dan menyenangkan bagi pemustaka.

Perpustakaan ke depan tidak lagi hanya menjadi tempat untuk membaca buku, bahkan juga untuk berdiskusi, untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru atau dosen sambil menikmati secangkir teh, misalnya.

Ada banyak contoh perpustakaan di Indonesia dan di dunia yang dibangun dengan konsep modern sytle, dikelola sesuai dengan perkembangan zaman, dan menjadi tempat belajar yang menyenangkan.

Keempat, perpustakaan mesti menjadi sentral dari iklusi sosial. 

Perpustakaan seyogianya benar-benar menjadi lembaga yang bermanfaat bagi lingkungan, bahkan saling mendukung dengan kelembagaan atau kegiatan lain di sekitarnya.

Misalnya, di kompleks perpustakaan desa diselenggarakan juga kursus bahasa Inggris, dipakai sebagai tempat latihan menggunakan komputer untuk anak-anak. Intinya, area di sekitar perpustakaan dilingkupi berbagai kegiatan yang bermanfaat yang berkaitan dengan literasi.

Kalau kemudian ada perpustakaan yang semangat menggelar berbagai lomba dalam kaitannya dengan literasi di hari-hari besar nasional, sungguh merupakan kegiatan yang positif yang menjadikan sifat iklusi sosial perpustakaan semakin nyata.

Kelima, perpustakaan seyogianya memberdayakan masyarakat. 

Kehadiran perpustakaan pertama-tama adalah berperan dalam menumbuhkan kegemaran membaca demi meningkatkan kecerdasan anak bangsa.

Perpustakaan masa kini dan nanti tidak boleh berhenti sampai di situ. Bahkan, perpustakaan mesti mampu memberdayakan masyarakat sekitarnya.

Melalui buku-buku yang dibaca, pemustaka akan bertambah pengetahuan dan keterampilan mereka. Keterampilan mereka bertambah dengan membaca melalui berbagai buku keterampilan di perpustakaan.

Masyarakat bisa belajar, misalnya, bagaimana cara beternak lele dari buku-buku yang dibaca dan langsung dipraktikkan. Ibu-ibu bisa membuat jajanan tertentu yang bisa dijual dan menambah pendapatan keluarga. Nah, melalui pemberdayaan inilah peningkatan kesejahteraan masyakat bisa diwujudkan.

Keenam, perpustakaan mesti ditangani oleh tenaga profesional. 

Tidak zamannya lagi menugaskan sumber daya manusia tanpa keterampilan atau keahlian di bidang perpustakaan, apalagi tidak memiliki rasa cinta akan pekerjaan dan pada buku.

Mereka yang ditempatkan di perpustakan hendaknya adalah orang yang profesional di bidang ini dan mencintai pekerjaannya. 

Hanya dengan begitu wajah perpustakaan akan bersinar dan berbinar karena dikelola oleh tenaga-tenaga andal dan profesional.

(I Ketut Suweca, 25 Oktober 2021).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun