Pada artikel sebelumnya saya pernah menyinggung bahwa menulis tanpa membaca laksana menimbah air di sumur kering. Kita tidak akan mendapatkan air dari sumur seperti itu.
Tanpa aktivitas membaca yang berkesimbungan akan menjadi sulit bagi seorang penulis untuk melanjutkan kariernya sebagai penulis. Ia akan mentok! Kendatipun, misalnya, ia masih mampu menulis, tulisannya akan bernasib seperti sumur tadi, kering.
Oleh karena itu -- seperti dianjurkan oleh para pengarang senior, penulis yang ingin memantapkan dan meneruskan karier kepenulisannya wajib hukumnya terus-menerus membaca.
Dengan tetap membaca, ia bisa menjaga sumurnya terhindar dari kekeringan: selalu ada air untuk ditimba. Selalu ada gagasan yang berharga untuk ditulis.
Melalui kegiatan membaca secara berkelanjutan, seorang penulis akan mendapatkan pengetahuan baru. Ia akan mendapatkan perbendaharaan kata atau ungkapan baru pula.
Ia juga akan mendapatkan berbagai macam gaya penulisan dari buku-buku yang dibacanya, di samping bisa termotivasi untuk menuangkan ide-ide yang ada di dalam benaknya.
Hubungan membaca dan menulis memang tidak bisa dipisahkan. Melalui kegiatan membaca kita menyerap pengetahuan. Melalui aktivitas menulis kita menuangkan gagasan.
Dengan cara yang sangat elok, Armin Martajasa, mengatakan, "Jika kamu ingin mengenal dunia, membacalah. Jika kamu ingin dikenal dunia, menulislah."
(I Ketut Suweca, 24 September 2021).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H