Bukankah kita sudah terbiasa melihat baliho bertebaran di pinggir jalan begitu mendekati perhelatan politik? Akan menjadi hal yang aneh kalau tiba-tiba saja tidak ada satu pun calon yang tidak menggunakan baliho. Jangan-jangan masyarakat rindu kesemarakannya.
Seringkali masyarakat melihat pemasangan baliho yang tidak rapi dan tidak pada tempatnya telah mengganggu keindahan sebuah kota. Ketidaktertiban pemasangan baliho menimbulkan protes masyarakat, apalagi diletakkan di wilayah mereka.
Oleh karena itu, pemerintah akhirnya mesti turun tangan untuk menegur pemasangnya dan bila dipandang perlu menurunkan baliho tersebut.
Seyogianya, pemasangan baliho mesti benar-benar memperhatikan tempat yang diijinkan dan cara pemasangannya agar tampak rapi dan indah.
Penggunaan Media Sosial
Sebenarnya ada banyak alternatif dalam berkampanye, tidak hanya melalui media baliho. Orang bisa berkampanye melalui media cetak, media elektronik, dan media sosial yang berkembang belakangan ini di samping tatap-muka (face to face).
Benar sekali. Tentu saja sang politisi tidak akan menggunakan media baliho sebagai satu-satunya cara atau metode berkampanye.
Mereka pun bisa memilih dan memanfaatkan media elekronik seperti radio dan televisi yang ada di daerah. Mereka juga bisa memanfaatkan koran lokal untuk berkampanye. Itulah beberapa pilihan yang mungkin digunakan.
Yang dipandang paling strategis saat ini adalah media yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi dan internet. Apalagi kalau bukan media sosial yang banyak penggunanya.
Media sosial merupakan salah satu pilihan yang memberikan harapan untuk menjangkau calon pemilih yang lebih luas dengan harga relatif murah dan sangat praktis. Apalagi pengguna internet di negeri ini terbilang sangat besar.
Media sosial memiliki banyak keunggulan. Di samping materi kampanye bisa dirancang tidak terlalu rumit, juga segera dapat dipublikasikan (diunggah). Biayanya pun relatif lebih murah dibandingkan dengan menggunakan iklan di koran, televisi, dan lainnya.