Anda mengenal pohon pule (pulai, bahasa Indonesia)? Pohon yang bernama Latin alstonia scholaris ini biasanya ditanam di tempat yang memiliki areal luas.
Dahan dengan daunnya yang rimbun, bagus sekali dipakai sebagai penyejuk dan peneduh, tempat duduk-duduk santai di bawahnya.
Pohon ini bisa tumbuh besar dan tinggi jika hidup dengan baik. Ketinggian pohon pule ini bisa mencapai lebih dari 20 meter. Pule mudah tumbuh di dataran rendah dan pesisir pantai hingga ketinggian 1.000 mdpl.
Berkhasiat Obat
Pohon pule ini sangat dikenal di Bali, bahkan dipergunakan sebagai bahan obat. Mulai dari daun, kulit, hingga getahnya berkhasiat obat.
Saya yang cukup mengenal pohon pule, belum lama ini baru mengetahui bahwa pohon ini berkhasiat obat. Tidak hanya daunnya yang rindang memberi keteduhan dan kesejukan, bagian-bagian dari pohon ini pun dikenal sangat baik bagi kesehatan.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa pule bisa dimanfaatkan sebagai obat, baik obat obat dalam maupun obat luar.
Obat dalam biasanya untuk diminum, misalnya loloh dan rebusan, sedangkan obat luar berupa boreh untuk dibalurkan.
Loloh itu tidak direbus. Biasanya yang dipakai loloh adalah kulit dalam dengan cara diremas dan dicampur dengan air bersih. Setelah disaring, air remasan yang disebut loloh tersebut langsung bisa diminum.
Khasiatnya, bisa mengobati penyakit lambung dan meningkatkan nafsu makan. Agar tidak terlalu pahit, bisa dicampur dengan bahan lain seperti madu, asam, atau garam.
Sedangkan mengenai air rebusan biasanya berdiri sendiri, tidak perlu dicampur dengan bahan lain.
Segenggam kulitnya yang telah dibersihkan direbus dengan air satu liter hingga menjadi setengah liter. Air rebusan tersebut kemudian dapat dijadikan obat untuk mengatasi diabetes, diare, dan bisa dipakai untuk mencuci luka.
Untuk mengobati penyakit bisul, daun pule bisa digunakan. Diambil beberapa lembar daun segar, kemudian diulek. Setelah itu, ulekan yang disebut boreh bisa ditempel pada bisul sehingga nanahnya cepat keluar.
Demikianlah sepintas kebermanfaatan pohon pule. Kalau ingin mengetahui lebih jauh, Anda bisa membacanya di Ayurweda, yang berisi pelajaran tentang obat herbal.
Menjadi Sesonggan
Nah, setelah mengenal seperti apa pohon pule itu dan manfaatnya, mari kita telusuri lebih jauh tentang philosophy terkait dengan pohon ini yang dituangkan ke dalam peribahasa (sesonggan, bahasa Bali).
Leluhur masyarakat Bali mewariskan sebuah sesonggan bijak yang bisa "mencubit" kita, bahkan hingga ke hati!
Begini bunyinya:
Buka babakan pule, pekidiang ada, anggon pedidi tusing ada.
Makna harfiahnya adalah, seperti babakan (potongan-potongan kulit) pohon pule, diberikan ada, tetapi untuk diri sendiri tidak ada.
Apa maksudnya? Begini. Pule adalah pohon yang sangat berkasiat sehingga banyak orang yang memanfaatkannya sebagaimana saya jelaskan di atas.
Lantaran semua diambil oleh atau diberikan kepada orang lain akhirnya untuk dirinya sendiri tidak ada. Berangkat dari situlah kemudian muncul peribahasa yang bersandar dari keberadaan si pohon pule ini.
Merasa Tercubit
Kalau dibawa ke dalam kehidupan manusia, maka ini diandaikan pada orang yang pintar menasihati orang lain tetapi tidak menggunakan nasihat itu untuk dirinya sendiri.
Peribahasa ini dialamatkan pada orang yang hanya bisa memberi nasihat yang serba baik kepada orang lain, tetapi ia sendiri "lupa" menerapkan nasihat tersebut pada kehidupannya sendiri.
Membaca peribahasa ini, bisa membuat kita melakukan refleksi diri, mulat sarira. Apakah selama ini kita sudah seperti babakan pule? Diberi ke orang ada, dipakai sendiri tidak ada?
Saya sungguh tercubit oleh peribahasa ini! Saya mungkin sering memberi saran, masukan, bahkan nasihat kepada orang lain, tetapi apakah nasihat itu sudah saya terapkan sendiri?
Ini sebuah big questions mark bagi saya! Peribahasa babakan pule benar-benar sudah mencubit hati saya demikian dalamnya.
Salomon's Paradox
Sampai di sini saya ingat tentang Salomon's Paradox. Anda tahu tentang Salomon's Paradox, bukan? Ahli ilmu psikologi dari Universitas Waterloo, Igor Grossman, adalah pencetuskan konsep Salomon's Paradox ini.
Begini kisahnya. Raja Salomo merupakan raja ketiga bangsa Israel. Raja Salomo sangat dikenal dengan kebijaksanaannya dalam memberikan nasihat kepada orang lain.
Bahkan, selama pemerintahannya, banyak orang yang datang dari jauh hanya untuk mendapatkan nasihat dari Salomo. Ia menjadi terkenal karena kebijaksanaannya dalam memberikan nasihat.
Sayangnya, nasihat yang diberikannya kepada orang lain tidak mampu ia terapkan dalam pemerintahan dan kehidupannya sendiri.
Hal ini mengakibatkan kerajaannya hancur karena kegagalannya mengatur kehidupannya sendiri. Â Gorssman menamakan situasi ini dengan Solomon's Paradox.
Berhati-Hati
Hal ini, lagi-lagi, membawa kita pada perenungan pribadi untuk memerhatikan setiap nasihat yang akan kita sampaikan kepada orang lain.
Sebab, bisa jadi nasihat yang kita lontarkan tersebut sebenarnya sangat relevan dengan masalah yang sedang kita hadapi.
Mengingat peribahasa babakan pule dan Salomon's Paradox ini, saya seharusnya berhati-hati memberi nasihat kepada orang lain.
Bisa jadi nasihat yang saya sampaikan itu relevan dengan masalah saya sendiri tetapi tidak saya terapkan! Betapa menyedihkan!
(Â I Ketut Suweca, 13 Juni 2021).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H