Leo, sebut saja namanya seperti itu, beberapa hari belakangan ini terlambat hadir ke kantor. Ia jarang apel pagi yang seharusnya diikuti sebelum memulai bekerja. Ia baru akan datang kurang-lebih satu jam setelah apel usai saat karyawan sudah mulai bekerja. Begitu beberapa kali terjadi.
Melihat hal seperti itu, atasannya langsung menegur. Ia mengancam akan melaporkan Leo ke pimpinan tertinggi apabila melakukan hal itu lagi. Leo bisa saja dipotong gajinya atau bahkan dipecat dari pekerjaannya.
Tentu saja Leo sudah berusaha menjelaskan mengapa ia sering terlambat masuk kantor. Hanya, sang atasan tak mau tahu. Ia sama sekali tidak menerima alasan apa pun.
"Pokoknya Saudara harus disiplin masuk kerja, tidak bisa tidak. Ini sudah aturan di kantor ini. Jika tidak sanggup mengikuti aturan ini, silakan keluar. Ajukan surat pengunduran diri sebelum Saudara dipecat!," demikian ujar atasan Leo, ketus.
Leo hanya tertunduk diam. Ia hanya mengangguk. Di dalam hati ia sedang memikirkan bagaimana caranya agar bisa mengikuti apa yang menjadi rambu-rambu kantor sesuai dengan yang disampaikan atasannya itu. Apalagi ia sudah merasakan betapa sulitnya mendapatkan pekerjaan.
Masih sulit baginya menyiasati waktu mengingat ia harus mengurus dua orang anaknya yang masih kecil yang ditinggal sang istri setelah mereka memutuskan berpisah belum lama ini.
Gampang-gampang Sulit
Begitulah kisah si Leo. Pertanyaannya, sudah tepatkan perlakuan atasannya terhadap diri Leo? Kalau salah, seperti apa seyogianya?
Menghadapi karyawan yang mangkir dari pekerjaan atau tugasnya adalah persoalan yang gampang-gampang sulit.
Mengapa gampang? Karena, jika ada karyawan seperti itu, tinggal menegur secara lisan dan tertulis. Kalau tidak ada perubahan, tinggal memecatnya. Mudah, bukan?