Barangkali kita sepakat bahwa kedua jenis perpustakaan -- perpustakaan desa dan perpustakaan sekolah, mesti dijaga eksistensinya, sebab kehadirannya sangat dibutuhkan oleh lingkungan tempat perpustakaan itu berada.
Terkait dengan hal itu, melalui artikel sederhana ini penulis ingin mengajak pembaca untuk melihat lebih jauh tentang perpustakaan sekolah di berbagai tingkatan serta perpustakaan desa. Termasuk di dalamnya melihat problematika yang dihadapi kedua jenis perpustakaan tersebut serta mencoba menawarkan solusinya.
Dengan memerhatikan permasalahan dan menemukan sejumlah pemecahan yang mungkin, berharap perpustakaan ini bisa tumbuh dan berkembang dengan baik serta bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya.
Berdasarkan pengamatan penulis pada beberapa perpustakaan sekolah dan perpustakaan desa, ada sejumlah problem yang dihadapi. Mari kita lihat satu per satu.
Pertama, problem kurangnya minat baca.
Kendati perpustakaan sudah hadir dan dekat dengan kita, belum tentu kita akan menjadi akrab dengan perpustakaan. Memiliki dan berdekatan dengan perpustakaan bukan secara otomatis membuat kita menjadi orang yang gemar membaca.
Pada masyarakat Indonesia, kaum pelajar, apalagi masyarakat umum, kegemaran membaca pada umumnya masih rendah, jika tidak bisa disebut sangat memprihatinkan.
Tengoklah beberapa penelitian yang menggambarkan betapa rendahnya minat baca atau kegemaran membaca masyarakat kita.
Di sejumlah sekolah tampak perpustakaan sudah mendapatkan perhatian yang lumayan baik. Koleksi buku yang dimiliki pun sudah cukup banyak, seribu sampai tiga ribuan judul. Ini cukup menggembirakan.
Akan tetapi, sudahkah minat baca warga sekolah meningkat bersamaan dengan peningkatan jumlah koleksi buku yang tersedia? Sudahkan minta baca para siswa dan guru meningkat dengan adanya perpustakaan di sekolah yang memadai?