Hanya, kedua-duanya mesti dilakukan secara tulus dengan pendekatan yang sesuai. Misalnya, kalau kita hendak mengkritik seseorang dengan tulus dan maksud yang benar-benar baik, pilihlah dengan cara bertemu empat mata.
Sampaikan kebanggaan Anda padanya, hal-hal baik yang ada pada orang tersebut, lalu di tengah-tengah selipkan koreksi terhadap kesalahannya dengan niat baik.
Hati-hati, jangan menyerang pribadinya. Harus dibedakan kesalahannya dengan pribadinya. Berpusatlah pada perbaikan atas kesalahan, jangan pernah menyerang harga dirinya.
Setelah itu, sudahi dengan menyebut hal-hal yang baik pada dirinya lagi dan semangati dia bahwa ia mampu mencapai apa yang diharapkan.
Berbeda dengan mengkritik yang seharusnya dilakukan empat mata, memuji justru dilakukan dengan cara sebaliknya.
Memberikan pujian, sebisanya, di depan orang banyak. Rasa bangga seseorang akan terpenuhi dengan cara seperti ini.
Hindari  memuji sekadar melontarkan pujian, sekadar basa-basi. Orang akan mudah menangkap sebuah pujian itu, tulus atau tidak.
Pujian yang tulus keluar dari hati, pujian yang boongan alias lip service keluar hanya dari mulut. Kalau berhadapan dengan orangnya, tidak sulit membedakan apakah sebuah pujian itu datangnya dari hati atau tidak, tulus atau palsu.
Sekali lagi, hindari melontarkan pujian yang dilandasi dengan niat yang tidak tulus. Karena hal ini akan gampang ditebak, mudah kentara. Jika hendak memuji, mari puji orang dengan ketulusan hati, karena memang ada hal yang pantas dipuji, tidak dibuat-buat.
Berikan Penghargaan yang Jujur
Saya ingin menyampaikan sejumlah referensi berharga berikut ini untuk kita pertimbangkan bersama-sama sebelum memilih mengkritik atau memuji.