Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Ketika Pesawat Hanya Berputar-putar di Udara dan Tak Diizinkan Mendarat

13 Januari 2021   10:45 Diperbarui: 13 Januari 2021   12:35 1678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ruang kokpit dan pilot pesawat (Sumber gambar: etsy.com)

Kasus terbaru yang memprihatinkan kita semua berkaitan dengan dunia penerbangan udara adalah kasus yang menimpa pesawat penumpang Sriwijaya Air. Tentu kita turut berbelasungkawa atas meninggalnya banyak penumpang dan awak pesawat dalam peristiwa kecelakaan pesawat jenis Boeing 737-500 itu.

Semoga arwah korban diterima di sisi Tuhan dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan menghadapi cobaan berat ini.

Pesawat Terguncang

Mendengar dan membaca berita tentang kasus yang menimpa Sriwijaya Air di dekat kepulauan Seribu itu, saya jadi teringat dengan pengalaman panjang menumpang pesawat ke berbagai tujuan di Indonesia untuk kepentingan kedinasan.

Pesawat yang terguncang-guncang karena perubahan tekanan udara atau pesawat seperti sedang berjalan di atas batu kerikil, sering saya alami.

Kalau bepergian jauh antarpulau saya memilih menggunakan pesawat udara daripada melalui darat. Hanya untuk jarak yang relatif dekat saja saya menggunakan angkutan darat, seperti misalnya dari Bali ke Mataram, Lombok serta ke Banyuwangi dan Lumajang, di Jawa Timur.

Diklat di Surabaya

Nah, saya akan awali kisah ini saat mengikuti pendidikan dan pelatihan di Surabaya tahun 2013. Ya, sekitar 8 tahun yang lalu. Saya bersama tiga sahabat di pemerintahan ditunjuk untuk mengikuti pendidikan di Surabaya selama 3 bulan. Nama pendidikannya adalah Diklat Pimpinan Tingkat II.

Kendati pendidikan itu lumayan lama, tetap saja saya bisa menikmatinya. Betapa tidak! Di situ saya bisa bertemu dengan banyak sahabat seprofesi dari berbagai daerah. Mereka hadir dari seluruh Indonesia. Ada sahabat dari Papua, Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, dan yang terbanyak dari wilayah Jawa.

Kami berbaur sedemikian rupa, saling mendukung satu sama lain. Mengikuti proses pembelajaran yang panjang, diskusi hangat dan terukur, tugas lapangan, bercanda, dan membuat presentasi yang tak ada habisnya.

Merepotkan sekaligus menyenangkan. Malam hari usai belajar di kelas bukanlah waktu untuk santai, melainkan untuk menyiapkan materi presentasi untuk keesokan harinya, baik secara individual maupun kelompok.

Rindu Keluarga

Kalau rindu keluarga, kami pun yang satu daerah asal akan pulang bersama-sama. Kebetulan kami bertiga dari satu daerah asal, Bali. Kami pulang acapkali melalui jalur darat dengan mobil travel dan kadang-kadang memilih melalui udara.

Pulang kampung cukup dua minggu sekali. Pulang pada hari Jumat malam dan kembali ke Surabaya pada hari Minggu sore atau malam. Begitulah yang sering kami bertiga lakukan jika tak ada tugas yang sifatnya mendesak.

Kalau kami memutuskan tidak pulang, berarti ada tugas yang harus kami selesaikan dan sifatnya mendesak. Maklum pelajarannya sangat padat di samping tugas presentasi dari para pengajar yang nyaris tiada putusnya.

Tidak Bisa Mendarat

Alkisah, saya dan dua teman lainnya akan kembali ke Surabaya dengan mengambil penerbangan malam pada hari Minggu. Hari Senin keesokan harinya kami harus masuk kelas lagi. Saya tak ingat lagi, dengan menggunakan pesawat apa kami saat itu.

Penerbangan dari Bandara I Gusti Ngurah Rai di Denpasar ke Bandara Juanda pada awalnya lancar-lancar saja. Saya tak ingat dengan pasti, pukul berapa tepatnya kami berangkat. Yang pasti, hari sudah mulai gelap.

Mendekati bandara Juanda di Sidoarjo, ternyata pesawat tidak diijinkan mendarat. Ada pengumuman dari ruang kokpit bahwa pesawat tak boleh mendarat karena keadaan cuaca yang tidak mendukung. Dijelaskan bahwa di atas bandara Juanda anginnya kencang dan sedang hujan deras.

Lalu, pesawat pun berputar-putar tinggi di atas bandara setempat. Setelah sekitar 30 menit berputar-putar, pilot menjelaskan bahwa cuaca yang tidak bersahabat masih tidak memungkinkan pesawat mendarat. Informasi itu diperoleh dari petugas di bandara Juanda.

Sahabat seperjalan yang duduk tepat di samping saya nyeletuk tipis, "Pak, kalau begini terus, jangan-jangan pesawat ini habis bahan bakarnya."

Saya jawab dengan sekenanya, setengah berbisik, "Nggak mungkinlah. Semuanya sudah diperhitungkan. Tangki pesawat sudah dua sampai tiga kali lipat diisi bahan bakar. Jadi, jauh lebih dari cukup."

Memanjatkan Doa

Di deretan kursi yang lain samar-samar saya perhatikan seorang ibu yang telah berumur sedang berdoa. Bibirnya komat-kamit dan matanya terpejam.

Agaknya, pada setiap kali mulai naik pesawat kebanyakan penumpang akan berdoa di dalam hati dengan permohonan agar selamat dalam penerbangan. Saya pun demikian.

Setiap kali naik pesawat saya tak pernah lupa mengawali penerbangan dengan berdoa dan saat mendarat dengan bersyukur bisa tiba dengan selamat. Selebihnya, saya serahkan saja kepada Tuhan. Nyawa saya adalah milikNya jua.

Ilustrasi ruang kokpit dan pilot pesawat (Sumber gambar: etsy.com)
Ilustrasi ruang kokpit dan pilot pesawat (Sumber gambar: etsy.com)

Kembali ke Bandara Ngurah Rai

Begitulah, pesawat masih berputar-putar di udara dan tak lama kemudian ada informasi dari pilot. Pilot mengatakan bahwa pesawat akan kembali ke bandara I Gusti Ngurah Rai di Denpasar karena tidak dimungkinkan mendarat di bandara Juanda. Waduh!

Rasa berputar-putar sebelumnya berganti dengan pergerakan pesawat yang lurus. Dari sini saya memperkirakan bahwa pesawat sedang meluncur kembali ke Bali, sesuai dengan informasi dari pilot juga.

Kembali ke Juanda

Namun, apa yang terjadi saat pesawat beberapa lama terbang ke Bali? Pilot mengumumkan bahwa hujan dan angin di sekitar bandara Juanda sudah jauh berkurang sehingga memungkinkan pesawat untuk mendarat. "Kita akan kembali ke Bandara Juanda," ucap pilot melalui pengeras suara.

Saya pun menarik nafas lega. Tapi, dalam hati masih ada sedikit was-was dengan keadaan landasan di bandara setempat yang masih basah dan mungkin menjadi licin karena terguyur hujan. Tapi, syukurlah proses pendaratan berhasil dilakukan dengan selamat dan mulus. Kami semua, para penumpang, tentu sangat beryukur bisa sampai dengan selamat.

Tidak lupa kami menyampaikan terima kasih kepada pilot, co-pilot, dan crew pesawat -- yang berdiri berjejer ketika kami turun dari pesawat -- yang sudah mengantarkan kami dengan selamat sampai di tujuan.

( I Ketut Suweca, 13 Januari 2021).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun