Mendengar ledekan itu, si bebek tentu saja merasa kecewa terhadap dirinya sendiri. Dalam hati ia mengakui bahwa elang memang pandai terbang cepat dan tinggi pula.
"Mari kita lanjutkan ke lomba berenang. Seperti yang sudah kujelaskan tadi, kalian berdua harus start di sini dan finish tepat di bawah pohon kelapa yang condong ke sungai itu. Sudah paham?," kata si gajah dengan wibawanya.
"Siaapp," mereka berdua menjawab kompak. Setelah dihitung dengan perhitungan mundur, kedua binatang yang sedang semangat berlomba itu pun mulai berenang.
Si bebek berenang dengan demikian mudahnya. Tanpa beban, tanpa kesulitan. Dengan cepat dia meluncur hingga di garis finish. Ia beruntung memiliki kaki yang memudahkannya bergerak yang berfungsi seperti dayung.
Bagaimana dengan si elang? Karena terbiasa terbang, ia mencoba mengepakkan sayapnya di permukaan air. Ia tak pandai menggerakkan kakinya di dalam air seperti si bebek lakukan.
Sekeras apa pun usahanya, hasilnya ia hanya bisa bergerak sedikit saja dari garis start. Nyaris dia diam di tempat. Sayap lebarnya yang mengepak malah menyusahkannya bergerak melaju di air.
Ia putus asa dan sedih. Ia mengakui kehebatan si bebek dalam berenang. Hanya, dalam hati!
Sang gajah pun memberikan kemenangan kepada si bebek. "Pemenangnya kali ini adalah si bebek," katanya lantang. Dengan demikian, skornya 1 : 1. Bagaimana, apa perlu diulang?," tanya si gajah sambil tersenyum.
Kedua peserta lomba sepakat menerima keputusan sang juri dan sepakat pula untuk tidak mengulangi sekali lagi lomba tersebut. Keduanya tampak kelelahan dan merunduk lesu.
Pada akhir perlombaan tanpa penonton ini, si gajah memberikan wejangan. Matanya yang kecil di sisi kupingnya yang lebar kembali memandang kedua binatang itu secara bergantian.
"Aku melihat kalian berdua sedih dan kecewa, juga kelelahan. Kamu, bebek, saya lihat tadi jatuh ke tanah berkali-kali ketika berusaha terbang. Begitu juga kamu, elang, saya lihat sudah kehabisan tenaga ketika berusaha mengejar si bebek saat lomba berenang," kata sang gajah.