Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerita Fabel: Ketika Elang dan Bebek Terlibat dalam Perlombaan

7 Januari 2021   19:09 Diperbarui: 7 Januari 2021   19:15 1098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi elang sedang terbang (Sumber: mcgawgraphics.com)

Sahabat semua, kali ini saya hadir dengan sebuah cerita fabel. Cerita ini akan mengisahkan tiga tokoh penting di dunia binatang, yakni elang, bebek, dan si gendut bertelinga lebar yang dikenal dengan nama gajah. Nah, seperti apa kisahnya? Mari kita mulai cerita fabel ini. Duduk yang manis ya...

Dikisahkan, di pinggir sungai yang airnya jernih, bertemulah dua ekor binatang. Yang satu seekor elang dan yang lainnya seekor bebek. Mereka sesungguhnya sudah saling mengenal ketika keduanya masih kecil dan belum mengerti apa pun.

Pertemuan yang tak disangka-sangka ini membuat mereka saling bercerita tentang masa lalu setelah lama berpisah. Si elang bercerita tentang kehidupannya, demikian pula si bebek. Dan, mereka bangga dengan pencapaiannya masing masing.

"Aku sekarang sudah pandai terbang. Tidak seperti yang kamu lihat dulu, saat aku baru belajar berjalan. Kini aku bisa terbang tinggi dan jauh ke mana pun aku mau," kata si elang.

Lalu, si bebek pun menimpali, "Bukan hanya kamu yang bisa terbang. Banyak yang bisa terbang. Aku pun bisa terbang!"

"Oh ya, kamu bisa terbang ya? Mana mungkin terbangmu sehebat aku. Sayapmu pendek, badanmu gemuk montok. Jadi, pasti berat. Aku sendiri sudah terbang ke mana-mana dengan jarak ratusan mil," sergah elang mulai menampakkan kesombongannya.

Mendengar itu, si bebek mulai jengah, tak mau kalah.

"Itu belum apa-apa, di samping aku bisa terbang, aku juga jago berenang lho! Di sungai inilah tempatku selalu berenang setiap hari sehingga tak ada yang mengalahkanku kalau soal berenang," ujar si bebek.

"Ah kamu kok sombong amat sih. Kamu kira kamu saja yang pandai berenang. Di samping aku jago terbang, aku juga bisa berenang. Jangan salah!," begitu sahut si elang setengah menantang.

Kedua binatang ini rupanya ingin sekali menunjukkan kemampuannya. Akhirnya, mereka sepakat untuk mencari juri yang netral dan adil.

Untuk itu, mereka sepakat tidak akan menunjuk hewan sejenis dengannya menjadi juri, baik dari keluarga bebek maupun dari keluarga elang. Lalu, siapa?

Tiba-tiba seekor gajah datang dan mendengar ujung diskusi mereka.

"Oh, kalian mau lomba ya? Aku siap jadi jurinya," si gajah menawarkan diri.

Tak banyak berpikir, si elang dan si bebek pun sepakat menunjuk gajah sebagai jurinya. Si gajah siap menjadi juri yang adil dan netral, tak memihak seperti diinginkan kedua calon peserta lomba.

Sebagai juri yang bertubuh besar dan karenanya sangat berwibawa, si gajah memberikan arahan kepada kedua binatang yang sudah bersiap-siap menghadapi perlombaaan tersebut.

"Kita akan memulai dengan perlombaan terbang tinggi terlebih dahulu. Siapa yang terbangnya lebih tinggi, dialah yang menjadi pemenang. Setelah itu, akan dilanjutkan dengan perlombaan berenang. Siapa yang berenang lebih cepat sampai di garis finish, dialah menjadi juara. Garis finish-nya di belokan sungai di depan itu, tepat di bawah pohon kelapa yang menjorok ke sungai," kata sang gajah sambil kedua matanya yang kecil menatap kedua peserta lomba itu silih berganti.

Perlombaan terbang setinggi-tingginya pun dimulai. Si gajah tampak memberikan aba-aba dengan hitungan mundur dengan suara keras dan lantang, "Lima, empat, tiga, dua, satu, yaakk...."  

Dalam hitungan detik si elang sudah membubung jauh di langit. Setelah mencapai ketinggian, ia bermanuver demikian hebatnya. Menukik ke bawah kemudian kembali terbang naik seakan hendak menembus langit.

Sambil bermanuver, ia terkekeh-kekeh menertawai si bebek yang hanya bisa terbang rendah, tak sampai setinggi tiga meter dari permukaan tanah, dan jatuh lagi berkali-kali ke tanah.

Tak lama kemudian si gajah berkata,"Pemenangnya adalah si elang!."

Mendengar ucapan sang gajah, si elang kembali mengejek si bebek. "Nah, benar kan kataku, akulah yang paling jago terbang, bukan kamu!," ucapnya.

Mendengar ledekan itu, si bebek tentu saja merasa kecewa terhadap dirinya sendiri. Dalam hati ia mengakui bahwa elang memang pandai terbang cepat dan tinggi pula.

"Mari kita lanjutkan ke lomba berenang. Seperti yang sudah kujelaskan tadi, kalian berdua harus start di sini dan finish tepat di bawah pohon kelapa yang condong ke sungai itu. Sudah paham?," kata si gajah dengan wibawanya.

"Siaapp," mereka berdua menjawab kompak. Setelah dihitung dengan perhitungan mundur, kedua binatang yang sedang semangat berlomba itu pun mulai berenang.

Si bebek berenang dengan demikian mudahnya. Tanpa beban, tanpa kesulitan. Dengan cepat dia meluncur hingga di garis finish. Ia beruntung memiliki kaki yang memudahkannya bergerak yang berfungsi seperti dayung.

Bagaimana dengan si elang? Karena terbiasa terbang, ia mencoba mengepakkan sayapnya di permukaan air. Ia tak pandai menggerakkan kakinya di dalam air seperti si bebek lakukan.

Sekeras apa pun usahanya, hasilnya ia hanya bisa bergerak sedikit saja dari garis start. Nyaris dia diam di tempat. Sayap lebarnya yang mengepak malah menyusahkannya bergerak melaju di air.

Ia putus asa dan sedih. Ia mengakui kehebatan si bebek dalam berenang. Hanya, dalam hati!

Sang gajah pun memberikan kemenangan kepada si bebek. "Pemenangnya kali ini adalah si bebek," katanya lantang. Dengan demikian, skornya 1 : 1. Bagaimana, apa perlu diulang?," tanya si gajah sambil tersenyum.

Kedua peserta lomba sepakat menerima keputusan sang juri dan sepakat pula untuk tidak mengulangi sekali lagi lomba tersebut. Keduanya tampak kelelahan dan merunduk lesu.

Pada akhir perlombaan tanpa penonton ini, si gajah memberikan wejangan. Matanya yang kecil di sisi kupingnya yang lebar kembali memandang kedua binatang itu secara bergantian.

"Aku melihat kalian berdua sedih dan kecewa, juga kelelahan. Kamu, bebek, saya lihat tadi jatuh ke tanah berkali-kali ketika berusaha terbang. Begitu juga kamu, elang, saya lihat sudah kehabisan tenaga ketika berusaha mengejar si bebek saat lomba berenang," kata sang gajah.

Ia menambahkan, "Kamu berdua bisa menarik pelajaran dari lomba ini. Begini. Masing-masing dari kamu memiliki kelebihan dan kekurangan. Si elang punya kelebihan terbang tinggi dan bisa melesat cepat. Kamu, si bebek, punya kelebihan dalam berenang."

"Nah, kamu harus bangga dengan kelebihanmu sendiri tanpa harus menyombongkan diri! Kamu harus bisa memanfaatkan kelebihanmu itu agar bisa eksis dalam hidupmu. Jadilah dirimu sendiri!," tambah binatang bertubuh besar itu berfilsafat.

Kedua peserta lomba itu pun mengangguk-angguk. Mereka menyadari kelebihan dan keterbatasan masing-masing. Mereka berpelukan dan menyampaikan terima kasih kepada si gajah yang sudah mengajarkan hal penting pada hari itu.

(I Ketut Suweca, 7  Januari 2021).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun