Pesan untuk Ayah.
Ayah, banyak sekali pelajaran yang kudapat darimu. Engkaulah guru pertama dan terbaik bagiku untuk belajar tentang kerja keras dan kedisiplinan.
Engkau mengajariku bagaimana mengisi waktu dengan kegiatan yang berguna. Engkau mengajariku membajak di sawah, menanam benih, menyiangi tanaman padi, mengairi sawah sampai mengikat belahan bambu pada pagar tanaman agar menjadi rapat. Terkadang engkau memperlakukanku dengan disiplin keras.
Ayah, engkau memberiku petuah untuk selalu rajin belajar. Katamu, kendati engkau tidak pernah menikmati bangku sekolah, anak-anakmulah yang harus menikmatinya. Engkau tidak ingin anak-anakmu ini terjerat kebodohan. Engkau ingin aku, kakak, dan adikku bersekolah, bersekolah setinggi-tingginya.
Pesanmu itu aku ingat selalu. Kuyakin ayah tidak kecewa dengan anak-anakmu ini kalau soal bersekolah. Kendati mesti berjuang keras mengatasi banyak kesulitan dan tanpa kenal lelah, akhirnya kami bisa memenuhi harapanmu untuk mencapai pendidikan yang baik.
Aku berterima kasih atas semua motivasi dan dukungan totalmu ayah sehingga aku sampai di titik ini, sekarang.
Lihatlah cucu-cucumu kini sudah besar, sudah bersekolah, dan kini mulai belajar mencari uang untuk menghidupi diri  sendiri.
Mereka pun mulai ringan tangan membantu orang yang kesusahan dengan niatnya yang tulus. Tersenyumlah melihat mereka, ayah.
Ayah, aku mohon maaf kalau aku tidak bisa selalu menemanimu di masa tua, juga saat engkau sakit, karena aku jauh di rantau mencari penghidupan. Engkau selalu merindukan anakmu ini, aku tahu itu.
Seperti katamu, saat engkau sebut-sebut namaku, terkadang tiba-tiba aku muncul di hadapanmu. Seperti ada magnet yang selalu mendekatkanku padamu.
Aku ingat sepeda gayung yang engkau belikan untukku. Dengan sepeda itu aku bisa bepergian ke mana-mana. Pergi ke toko buku, pergi ke perpustakaan, pergi ke sekolah, bahkan pergi untuk belajar mencari pacar ketika beranjak remaja.