Ayah dan Ibu tercinta.
Sebenarnya aku hendak menulis "kado" ini ke dalam bentuk puisi. Menulis dengan puisi yang indah, bahkan terindah. Sayang aku tak terlatih membuat puisi yang baik sebagaimana kawan-kawanku di sini.
Tapi, niatku untuk mengirimkan "kado" untukmu tak pernah berhenti. Biarlah kutulis dengan caraku seperti ini, sebisaku.
Bukan kado berupa barang, tentu, melainkan berupa pesan dari suara hati terdalam anakmu ini. Kalau berupa barang, kupastikan tak akan sampai ke alamatmu.
Tetapi, kalau berupa pesan, kuyakin, akan sampai di tempatmu berada, di surga atau di mana saja, aku tak tahu.
Entahlah, apakah sinar matahari yang akan membantuku membawa pesan ini kepadamu, apakah angin, apakah hujan, atau apa saja.
Yang penting aku sudah menuliskannya di sini dan meniatkan mengirimkannya kepadamu. Dengan menumpang "kendaraan" apa pun  yang penting pesan ini sampai di tempatmu.
Ada dua pesan yang kutulis di sini. Satu untuk ibu dan satu untuk ayah. Mohon dibuka dan bacalah pelan-pelan. Kendati engkau tak pernah belajar membaca, tapi kuyakin pesan anakmu ini akan tetap berlabuh di hatimu yang damai.
Pesan untuk Ibu.
Ibu, aku teringat ketika tengah malam aku meraung-raung karena tak tahan oleh derita sakit gigi. Kepalaku berdenyut-denyut seakan hendak pecah.