Di dalam Stoisisme dianjurkan untuk hidup selaras dengan alam. Apa maksudnya? Hidup yang selaras dengan alam di sini tidak diartikan sempit, misalnya hanya agar manusia dekat dengan alam lingkungan, dekat dengan tumbuh-tumbuhan, hewan, dan seterusnya.
Hidup yang selaras dengan alam dalam filsafat ini menekankan pada penggunaan nalar atau rasio oleh manusia. Karena, penggunaan rasio adalah fitrah manusia yang selaras dengan alam. "Mereka yang religius akan memandang nalar atau rasio sebagai sebuah karunia dari Sang Pencipta..," demikian ditulis dalam buku ini. Rasionalitas merupakan fitur unik dari manusia.
Tanpa menggunakan nalarnya, manusia bisa dengan mudah tergelincir menuruti hawa nafsu atau emosi negatif. Dan, emosi negatif ini lalu mewujud menjadi kata-kata dan tindakan negatif. Banyak kegaduhan terjadi karena orang tidak menggunakan nalar-nya, lebih mengedepankan emosi negatif dan hawa nafsu.
Hidup manusia yang selaras dengan alam, di samping menggunakan rasio, juga dicirikan dengan kebutuhannya sebagai makhluk sosial (social creatures). Manusia hidup sebagai bagian dari kelompok yang lebih besar.
Dikotomi Kendali
Dalam menjalani kehidupan ini, kita senantiasa menghendaki keberhasilan, ingin segalanya lancar-lancar saja, dan kita berharap bisa sukses pada akhirnya. Tetapi, kenyataannya, apa yang terjadi? Alih-alih keberhasilan, ternyata kegagalan juga terjadi dalam kehidupan kita.
Bagaimana sebaiknya kita bersikap dalam hal ini berdasarkan pemikiran filsafat Stoisisme? Disebutkan, dalam hidup ini ada hal-hal yang bisa kendalikan (kontrol) dan ada pula hal-hal yang di luar kendali kita.
Ada sejumlah faktor di luar kendali kita yang ikut menentukan keberhasilan itu. Hal inilah yang harus disadari. Keberhasilan dan kegagalan kita sebagian ada di luar kendali kita. Oleh karena itu, tingkat keberhasilan kita tak seratus persen tergantung pada kita.
Yang bisa kita kendalikan, menurut filsafat ini, adalah persepsi, pendapat, atau opini kita. Yang kita bisa kendalikan adalah respons kita terhadap kejadian atau peristiwa yang menimpa kita.
Sedangkan sebagian dari hasil atau peristiwa yang terjadi belum tentu dalam kendali kita. Hal yang berada di luar kendali kita antara lain pendapat atau opini orang lain terhadap kita.
Epictetus, salah seorang penganut aliran Stoisisme, menulis, "Somethings are up to us, some things are not up tu us."Â Ada hal-hal di bawah kendali (tergantung pada kita) dan ada pula hal-hal yang tidak di bawah kendali (tidak tergantung) pada kita.