Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Mengatasi Emosi Negatif dari "Filosofi Teras"

7 November 2020   18:09 Diperbarui: 7 November 2020   18:39 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat Stoa atau Filosofi Teras atau Stoisisme adalah filsafat Yunani-Romawi kuno yang bisa membantu siapa pun dalam mengatasi emosi negatif dan, jika diterapkan dengan benar, akan menghasilkan mental yang tangguh dalam menghadapi dinamika kehidupan.

Demikianlah, alih-alih menggunakannya sendiri, Henry Manampiring membagikan pengetahuan filsafatnya tersebut dengan menulis buku ini. Tentu saja, sebelum menyusun buku ini, ia melakukan pembacaan dan riset dan perenungan yang mendalam agar bisa menghasilkan buku yang relevan diterapkan saat ini dan bahkan sampai nanti.

Ia pun sudah menerapkan filsafat Stoa ini dan memetik manfaat yang sangat besar. Ia menjadi jauh lebih memahami hidup, lebih sabar, dan lebih tenang. Intinya, dia menjadi jauh lebih kuat secara mental.

Marcus Aurelius (Sumber gambar: amp.businessinsider.com) 
Marcus Aurelius (Sumber gambar: amp.businessinsider.com) 
Sudah tak sabar mengetahui isinya? Mari saya perkenalkan beberapa bagian dari buku national best seller terbitan Kompas yang berketebalan 312 halaman dengan cover yang menarik ini.

Problem with Positive Thinking

Kerapkali kita mendapat imbauan untuk selalu berpikir positif (positive thinking). "Jangan berpikir negatif dulu dong. Ayo kita positive thinking saja!" mungkin demikian ajakan yang pernah kita dengar dari para sahabat atau keluarga terdekat.

Adakah ada yang salah dengan berpikir positif? Di mana kelemahan berpikir positif? Bukankah kita dilarang menanamkan kebiasaan berpikir negatif terhadap suatu persoalan? Di dalam buku ini dinyatakan bahwa mengandalkan berpikir positif saja belumlah cukup!

Disebutkan, positive thinking justru sering menghambat, menipu pikiran kita, seolah-olah kita sudah mencapai apa yang kita inginkan sehingga melemahkan keuletan kita dalam usaha mencapainya. Sebaliknya, sekadar menyuruh orang berpikir realistis saja juga tidak memberikan hasil yang lebih baik.

Berangkat dari pemikiran tersebut, diusulkan apa yang disebut dengan mental contrasting, yaitu menggabungkan positive thinking (membayangkan hasil yang diharapkan telah tercapai) dengan memikirkan juga hambatan-hambatan apa saja yang mungkin akan ditemui. 

Penelitian menyebutkan bahwa mereka yang menerapkan mental contrasting ini terbukti memperoleh pencapaian yang lebih baik daripada semata-mata mengandalkan pola berpikir positif.

Hidup Selaras dengan Alam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun