Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gelegak Ekspresi dalam Pesona Tari Trunajaya dan Gamelan Gong Kebyar

16 September 2020   22:32 Diperbarui: 17 September 2020   12:38 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: seringjalan.com (Tari Trunajaya)

Saya hampir selalu mendapat undangan setiap kali ada pagelaran Pesta Kesenian Bali (PKB). 

Pesta kesenian rakyat itu biasanya diselenggarakan di Art Centre Denpasar, Bali. 

Pada umumnya PKB digelar sebulan lamanya, antara pertengahan Juni hingga pertengahan Juli setiap tahunnya.

Berbagai Lomba di PKB

Sebelum diadakan PKB di tingkat provinsi, terlebih dahulu akan dilaksanakan PKB di tingkat kabupaten/kota se-Bali. Para juara di tingkat kab./kota inilah yang mewakili daerahnya untuk unjuk kebolehan  ke tingkat provinsi.

Tentu saja yang mewakili itu merupakan hasil seleksi yang sangat ketat sehingga setiap peserta yang lolos seleksi diharapkan mampu menyuguhkan performa terbaik.

Banyak jenis kesenian yang ditampilkan di PKB, misalnya gong kebyar mebarung, lomba tari, pameran, lomba busana Bali, lomba mejejahitan -- membuat sarana upakara ala Bali, lomba mekidung, lomba memasak ala Bali, lomba mendalang, dan banyak lagi yang lainnya.

Inilah salah satu cara pemerintah dan masyarakat Bali melestarikan dan merawat kesenian klasik warisan leluhur. Begini pula upaya pemerintah dan masyarakat agar  selalu bersemangat dalam  menciptakan berbagai  kreasi baru yang melengkapi kesenian sebelumnya.

Diyakini, dengan pagelaran PKB, baik di tingkat kabupaten/kota maupun tingkat provinsi pada setiap tahunnya, kesenian klasik dan kreasi baru bisa terjaga dan tumbuh secara bersama-sama demi memperkaya khasanah seni budaya daerah ini.

Dengan modal seni budaya inilah Bali menjadi salah satu tujuan wisata nusantara dan mancanegara, di samping karena keelokan alamnya. Bali menjadi menarik dengan destinasi wisata yang banyak dikunjungi turis, juga kian meriah dan dinamis dengan degup gerak kreasi masyarakat yang tak pernah berhenti berkesenian.

Di samping itu, adat-istiadat di Bali dipegang demikian erat oleh warganya. Di bawah kepemimpinan Gubernur Bali saat ini, I Wayan Koster, adat dan seni budaya  semakin mendapat perhatian pemerintah daerah setempat. Tujuannya adalah  agar Bali tetap kokoh dengan jati dirinya. 

Mengenal Tari Trunajaya

Bersamaan dengan itu, pelbagai bentuk kesenian juga berkembang dengan subur, termasuk berbagai tarian. Beberapa diantaranya yang cukup dikenal, yaitu Tari Kecak, Tari Barong, Tari Pendet, Tari Baris, dan Tari Topeng.

Salah satu tarian Bali yang saya perkenalkan adalah Tari Truna Jaya yang berasal dari Kabupaten Buleleng, Bali.

Sebuah sumber menyebutkan bahwa tari Trunajaya diciptakan pada tahun 1915 oleh Pan Wandres dalam bentuk Kebyar Legong. Kemudian, tarian ini  disempurnakan lagi oleh seniman asal Bali juga yang bernama I Gede Manik.

luh-menek-3-1024x576-5f62a1a9d541df714b01b5f8.jpg
luh-menek-3-1024x576-5f62a1a9d541df714b01b5f8.jpg
Sumber gambar: koranbuleleng.com (Luh Menek sedang melatih).

Kedua tokoh seniman itu sudah lama wafat. Adalah Luh Menek, penari generasi pertama yang menjadi penerus tarian ini  hingga sekarang. Pada usianya yang kini sudah mendekati 81 tahun- kelahiran 31 Desember 1939, ia masih  energik menarikan Trunajaya dan sibuk melatih para penari berusia muda. 

Bahkan, seperti dikisahkan, dulu ia pernah membawakan tarian ini di hadapan Presiden Soekarno di Istana Kepresidenan Bogor. "Saya bangga bisa menari di hadapan Presiden waktu ini. Tidak ada perasaan grogi," ujar Luh Menek saat diwawancarai wartawan. 

Disebutkan, Presiden Soekarno berpesan secara khusus kepada Luh Menek agar melestarikan kesenian Bali, termasuk Tari Trunajaya. "Saya masih ingat, Presiden Soekarno berpesan kepada saya sambil menepuk pundak saya. Ia berpesan agar saya terus semangat menari dan melanggengkan Tari Trunajaya ini agar tidak dilupakan orang," imbuh Luh Menek.

Arti Kata "Trunajaya"

Trunajaya berasal dari dua kata "truna" dan "jaya".   "Truna" berarti pemuda" dan "jaya" diinterpretasikan sebagai semangat atau gairah muda yang diwujudkan dengan energi yang besar.

Tari Trunajaya menggambarkan gerak-gerik pemuda yang telah beranjak dewasa yang demikian dinamis saat berusaha mencari cara untuk memikat hati lawan jenisnya. 

Tarian ini terbilang sangat ekspresif menandakan energi yang begitu besar yang dimiliki oleh pemuda yang sedang memikat hati gadis pujaannya.

Kendati dideskripsikan sebagai seorang pemuda, namun tarian ini lebih sering dibawakan oleh penari wanita dengan kostum pria yang penuh warna. 

Tari Trunajaya  termasuk ke dalam tarian balih-balihan atau tarian hiburan(tontonan), berbeda dengan tarian sakral. Sebagai tarian hiburan, tari Trunajaya bisa dipentaskan di mana saja. Bisa dipentaskan di halaman pura, di panggung terbuka, dan tempat lainnya.

Kostum Pria, Penari Wanita

Para penari yang mementaskan tari Trunajaya menggunakan kostum yang khas dengan banyak atribut. Karena memperlihatkan karakter laki-laki, maka perempuan yang menarikannya mengenakan kostum sedemikian rupa sehingga tampak gagah sekaligus ekspresif.

Tarian ini dilengkapi dengan properti yang disebut "kepet" di tangan sang penari. Kepet dalam bahasa Indonesia disebut dengan kipas. Di samping menari, kepiawaian memainkan kepet juga tampak dalam gerak tari Trunajaya ini.

Lebih Jauh tentang Gong Kebyar

Sumber gambar: metrobali.com ( Gong Kebyar)
Sumber gambar: metrobali.com ( Gong Kebyar)
Seperti diketengahkan di depan, tari Trunajaya diiringi dengan  gamelan gong kebyar. Perpaduan antara tarian ini dengan gong kebyar membuahkan  suasana benar-benar meriah, hidup, dan sangat dinamis.

Lalu, apakah gong kebyar itu? Sebuah sumber menyebutkan bahwa gong kebyar adalah gabungan (barungan, bahasa Bali)  gamelan Bali sebagai perkembangan terakhir dari Gong Gede, memakai laras pelog lima nada, yaitu : nding, ndong, ndeng, ndung, ndang.

Selanjutnya, gong kebyar dapat diartikan suatu barungan gamelan gong yang di dalam permainannya sangat mengutamakan kekompakan suara, dinamika, melodi, dan tempo yang semuanya sangat dinamis.

Style gong kebyar bisa sedikit berbeda. Perbedaan itu didasarkan pada kepiawaian mengolah melodi dengan berbagai variasi permainan dinamika yang dinamis dan permainan tempo yang diatur sedemikian rupa serta didukung oleh teknik permainan yang cukup tinggi.

Dalam berbagai referensi tentang gamelan Bali diketahui bahwa gamelan gong kebyar baru muncul pada permulaan abad ke-20.  Pertama kali diperkirakan muncul tahun 1915 di Bali Utara,  tepatnya di Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Bali. 

Begitulah, Pesta Kesenian Bali ke-42 tahun 2020 yang rencananya kembali  menghadirkan berbagai kesenian -- tak terkecuall tari Trunajaya dengan gong kebyarnya, terpaksa ditiadakan lantaran pandemi covid-19.

Kendati  demikian, semangat berkesenian di seluruh daerah  di Bali tak pernah padam.

( I Ketut Suweca, 16 September 2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun