Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis Artikel yang Semakin Berkualitas, Sebuah Tantangan!

12 September 2020   18:25 Diperbarui: 13 September 2020   12:39 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teringat ketika saya mendaftarkan diri di kompasiana.com pada 24 Desember 2010. Perkenalan dengan kompasiana berkat ajakan seorang sahabat, Wisnaya Wisna,  yang lebih dahulu menjadi kompasianer. Sahabat saya inilah yang mendorong saya untuk mendaftar dan menulis di platform yang dikencani banyak penulis ini.

Jatuh Hati dengan Kompasiana

Sejak saat itu saya sering menulis di kompasiana, kendati juga meluangkan waktu menulis untuk koran. Walau pun sahabat yang mengajak bergabung tidak aktif lagi, namun saya menjadi keterusan. Lama-lama saya jatuh hati dengan kompasiana.

Demikianlah, saya menulis dan terus menulis. Seperti pernah saya kisahkan pada artikel sebelumnya, saya sempat 'menghilang tanpa kabar berita' dari sini karena urusan sekolah. Menulis sesekali di kompasiana sebenarnya tak akan mengganggu konsentrasi studi saya, tapi saat itu saya memilih jeda untuk waktu yang lama.

Sekadar Menulis

Teringat pada awal-awal menulis, artikel saya hanya seadanya. Saya sekadar menulis. Yang penting bisa melepaskan unek-unek. Begitu pikir saya waktu itu. Akhirnya saya pun menulis sekadarnya dan sekehendak hati.

Kalau dilihat dari sekarang, saya merasa artikel-artikel yang saya tulis ada tahun-tahun awal bergabung jauh dari sebutan berkualitas. Saya sedikit menyesal, mengapa saat itu saya sekadar menulis, sama sekali tidak memaksimalkan kualitas karya.

Padahal, jika menulis untuk koran cetak waktu itu, saya selalu berusaha menulis dengan sebaik-baiknya. Jika artikel saya rasa belum baik, saya tidak akan buru-buru mengirimnya ke koran.

Artikel yang saya kirim ke koran mesti memiliki kualitas sebaik-baiknya yang saya bisa dan dengan hasil pengetikan yang bersih, tanpa kesalahan. Jika tidak, maka kemungkinan besar artikel tersebut akan ditolak redaksi.

Alhasil, banyak tulisan saya dimuat di beberapa koran saat itu. Sebagian kliping korannya masih saya simpan. Dan, dampak ikutannya yang menyenangkan: honorarium mengalir lancar.

Namun, sejak bertemu kompasiana, minat saya menulis di media koran sedikit demi sedikit berkurang. Saya mulai berpaling hati, he he he. Saya menulis di koran sesekali saja itu pun karena dorongan seorang kawan yang juga penulis. Sebaliknya, saya mulai rutin menulis di kompasiana hingga sekarang.

Berusaha Menjadi Lebih Baik

Setahun belakangan saya mulai menyadari betapa pentingnya mengedepankan kualitas tulisan di platform ini. Apalagi ada sejumlah penilaian melalui fitur yang disediakan, baik penilaian dari sesama kompasianer maupun dari redaksi media ini.

Saya pun bertambah semangat. Tak lagi sekadar menulis, bahkan menulis dengan usaha yang lebih baik sehingga berharap bisa membuahkan artikel yang lebih baik dibanding sebelumnya. Saya harus mengusahakan kualitas kendati mesti bekerja keras untuk mencapainya.

Walaupun masih banyak sekali kekurangan pada artikel-artikel yang berhasil saya selesaikan, semangat menulis di kompasiana tak pernah padam. Saya bahkan seperti kecanduan menulis di sini sehingga setiap ada waktu saya akan berusaha menulis.

Persoalan Konten

Ada banyak hal yang mesti saya pelajari dan benahi agar bisa menulis dengan hasil yang lebih baik. Misalnya, mengupayakan data pendukung tulisan masih belum saya lakukan. Alhasil, artikel-artikel saya pada umumnya tidak mengandung data yang, jika dipenuhi, mungkin akan menjadikannya lengkap dan lebih baik.

Akan tetapi, saya sedikit terhibur setelah mendengar ucapan Mohamad Sobari yang menyitir pesan yang disampaikan Pak Jakob Oetama. Berikut petikannya.

"Sebenarnya tulisan di halaman 6 itu (kolom Opini Kompas, maksudnya) janganlah artikel. Terasa akademik. Yang saya mau adalah tulisan reflektif, yang nyeni. Tulisan itu berbicara dan mengajak para pembacanya."

"Harap diingat pembaca Kompas 'kan orang yang sudah capek. Kalau ia dosen, maka ia juga sudah capek. Jangan dijejali teori lagi di situ. Pun kalau data terlalu banyak di situ, ya, orang statistik tak akan membaca Kompas."

"Lalu, barangkali Anda memenuhi apa yang saya inginkan itu karena Anda ngomongnya (menulis, maksudnya) sak senangnya sendiri, tak ada data, tak ada apa."

"Fungsi tulisan reflektif itu memberi perspektif dan mungkin menantang pemikiran pembaca dengan bahasa yang renyah," ujar budayawan Mohamad Sobari menyampaikan pesan Pak Jakob sekaligus meniru gaya bicaranya pada sebuah wawancara dengan Kompas TV belum lama ini.

Jadi, jika demikian data pendukung memang diperlukan tapi tidak wajib ada dan kalaupun ada tak boleh berlebih. Hanya sebagai pelengkap. Yang terpenting adalah pendapat atau pemikiran penulisnya.

Penggunaan Bahasa

Itu baru yang berkaitan dengan isi. Belum lagi kalau kita memerhatikan penggunaan bahasa yang harus baik dan harus benar.

Bagi saya, hal ini masih menjadi persoalan. Kendati pernah mempelajari bahasa dan mempraktikkannya cukup lama, tetap saja ada hal-hal tertentu yang mesti saya pastikan sebelum menggunakannya. Untuk memberikan kepastian itu, saya harus sering membuka buku pedoman berbahasa. Saya juga harus searching google.

Menjadikan sebuah artikel memiliki kualitas konten yang bagus dengan penggunaan bahasa pengantar yang baik menuntut saya belajar dan belajar tiada henti. Tak hanya memikirkan apa materi yang hendak ditulis, bahkan juga bagaimana menuliskannya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan rambu-rambu kebahasaan.

Beruntung ada sahabat di kompasiana yang ahli dalam teori dan praktik penggunaan Bahasa Indonesia. Dari tulisan beliaulah saya kerap belajar di samping dari buku-buku panduan yang tersedia.

( I Ketut Suweca, 12 September 2020).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun