Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Pesona Layang-layang di Langit Bali

22 Agustus 2020   20:36 Diperbarui: 23 Agustus 2020   08:21 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Tirto.ID (tipe layangan bebean).

Layang-layang panjang

Ekornya berjuari

Putuslah talinya

Diterbangkan angin

Mari kita kejar

Memegang talinya

Mari kita kejar 

Memegang talinya

Begitulah sepotong lagu yang selalu terkenang saat saya masih di kampung halaman, dulu. Bagi anak-anak, yang namanya layang-layang (layangan - Bahasa Bali) itu menjadi bagian dari kesenangan dan permainan. Anak-anak petani, seperti saya, usai membantu orangtua mengerjakan segala jenis pekerjaan di sawah dan mengurus hewan peliharaan, akan dilanjutkan dengan bermain layang-layang.

Angin Semilir dan Stabil

Biasanya bermain layangan paling ramai dilakukan kalau angin sedang berhembus semilir dan stabil. Momen ini dicari agar layangan bisa diterbangkan dengan mudah. Semua pencinta akan turun ke sawah untuk bermain layang-layang.

Pada saat itu biasanya sawah masih dalam kondisi peralihan dari memanam  kedelai, semangka, dan sejenisnya ke menanam padi. Masa kosong di antara itulah kami, anak-anak dan remaja, bahkan dewasa, akan turun ke sawah bermain layang-layang.

Layangan yang diterbangkan kebanyakan yang berukuran kecil. Setiap orang akan membawa satu layangan. Kalau ada yang tidak membawa, siap-siap jadi penonton saja. 

Sekarang layangan banyak dijual di warung atau di pasar. Tetapi, zaman saya kecil dulu, layangan biasanya dibuat sendiri di rumah. Saya jadi terbiasa membuat layangan sederhana saat itu.

Kalau layangan yang diterbangkan putus atau nyangkut di pohon, berarti kami harus membuat yang baru lagi. Jadi, di rumah mesti selalu sedia kertas layangan (kertas minyak), lem, bambu, tali pengikat, dan lainnya. Tak lebih dari satu jam lamanya, sebuah layangan kecil dan sederhana yang disebut bebean sudah siap diterbangkan ke udara.

Layangan Berukuran Besar

Tak hanya layangan kecil. Orang-orang dewasa pada umumnya membuat kelompok-kelompok yang terdiri dari 7-10 orang untuk membuat layangan berukuran besar. Misalnya, dengan lebar 2-3 meter dengan panjang 3-4 meter. Variasi ukurannya ada banyak.

Layangan sebesar itu dibuat dari kain, bukan dari kertas atau plastik. Pada umumnya ada dua tipe umum layangan, yakni tipe bebean seperti saya sebutkan di atas ada pula tipe layangan janggan. Tipe bebean itu bentuknya agak mirip dengan ikan, sedangkan tipe layangan janggan mirip dengan burung elang.

Pembaca bisa membayangkan bagaimana cara menaikkannya ke udara? Akan ada beberapa orang yang bersiap memegang bagian ekornya dan membuat layangan  berdiri dan sedikit condong ke depan lalu mendorongnya ke atas. Sementara itu, di ujung tali sana ada beberapa orang yang bertugas menarik layangan itu hingga mengudara cukup tinggi.

Jangan coba-coba seorang diri memegang tali layangan besar itu. Pasti diseret oleh layangan yang sedang diterpa angin. Biasanya minimal dibutuhkan 5-7 orang untuk memegang talinya, tergantung ukuran layangannya. Kemudian,  sedikit demi sedikit tali diulurkan sampai layangan melambung di langit bahkan sampai menembus awan. Kemudian, tali layangan itu pun diikatkan di pohon besar seperti pohon kelapa.

Melihat layangan hilang muncul di antara awan di langit, sungguh menyenangkan. Apalagi di layangan itu diikatkan guangan (alat sebentuk busur yang diikatkan di kepala dan/atau  di pinggang layangan yang kalau diterpa angin akan menimbulkan suara  merdu).

Suara Guangan Sayup-sayup

Tak hanya siang hari layangan-layangan besar diterbangkan, bahkan banyak yang diinapkan hingga keesokan harinya. Nah, ketika malam hari, akan terdengar suara guangan-nya sayup-sayup, ngung...ngung...ngung...  menyejukkan hati. Kalau ada lebih dari satu layangan yang sedang mengudara, maka suara guangannya pun akan terdengar sahut-menyahut membelah suasana malam  yang sunyi.

Jika pada malam itu kita ke luar rumah dan memandang ke langit, mungkin layangan itu tak akan tampak, tapi dengan mendengar suara guangan, kita bisa meyakini bahwa layangan itu masih mengudara, tidak putus talinya, misalnya.

Lomba Layangan

Beberapa tahun lalu, sejumlah komunitas di Bali  menyelenggarakan lomba layang-layang. Biasanya mengambil tempat lapang yang luas. Pada umumnya layangan yang diikutkan dalam perlombaan kebanyakan berukuran besar.

Ada yang tipe layangan bebean, ada pula yang bertipe layangan janggan, dengan beberapa variasinya. Bukan tidak mungkin ada penyuka layang-layang yang membuat kreasi yang sama sekali baru dengan tampilan layangan yang berbeda. Itulah bentuk kreativitas masyarakat penyuka layangan.

Hal yang menarik, lomba itu diikuti oleh banyak peserta dan ditonton tak hanya oleh masyakarat lokal, bahkan para turis pun turut menyaksikan prosesi menerbangkan layangan itu. Dan, seringkali prosesi itu diiringi oleh suara musik tradisional (gambelan -- Bahasa Bali) baleganjur, sebuah jenis gamelan pengiring yang dihadirkan untuk memeriahkan suasana dan menambah semangat peserta lomba.

Kendati tahun-tahun ini tak lagi ada lomba, namun layangan-layangan itu masih tetap menghiasi langit Bali. Sekarang pun kita masih menemukan sejumlah layangan mengudara di langit Pulau Dewata. 

Bali memang tak pernah surut dari kreasi seni dan budaya.

( I Ketut Suweca, 22  Agustus 2020).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun