Sudah tiga minggu belakangan ini saya menjadi juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di daerah. Menyampaikan siaran pers pada pukul 14.00, setiap hari. Mau hari kerja atau libur, pokoknya siaran press release tetap harus dilaksanakan. Karena ini tugas negara yang di dalamnya ada kepercayaan (trust) dari pimpinan, maka saya jalani dengan senang hati dan tulus ikhlas.
Tiga Bentuk Pemberitaan
Dalam pelaksana tugas ini diperlukan waktu beberapa jam lamanya, mulai dari persiapan hingga rekaman. Belum termasuk memformatnya menjadi sebuah tayangan yang baik sehingga layak dikonsumsi publik. Pertama, harus dalam bentuk video, kedua, dalam bentuk infografik, dan ketiga dalam bentuk berita (straight news). Beruntung saya dibantu oleh tim pemberitaan dan IT yang hebat dan solid.
Sebelum membacakan data dan informasi penting sekitar perkembangan penanganan Covid-19, semua data dan informasi itu harus diperiksa secara berjenjang. Â Maksudnya tiada lain agar data dan informasi yang disampaikan benar-benar tepat, tidak ada kekeliruan. Maklum, karena informasi ini untuk konsumsi para wartawan media cetak dan elektronik, termasuk masyarakat luas.
Menjadi Populer
Karena tugas saya seperti itu, maka foto-foto saya jadi sering muncul di berbagai media melengkapi informasi dan data yang saya berikan. Karena tugas ini saya jadi terkenal, minimal dalam scope terbatas, he he he.
Tetapi, 'hadiah'-nya tak selalumenyenangkan, saya juga sering diuber-uber rekan-rekan wartawan, ditanya ini dan itu seputar perkembangan covid-19. Persis seperti selebritis, he he he. Sering saya hanya bilang, bukan kewenangan saya untuk menjawab pertanyaan mereka.
Sepanjang pengamatan saya selama mengikuti perkembangan Covid-19 ini, sudah banyak hal yang dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ada upaya mencegah dan mengatasi serangan Covid-19, termasuk dampak yang diakibatkannya, tak terkecuali upaya menebar jaring pengaman sosial agar masyarakat bisa diringankan beban mereka lantaran dampak ekonomi pandemi ini.
Beberapa hal yang menjadi masalah yang masih mengganjal di lapangan adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa Covid-19 ini berbahaya, bagai hantu yang bergentayangan, mengincar mereka yang lengah. Bagaimana membuat masyarakat patuh terhadap protokol kesehatan.
Mengabarkan Protokol Kesehatan
Pemerintah pusat dan daerah secara berjenjang tak henti-hentinya mengumumkan betapa pentingnya memproteksi diri dengan protokol kesehatan dalam tatanan hidup era baru ini.
Sudah seringkali diingatkan bahwa kenormalan baru sekarang berbeda jauh dengan pengertian kenormalan sebelum Covid-19 melanda. Kalau sebelum pandemi, orang biasa hidup normal seperti sedia kala. Tetapi, sekarang, pada saat new era, kenormalan itu tak sama dengan dulu.
Kenormalan masa kini adalah kenormalan era baru yang disertai dengan berbagai persyaratan yang menyangkut protokol kesehatan. Seperti kita ketahui, protokol kesehatan itu merupakan hal wajib diterapkan oleh siapa pun, antara lain meliputi mencuci tangan menggunakan sabun di air mengalir, Â gunakan hand sanitizer, menggunakan masker dengan benar saat ke luar rumah, dan hindari keramaian atau melakukan physical distancing (menjaga jarak). Tentang hal ini, saya kira, sudah banyak warga masyarakat yang mengetahuinya.
Tahu tapi Tidak Melakukan
Hanya sayang, pengetahuan tentang protokol kesehatan itu tak selalu dibarengi dengan penerapan yang baik di lapangan. Masih ada masyarakat yang tidak mengindahkan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun di air mengalir atau menggunakan hand sanitizer.
Tak kurang pula anggota masyarakat yang tidak mengenakan masker. Kalau pun memakai masker, tapi tidak mengenakannya secara benar. Hanya menutup dagu, tidak menutup mulut dan hidung sekaligus. Padahal seharusnya, masker itu untuk menutup hidung dan mulut, area ter-rentan masuknya penularan Covid-19.
Lalu, bagaimana dengan physical distancing? Apalagi ini, jauh panggang dari api. Masih ada masyarakat yang suka bergerombol, tak peduli dengan protokol kesehatan. Memprihatinkan  melihat hal-hal seperti ini. Akibatnya, penularan Covid menunjukkan peningkatan yang signifikan dari hari ke hari.
Menganggap Remeh Masalah
Jika diingatkan, apa kata satu dua orang dari mereka? "Kalau sudah waktunya mati, ya, mati. Duluan dan belakangan saja." Demikianlah jawaban ringan yang keluar dari mulut mereka.
Ketika terjadi kasus terkonfirmasi di dekat orang seperti di atas, barulah dia seperti orang yang sedang kebakaran jenggot. Ia pun akan segera angkat bicara, pemerintah dituding kurang begini, tidak begitu. Sumpah serapah pun bisa keluar. Belum lagi di media sosial, arena di mana setiap orang bebas melampiaskan unek-uneknya tanpa peduli UU ITE yang bisa saja menjerat mereka.
Kapankah kesadaran akan muncul? Sepertinya perlu kesabaran. Pemerintah pusat dan daerah tak akan bisa menyelesaikan semua persoalan dengan baik apabila tak ada bantuan dan kerjasama para pihak terkait, termasuk dari masyarakat secara keseluruhan. Kerjasama dan sinergitas sangat diperlukan pada semua tingkatan, mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaannya di lapangan.
Penegakan Hukum Diperlukan
Pemerintah di semua lini pun dituntut untuk bersabar mengurus segala macam hal, mulai dari yang urgent hingga segala tetek-bengek masalah terkait covid-19.Â
Belakangan ini, Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Â No. 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Diharapkan seluruh Daerah, mulai dari tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota hingga tingkatan paling bawah (Desa) menindaklanjutinya dengan peraturan atau instruksi yang berkesesuaian sehingga bisa  diimplementasikan. Inpres 6/2020 memuat langkah-langkah peringatan lisan dan tertulis serta sanksi denda, bahkan pidana bagi pelanggar protokol kesehatan.
Kalau mengandalkan imbauan-imbauan saja, rupanya tetap saja ada masyarakat yang tak mau patuh bahkan ada yang meremehkan ancaman Covid-19. Dengan adanya aturan yang disertai sanksi, diharapkan masyarakat akan lebih patuh dengan tetap membuka ruang gerak mereka mencari penghidupan.
(Â I Ketut Suweca, 16 Agustus 2020).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H