Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Buku-buku yang Menunggu Dibaca, Izin, Saya Jogging Dulu

18 Juli 2020   10:16 Diperbarui: 18 Juli 2020   16:58 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pantai Segara Penimbangan di pagi hari. Sumber gambar: pribadi.

Hari ini sudah ada dua buku yang menunggu dibaca. Pertama, buku berjudul Cara Bersikap Tegas dalam Segala Situasi karya Sue Hadfield dan Gill Hasson. Buku terjemahan ini berjudul asli How to Be Assertive in Any Situation. Versi Bahasa Indonesia-nya diterbitkan oleh BIP, Kelompok Gramedia, cetakan kedua, 2019.

Kedua, buku karya Malcolm Gladwell yang bertajuk Talking to Strangers, sebuah buku international best seller yang diterbitkan Gramedia. Buku berkulit putih ini baru pertama kalinya diterbitkan ke dalam Bahasa Indonesia tahun 2020 ini.

Kedua buku tersebut sangat menggoda untuk ditelusuri isinya untuk kemudian disajikan ke sidang pembaca di kompasiana. Akan tetapi, untuk kali ini, saya tahan dulu niat membaca buku dimaksud lantaran ingin menikmati hari libur dengan sedikit lebih santai sehingga kondisi lebih fresh.

Pantai Segara Penimbangan

Sesuai kesepakatan kemarin malam, pagi ini kami hendak jalan-jalan sejenak ke sebuah tempat wisata di seputaran kota sekaligus jogging di sepanjang jalan di pinggir pantai. Nama kawasan tersebut adalah Pantai Segara Penimbangan, tak jauh dari pusat kota Singaraja, Bali,  sebuah area yang sangat bagus untuk bersantai sambil berolahraga di sepanjang jalan ber-aspal di sepanjang pantai.

Dengan berkendara, kami berangkat dari rumah bersama istri dan dua anak yang kebetulan sedang di rumah, meluncur menuju kawasan cantik itu. Setelah memarkir kendaraan di sebuah lokasi yang kosong, kami pun mulai melangkahkan kaki menyusuri jalan sepanjang sekitar 1,5 km. Paling tidak 3 kali kami bolak-balik menyusuri jalan itu dengan langkah yang relatif cepat.

Langkah kaki terasa ringan saja karena sambil berjalan kami juga ngobrol ngalor-ngidul. Sesekali bertegur sapa juga jika kebetulan bertemu dengan kawan-kawan yang juga sedang jogging di kawasan tersebut. Tak lama kemudian, tubuh pun bercucuran keringat.

Nasi Jinggo dan Teh Manis

Kami sempatkan istirahat sejenak sambil menikmati indahnya pantai berpasir hitam dengan ombaknya yang selalu berdenyut itu. "Pak, saya pesan 4 nasi jinggo dan empat teh hangat manis ya," begitu anak pertama saya menyampaikan kepada pemilik warung di pinggir pantai itu.

Kami berempat pun mengambil tempat duduk yang menghadap ke laut. Memandang denyutan ombak, melihat perahu yang "parkir" di pesisir pantai, dan perahu yang tengah berlayar di kejauhan, sangat menyenangkannya. Bukan pertama kalinya saya jogging di tempat ini, ini sudah kesekian kalinya, termasuk duduk sejenak sambil sarapan.

"Ini Pak pesanannya," ujar pedagang sambil meletakkan makanan dan minuman yang kami pesan. Pedagang warung yang bermerek "Isabella" itu tersenyum kepada kami. Ia baru saja buka. Jadi, kami adalah pembeli pertamanya.

Bagi pedagang  pasar tradisional di Bali, pembeli pertama yang juga menjadi pembayar pertama sangat disyukuri. Uang yang dibayarkan oleh pembeli pertama dikenal dengan sebutan penggarus. Penggarus itu menjadi semacam rasa syukur pedagang kepada Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa atas mulai terjualnya dagangannya, sekaligus berharap akan datang lagi pembeli-pembeli lainnya sehingga barang dagangan menjadi laris manis. 

Ucapan pedagang begini: "garus ... garus... garus,"  sambil tangan kanannya bergerak menyentuh-nyentuhkan uang penggarus  tersebut di atas barang dagangannya. Jika Anda pergi ke pasar tradisional mana pun di Bali yang kebetulan juga menjadi pembeli pertama di lapak pedagang, Anda akan bisa menyaksikan "aksi" pedagang seperti itu.

Antara Sawah dan Laut

Pantai Segara Penimbangan di pagi hari. Sumber gambar: pribadi.
Pantai Segara Penimbangan di pagi hari. Sumber gambar: pribadi.

Kembali ke topik. Mengapa nama pantai ini disebut Segara Penimbangan? Karena, di sisi timur tempat kami berjalan kaki menapaki pantai terdapat sebuah pura yang cukup besar yang disebut dengan Pura Segara Penimbangan. Nama pantai ini rupanya diambilkan dari nama Pura tersebut agar mudah mengingatnya.

Pura ini tepat berada di pinggir laut, di depan Pura adalah laut dan di belakangnya areal persawahan yang luas dan hijau. Para petani menanam tembakau di samping bertanam padi. Jika kita melangkahkan kaki, maka di kiri-kanan kita akan didominasi oleh dua pemandangan nan asri, laut dan persawahan.

Karena lingkungannya masih sangat alami dan asri, maka banyak masyarakat kota Singaraja dan sekitarnya berolah raga di sini, menikmati udara yang masih segar, alami, dan sejuk disertai desiran angin pantai yang menyentuh lembut.

"Berapa semuanya Pak?" tanya anak saya kepada pedagang. "Semuanya Rp.49.000,- Dik," jawab pedagang ramah. Usai sarapan nasi bungkus berteman teh hangat manis, kami pun menyelesaikan kegiatan berolah raga ringan sekaligus menikmati kesantaian sejenak di pagi ini.

Tiba kembali di rumah, saya bergegas hidupkan laptop dan mulai menulis, melaporkan aktivitas pagi sebelum mulai membaca  buku baru itu.

( I Ketut Suweca, 18 Juli 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun