Hari ini adalah hari libur, Sabtu. Saya, istri, dan anak-anak berada di rumah. Masing-masing dari kami  memiliki aktivitas. Saya pun mencoba membuka laptop, hendak menulis. Tapi, menulis tentang apa? Masih berpikir. Masih mencari inspirasi!
Sementara saya tinggalkan laptop, lalu pergi ke beranda rumah. Saya ikuti anak yang sedang olah raga yoga di situ. Ikut bergerak pelan dengan seluruh perasaan, seperti yang anak saya lakukan.
Setelah melakukan beberapa gerakan ternyata perasaan menjadi lebih fresh, lebih segar. Bergerak perlahan sambil menghirup udara yang sejuk di bawah sinar lembut matahari pagi alangkah menyenangkannya.
Menulis Catatan Harian
Usai ikuti anak berlatih senam di beranda rumah, saya mengambil buku. Sebuah buku tentang menulis dari Iqbal Dawami, terbitan Leutika, tahun 2010.Â
Buku bagus yang saya beli tahun 2011 ini banyak bertutur tentang keajaiban menulis sehingga diberi judul The Miracle of Writing. Dari buku ber-cover merah kecoklatan ini, penulisnya memaparkan tentang keajaiban menulis, termasuk kegunaan menulis diary.
Ketika mulai membaca buku ini secara sekilas, tiba-tiba saya teringat dengan tulisan Bapak Rustian Al Ansori dengan judul Gara-gara "Gatal" Menulis Jadi Hobi Baru Menulis di Buku Harian yang belum lama saya baca di blog bersama, kompasiana.
Pak Rustian, kompasianer yang selalu aktif menulis ini bertutur tentang keaktifan beliau kembali menulis di buku harian. Salah satu tujuan beliau adalah untuk membiasakan diri kembali menulis dengan tulisan tangan.
Seperti dikatakan, kita lebih sering menulis dengan perangkat berteknologi seperti smartphone, laptop, komputer, dan sejenisnya. Gagasan Pak Rustian bagus sekali, mengajak kita semua untuk tidak lupa menulis tangan.
Menulis tangan dengan indah sudah saya pelajari di SD, di kelas satu dan dua. Bapak atau ibu guru -- dua diantaranya bernama Pak Munggah dan Pak Buntik, Â melatih kami bagaimana teknik menulis dengan indah, menulis tebal-tipis-halus. Mana huruf yang lebih tinggi daripada yang lain.
Biasanya kami berlatih dengan menggunakan buku bergaris yang di antara garis itu terdapat garis tipis di tengahnya sebagai pemandu. Dikenal dengan sebutan Buku Garis Tiga.Â
Kami, para murid, harus menulis dengan pelan-pelan dan dengan penuh perasaan. Juga, dengan hati-hati, karena ada bagian yang mesti tebal, ada bagian yang tipis. Untuk satu huruf saja, ada bagian yang ditebalkan dan ditipiskan. Kalau ditulis dengan menggunakan pensil, keindahannya akan tampak jelas sekali.
Kembali Menulis Diary
Hanya saja, tak seperti di awal ketika ditulis, tulisannya masih terang dan mudah dibaca, kini warnanya sudah mengabur, meleleh, memudar karena dimakan waktu. Sudah "ambyar," kata Mark Manson. Tapi, tak mengapa, masih tetap bisa dibaca kok.
Apa sih manfaat menulis di buku harian? Salah satunya tentu saja agar kelak bisa dilihat-lihat, membaca bagian-bagiannya, jadi semacam upaya mengenang masa lalu.Â
Apa yang pernah kita rasakan di masa silam, apa yang terpikir saat itu, apa peristiwa yang terjadi dan bagaimana pula pandangan kita terhadap peristiwa tersebut, bisa ditelusuri melalui diary.
Selain itu, menulis diary menjadi arena latihan mensinergikan tangan, pikiran, dan perasaan (hati) sehingga terwujud gagasan yang terangkai manis dalam bentuk tulisan.
Buku diary juga menjadi wahana yang tepat untuk mencurahkan unek-unek yang mengganjal, kesedihan, kegembiraan, sakit hati, pokoknya menjadi tempat curhat. Buku diary menjadi wadah yang siap menampung semua unek-unek yang berkelindan di dalam  pikiran dan batin kita.
Dan, jangan lupa, catatan harian bisa menjadi buku yang diterbitkan yang bisa membuat si penulis jadi terkenal. Tak percaya? Lihatlah, Soe Hok Gie, Ahmad Wahib, Zlata Filipofic dan Anne Frank, yang menjadi terkenal setelah buku cacatan harian mereka diterbitkan.
Seperti disebut di dalam buku Iqbal Dawami, catatan harian itu berisi pandangan penulisnya terhadap suatu peristiwa yang tengah berlangsung yang kemudian sebagai sebuah cacatan penting dalam sejarah.
Memetik "Miracle" dari Menulis
Dalam buku Miracle of Writing tersebut, Iqbal juga menguraikan tentang keajaiban menulis. Ternyata keajaiban yang lahir dari kegiatan menulis lumayan banyak. Ia menjelaskan, Â menulis itu bisa merupakan sebuah terapi, menulis bisa membebaskan diri dari deraan bantin, dan menulis pun bisa mengubah cara berpikir.Â
Selain itu, menulis bisa mengatasi kebiasaan buruk dan bisa menjadi alat transformasi diri. Di samping itu, menulis juga bisa mengubah perilaku dan membantu kinerja memori menjadi lebih baik.
Demikian banyak keajaiban yang bisa dipetik dari kegiatan menulis. Kita yang sudah terus menulis di kompasiana semoga mendapatkan banyak "miracle" seperti dikatakan Iqbal Dawami.Â
(Â I Ketut Suweca, 22 Mei 2020).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI