Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Membaca Buku Tidak Tuntas, Menulis pun Tidak Selesai, Ini Pertanda Apa?

4 Mei 2020   20:07 Diperbarui: 5 Mei 2020   13:54 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest/we hert it

Mohon berkenan sahabat pembaca memperhatikan judul tulisan ini, lalu ijinkan saya bertanya singkat: apakah sahabat pernah mengalaminya? Mungkin pernah, mungkin juga tidak. Kedua-duanya saya pernah mengalaminya. Tidak sekali, bahkan berkali-kali. Saya bisa membaca tidak sampai selesai. Saya juga terkadang menulis tidak sampai tuntas. Lalu, ada apa dengan saya?

Membaca Buku Tidak Tuntas

Saya mempunyai kebiasaan membeli buku, 2-3 judul setiap bulannya. Senang sekali menemukan buku-buku bagus yang menarik hati. Karena tertarik, saya pun membeli dan membawanya pulang.

Sebelum memastikan akan membeli buku-buku itu, saya akan membacanya sekilas. Membaca sekilas, maksud saya, adalah dengan melihat daftar isinya dan bagian kulit belakang buku yang berisi penjelasan super singkat tentang isi buku. Dari situ saya mencoba menilai sebuah buku.

Saya termasuk pencari buku-buku terlaris, terutama buku best seller di tingkat nasional dan dunia. Apalagi buku yang sudah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Jika buku tersebut adalah buku terlaris, sekian persen hati saya merasa mantap untuk membelinya.

Tinggal melihat sepintas isi dan kulit belakangnya, sebagaimana saya sebutkan tadi. Untuk apa melihat daftar isi? Pastilah untuk mengetahui hal-hal pokok apa saja yang dipaparkan di dalam buku dimaksud, dari Bab ke Bab berikutnya.

Lalu, beralih ke kulit belakang buku. Di situ, dapat dilihat sepintas isi buku, membicarakan topik atau tema apa. Adakah daftar isi dan topik buku menarik dan bermanfaat? Jika jawabannya menarik dan bermanfaat, lanjut diboyong ke rumah.

Sesekali saya akan bertanya kepada pramuniaga, mana jenis buku di kelompok tertentu yang laris. Biasanya pramuniaga akan merespons dengan baik. Sebagai contoh, kemarin saya pergi ke sebuah toko buku yang tak begitu jauh dari rumah.

"Mbak ada tidak buku ... apa namanya itu ya, temannya buku Segala-galanya Ambyar  karangan Mark Manson?" tanya saya sambil berpikir tentang judul buku yang saya maksudkan.

"Oh, pasti buku Bersikap Bodo Amat yang Bapak maksud ya," jawab pramuniaga seraya bergerak ke tempat pajangan buku.

"Ini kan Pak? Judul lengkapnya Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat. Penulisnya Mark Manson. Penerbitnya Grasindo," jelasnya komplit.

"Iya betul. Wah, syukur masih ada. Kira-kira tiga minggu lalu buku itu habis. Untung sekarang sudah ada lagi," kata saya.

"Ya Pak, buku ini sangat laris. Lihat Pak, sudah dicetak berkali-kali. Sudah cetakan ketiga puluh lho Pak," katanya menambahkan. Saya hanya mengangguk mendengarkan promosinya seraya mengambil buku dimaksud.

"Bapak sudah punya buku karya Oh Su Hyang?" tanya pramuniaga itu lagi dengan senyum manisnya.

"Sudah," jawab saya sekenanya. Pandangan mata saya masih tertuju pada buku Mark Manson. Dalam pikiran saya, buku Oh Su Hyang dimaksud adalah yang berjudul Bicara Itu Ada Seninya. Buku itu sudah beberapa bulan terakhir saya miliki bahkan menjadi salah satu bahan mengajar ilmu public speaking di kampus.

Tetapi, kemudian saya melirik buku yang disebutnya.

"Oh, kalau buku itu belum," ujar saya seraya menerima buku tersebut.

"Buku terbitan baru ya Dik, dari pengarang yang sama," tanya saya mulai membuka buku Oh Su Hyang yang berjudul Komunikasi Itu Ada Seninya.

"Ya, Pak. Buku ini merupakan buku terjemahan, sama dengan buku Oh Su Hyang sebelumnya," kata pramuniaga bertubuh mungil itu.  

Akhirnya, saya bawa pulang kedua buku yang saya yakini bagus itu. Satu karya Mark Manson dengan Bodo Amat-nya dan satu lagi karya Oh Su Hyang dengan Seni Komunikasi. Kedua buku yang sangat menarik dan pantas dibaca.

Setiba di rumah, sepintas saya baca di bagian awal kedua buku. Ternyata benar, buku-buku tersebut sangat bernas dan dengan bahasa yang mengalir. Untuk buku-buku semacam ini, pasti akan saya baca sampai tuntas.

Buku Terjemahan yang Bahasanya Ruwet

Akan tetapi, tak semua buku tuntas saya baca. Beberapa buku daftar isinya bagus, sepintas terlihat menarik, setelah dibaca, bahasanya ruwet. Sulit dipahami. Yang macam begini, biasanya tak sampai setengahnya saya baca.

Buku yang bahasa pengantarnya sulit dimengerti pada umumnya merupakan buku terjemahan. Saya tidak paham, apakah buku aslinya memang seruwet itu atau terjemahannya yang tak ditangani secara profesional.

Penerjemah yang baik memang mensyaratkan minimal dua kemampuan, menguasai bidang keahlian sesuai buku yang diterjemahkan dan menguasai bahasa asli buku dan bahasa terjemahan dengan sangat baik. Jika tidak, kita tak bisa berharap sebuah buku akan enak dibaca.

Menulis Tidak Tuntas, Sayalah Itu!

Saya kira semua penulis pernah tidak menuntaskan karyanya. Saya termasuk di dalamnya. Di tengah proses penulisan, terkadang pikiran menjadi mentok, ngadat, tidak tuntas! Kita kehabisan gagasan. Lalu, kita merasa kesulitan meneruskan melanjutkan tulisan. Kalau pun dipaksa, tidak berhasil. Tetap macet.

Nah, pengalaman seperti itu tak sekali dua kali saya alami. Menghadapi hal seperti ini, saya biasanya memilih salah satu dari dua opsi. Opsi pertama, menghapus tulisan itu  sebelum tersimpan. Atau, opsi kedua, memilih menyimpannya saja dulu kendati  belum tuntas.

Kalau saya menghapus sebuah artikel yang belum selesai berarti saya tak akan mengulang lagi menulis tentang itu. Sebaliknya, jika sebuah artikel yang belum selesai saya simpan, besar kemungkinan akan saya garap lagi di kemudian hari setelah muncul gagasan atau inspirasi yang bisa melengkapi tulisan tersebut.

Yang kedua inilah paling sering terjadi. Pada awalnya mentok, tulisan tidak tuntas. Kemudian, dalam hari-hari berikutnya saya temukan gagasan untuk menyelesaikannya. Alangkah senangnya hati jika sebuah artikel yang sebelumnya sulit, pada akhirnya bisa diselesaikan dengan happy ending.

 ( I Ketut Suweca, 11 April 2020).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun