"Iya betul. Wah, syukur masih ada. Kira-kira tiga minggu lalu buku itu habis. Untung sekarang sudah ada lagi," kata saya.
"Ya Pak, buku ini sangat laris. Lihat Pak, sudah dicetak berkali-kali. Sudah cetakan ketiga puluh lho Pak," katanya menambahkan. Saya hanya mengangguk mendengarkan promosinya seraya mengambil buku dimaksud.
"Bapak sudah punya buku karya Oh Su Hyang?" tanya pramuniaga itu lagi dengan senyum manisnya.
"Sudah," jawab saya sekenanya. Pandangan mata saya masih tertuju pada buku Mark Manson. Dalam pikiran saya, buku Oh Su Hyang dimaksud adalah yang berjudul Bicara Itu Ada Seninya. Buku itu sudah beberapa bulan terakhir saya miliki bahkan menjadi salah satu bahan mengajar ilmu public speaking di kampus.
Tetapi, kemudian saya melirik buku yang disebutnya.
"Oh, kalau buku itu belum," ujar saya seraya menerima buku tersebut.
"Buku terbitan baru ya Dik, dari pengarang yang sama," tanya saya mulai membuka buku Oh Su Hyang yang berjudul Komunikasi Itu Ada Seninya.
"Ya, Pak. Buku ini merupakan buku terjemahan, sama dengan buku Oh Su Hyang sebelumnya," kata pramuniaga bertubuh mungil itu. Â
Akhirnya, saya bawa pulang kedua buku yang saya yakini bagus itu. Satu karya Mark Manson dengan Bodo Amat-nya dan satu lagi karya Oh Su Hyang dengan Seni Komunikasi. Kedua buku yang sangat menarik dan pantas dibaca.
Setiba di rumah, sepintas saya baca di bagian awal kedua buku. Ternyata benar, buku-buku tersebut sangat bernas dan dengan bahasa yang mengalir. Untuk buku-buku semacam ini, pasti akan saya baca sampai tuntas.
Buku Terjemahan yang Bahasanya Ruwet