Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Penulis Nonfiksi, Perlukah Membaca Karya Sastra?

30 April 2020   14:08 Diperbarui: 30 April 2020   14:18 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan pengalaman saya sebagai pembaca novel -- walau baru sedikit -- ternyata ada gunanya juga para penulis nonfiski, apakah itu penulis ilmiah, penulis ilmiah populer, penulis kolom, atau penulis  esai untuk  membaca karya sastra. Saya memerhatikan, paling tidak ada 3 manfaat yang bisa kita petik  dari membaca buku-buku nonfiksi.

Pertama, mengetahui isi ceritanya. Cerita adalah hal yang rata-rata kita nikmati dan sukai, bahkan sejak masih kecil. Dulu, mungkin kita menikmati cerita berupa dongeng dari orangtua, kakek-nenek kita. Sekarang kita menikmati cerita dari buku-buku novel.

Sangat menyenangkan menikmati novel-novel itu, karena kita bisa untuk sesaat melupakan semuanya dan larut terbawa arus kisah dalam novel. Kadang-kadang kita menjadi tak sabar untuk segera mengetahui kisah selanjutnya sehingga harus mengalokasikan waktu untuk membaca hingga tuntas.

Kedua,  mendapatkan tambahan perbendaharaan kata. Sebagaimana diketahui, penulis novel tentu adalah mereka yang memiliki perbendaharaan kata yang luas. Jika tidak, mereka mustahil bisa membuat novel dengan baik.

Apa yang hendak diekspresikan ke dalam bentuk cerita harus diwakili oleh kata-kata yang luas dan dengan diksi yang cermat dan detail. Pikiran, perasaan, dan imajinasi pengarang bisa tertuang seutuhnya ke dalam karya-karyanya dengan kekayaan kata-kata.

Begitu juga bagi penulis nonfiksi, perlu membaca karya sastra, karena dengan demikian, ia akan mampu mengekspresikan gagasan dengan lebih baik. Kendati pun tak sama pilihan kata-kata-nya dengan seorang novelis, minimal dia telah memperkaya kosa kata yang bisa dipakai saat menulis ilmiah populer, opini, esai, dan bahkan dalam berbahasa lisan.

Ketiga, dapat memetik kebijaksanaan hidup. Pernahkan sahabat memerhatikan petikan-petikan kecil di sebuah naskah nonfiksi yang diambil dari sebuah novel? Kata-kata Pramoedya Ananta Toer, misalnya. Atau, kata-kata Paulo Chaelo dan Tere Liye? Terdapat beberapa tulisan, saya perhatikan, dihiasi dengan ungkapan bernas yang diambil dari novel.

Saya sendiri merasakan ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari novel-novel tersebut. Kebijaksanaan hidup tersebut terselip di antara dialog-dialog antartokoh di dalam cerita. Hal ini tentu saja  akan memperkaya khasanah kebijaksanaan dalam hidup kita sebagai pembaca.

Nilai-nila kebijaksanaan yang terkandung di dalam karya sastra dapat diambil sebagai sesuluh hidup di samping bisa dicuplik untuk kepentingan penulisan.

 ( I Ketut Suweca, 30 April 2020).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun