Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Writing from Hotel (WFH)? Tunggu Setelah Pandemi

16 April 2020   21:11 Diperbarui: 17 April 2020   05:43 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/Real Simple

Saya mempunyai sebuah buku lama tentang dunia tulis-menulis. Judul buku itu "Bagaimana Menjadi Penulis yang Sukses." Buku itu merupakan buku pilihan dan terjemahan dari penulis Wilson Nadeak.

Untuk maklum, di dalam buku tersebut terhimpun berbagai artikel bernas dari sejumlah penulis terkenal di dunia. Di antaranya, ada Larston Farrar, George Harper, Kenneth Wilson, Richard Schneider, dan Paul Bechtel, Mary Lewis Hansen, di samping Wilson Nadeak sendiri.

Secara keseluruhan buku itu sangat menarik dan menginspirasi. Saya sebagai pembaca seringkali membuka-buka buku yang saya beli pada 15  Desember 1983 ini. Untuk apalagi kalau bukan untuk men-charge kegairahan menulis ketika sedang bad mood.

Menginap di Hotel 2 Hari

Saya sungguh tergugah dan terinspirasi dari bagian kecil tulisan Richard Schneider. Di bagian itu, dia menulis topik tentang bagaimana mencari kesempatan menulis. Begitu saya membacanya, lalu saya ingin mencoba melakukannya.

Tetapi, apa yang istimewa dari gagasan Schneider? Lihatlah, ia menulis begini!

"Saya sedang menulis buku tetapi saya sedang menemui kesulitan pada bagian akhir. Sulit untuk menyelesaikan puncak-puncaknya. Jika telpon tidak mendering atau sekiranya rumput tidak perlu dipangkas, saya sudah mencampakkan mesin ketik dan mulai tenggelam dalam muram durja; saya mengharapkan telpon berdering agar saya dapat melepaskan diri dari  tugas akhir yang membosankan ini," tulis Schneider.

"Akhirnya, saya mencium isteri dan anak saya sambil mengucapkan selamat tinggal, mesin ketik kumasukkan ke dalam bagasi mobil dan bergegas menuju Pennsylvania. Di sana ada sebuah pondok  dari kayu, suasana hening dan sepi. Di sanalah saya dua hari membenamkan diri, bebas dari gangguan, menyelesaikan naskah yang belum selesai, karena suasana hati yang tenang saya yakin bahwa suatu ketika naskah itu toh akan selesai.."

Membayangkan Menginap di Bedugul

Membaca kalimat-kalimat Schneider di atas, saya sungguh terinspirasi. Bahkan inspirasi itu muncul sudah sangat lama, tidak lama setelah selesai membaca tulisan itu. Saya membayangkan diri seperti Schneider, menulis di tempat yang hening, sepi, dan indah.

Sahabat ingin tahu apa yang saya bayangkan? Tentu bukan Pennsylvania. Saya cukup kenal dengan sebuah lokasi yang masih di Bali,  bernama Bedugul. Barangkali pembaca juga tahu nama tempat ini, bahkan mungkin sudah pernah berwisata ke sana. Ya, tempat itu adalah salah satu destinasi wisata yang elok.

Di situ ada sebuah danau berselimut kabut dan berair jernih, ada Pura Ulun Danu Beratan dan sebuah Masjid di dekatnya. Di hari-hari libur, banyak sekali wisatawan mengunjungi tempat yang termasuk wilayah Tabanan ini. Kalau soal panorama, jangan ditanya. Keindahan Bedugul hampir tiada tanding.

Ke Bedugul untuk Menulis

Nah, ke sanalah saya ingin datang. Ya, benar, datang ke sana. Bukan untuk melancong, tentu, melainkan untuk menulis. Dua tahun lalu, kami pernah berkunjung di sebelah utara lokasi danau itu, tepatnya di sebuah hotel milik PLN yang terletak sekitar 500 meter sebelah utama Pura Ulun Danu Beratan. Bukan untuk menginap, melainkan berlatih bersama (gashuku) dengan sesama kenshi Shorinji Kempo se-Bali. Jadi, saya sedikit tahu keadaan di sekitar situ.

Nah, suatu saat nanti saya ingin sekali ke Bedugul untuk menulis. Menginap di sebuah hotel sederhana yang terletak tak jauh dari Danau Beratan yang dikitari pegunungan nan hijau, pasti akan sangat menyenangkan. Selama dua hari, siang dan malam, saya ingin menghabiskan waktu hanya untuk menulis.

Saat bangun pagi saya memimpikan bisa melihat-lihat keindahan alam sekitarnya, lalu duduk di rerumputan dan membuka laptop. Begitulah seterusnya sepanjang dua hari berturut-turut, tanpa terganggu oleh tugas dan tetek-bengek pekerjaan lain.

Saya belum tahu berapa sewa hotel di tempat itu. Tetapi, itu tak menjadi persoalan benar. Sebab, tentu tidak sulit mendapatkan informasinya. Yang penting bagi saya sekarang adalah memegang niat bepergian ke sana. Menemukan sebuah hotel atau vila sederhana yang harga sewanya terjangkau oleh kantong saya yang tipis, menginap, dan mulai menulis.

Saya membayangkan betapa asyiknya menulis di tempat yang ber-udara sejuk, hijau, segar, dan alami itu. Itulah karunia yang akan menjadi kesempatan dan pengalaman istimewa bagi saya untuk menyatu dengan alam dan menumpahkan seluruh gagasan. Saya yakin, suatu saat, akan terwujud.  

Bagaimana para sahabat, ada yang berminat mengikuti saya? Mengapa tidak menerapkan writing from hotel? Tapi, setelah pandemi virus corona lewat ya, he he he.

( I Ketut Suweca, 16 April 2020).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun