Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Gagasan Tak Kunjung Datang, Lalu Menulis tentang Apa?

10 April 2020   18:21 Diperbarui: 11 April 2020   04:27 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://id.pinterest.com/pin/336010822181206799/

Dua hari lalu saya tak sempat menulis. Usai mengerjakan tugas yang menguras pikiran, tenaga,  dan waktu, saya tiba di rumah pada sore hari dalam kelelahan. Terutama lelah pikiran. Tersirat keinginan mengisi malam dengan menulis. Tapi, akhirnya saya memilih untuk beristirahat. Jumlah tulisan saya di kompasiana dua hari lalu itu: nol-kosong!

Lalu, kemarin dengan penuh semangat saya "berhasil" menulis dua artikel. Dua artikel sederhana saja sebetulnya. Satu tulisan yang membahas tentang tips hadapi covid-19, satunya lagi mengenai upaya melindungi pasar tradisional. Saya membuat dua artikel itu tiada lain dimaksudkan adalah untuk menutupi hari sebelumnya yang nol-kosong.

Kemudian, tadi pagi  saya menyelesaikan tulisan tentang kewaspadaan terhadap paparan berita hoax. Artikel itu sudah saya unggah di kompasiana. Beberapa teman menyempatkan diri berkunjung, bahkan memberikan komentar --terima kasih sahabat-sahabatku yang baik hati. Berarti, untuk hari ini saya sudah "berhasil" menulis satu artikel. Ya, berhasil memenuhi niat untuk menulis satu artikel dalam satu hari.

Sore ini saya berniat menulis lagi. Tapi, tentang apa ya? Belum ada ide yang benar-benar nyantol. Maunya melanjutkan menulis tentang berita hoaks, karena banyak aspek yang bisa dibicarakan. Tetapi saya batalkan niat itu. Nanti sajalah, di lain waktu, pikir saya.

Sore ini, saya lebih memilih mencari-cari ide yang pas. Tapi, sejauh ini belum saya temukan satu gagasan pun yang berharga untuk ditulis. Saya sempat meninggalkan laptop sejenak untuk sekadar ngobrol dengan anak-anak sambil memperbaiki kabel koneksi parabola di rumah yang terganggu.

Di dalam hati, saya masih berharap setelah ini akan muncul gagasan baru yang layak ditulis. Tetapi, nyatanya tak ada satu gagasan pun yang bersedia hadir. Sumur tetap saja kering! Lalu, saya mencoba beralih ke buku yang ada di atas meja. Saya telusuri deretan buku-buku itu satu per satu. Nggak ada yang menarik untuk dibaca. Hampir seluruhnya sudah pernah saya baca, bahkan satu-dua diantaranya sudah pernah saya baca ulang.

Kemudian pandangan saya tertuju pada buku berkulit biru. Baru saya ngeh kalau saya punya buku baru karangan Mark Manson. Judulnya "Segala-Galanya Ambyar, Sebuah Buku tentang Harapan." Sebenarnya saya ingin membeli dua buku karya penulis ini sekaligus yakni  buku ini dan buku karya Mark yang satunya lagi, berjudul "Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat."

Namun, ketika itu penjual bilang satu buku yang saya cari itu sudah habis stock-nya.

"Maaf Pak, buku Bodo Amat-nya sudah habis. Masih diorder lagi ke Penerbit. Buku itu laris sekali Pak"

"Kira-kira dua minggu lagi mudah-mudahan sudah datang," katanya memberikan harapan.

Seminggu lalu kedua buku yang saya sebut di atas saya lihat diposisikan berdampingan di tempat khusus sehingga dengan mudah dilihat pembeli.  Tetapi, ketika kemarin saya cari lagi, ternyata buku Bodo Amat sudah habis. Berarti saya harus bersabar menanti kedatangan buku yang terkenal dan laris manis itu.

Sore dan malam hari ini saya sudah cukup puas hanya dengan membaca beberapa halaman bagian depan buku "Segala-galanya Ambyar." Ada kisah Witold Pilecki yang berjuang memerdekakan negerinya, Polandia,  dari penjajahan kendati pada akhirnya ia harus menghadapi hukuman mati.

Menyinggung sedikit tentang buku ini, dikisahkan bahwa pada hari terakhir menjelang menjalani hukuman mati, Pilecki menyatakan bahwa kesetiaannya hanya ia tambatkan pada Polandia dan segenap warganya, sehingga ia tidak pernah membahayakan dan mengkhianati warga Polandia, dan bahwa ia sama sekali tidak menyesali perbuatannya.  

Inilah kata-kata terakhirnya. "Aku telah mencoba untuk menjalani hidupku dengan sebaik mungkin, maka menjelang ajalku kini, yang kurasakan justru kegembiraan, bukan ketakutan."

Terus-terang saya merasa sangat tersentuh oleh kata-kata Pilecki itu, betapa ia siap mati untuk negerinya. Patriotisme yang luar biasa bersemayam dalam jiwa seorang Witold Pilecki.

Usai membaca 12 halaman pertama buku itu, saya kembali beralih ke laptop. Masih saja mentok, mau menulis tentang apa? Belum ada ide sama sekali. Daripada tidak mengisi halaman kompasiana sore ini, saya memilih membuat artikel yang tiada juntrungnya  ini. 

Artikel ini terlahir dari ketiadaan ide, kekosongan gagasan. Kendati demikian, semoga masih ada sahabat yang sudi membacanya. Semoga pula admin kompasiana masih berkenan melihat artikel dari penulis yang tengah mengalami kehabisan ide ini.

( I Ketut Suweca, 10 April 2020).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun