Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Ingin Bahagia Bersama Pasangan? Hentikan Kritik yang Menyudutkan dan Perbanyak Pujian

4 Maret 2020   20:13 Diperbarui: 28 Maret 2020   08:37 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: https://id.pinterest.com/pin/439593613603007095/

Banyak pasangan terpaksa bubar berawal dari persoalan komunikasi. Salah satunya penyebabnya adalah komunikasi yang jarang dilakukan. Mungkin karena ketiadaan waktu karena kesibukan masing-masing. Suami dan/atau istri begitu datang dari kerja, merasa lelah, mandi, dan langsung tidur. Begitu berlanjut dari waktu ke waktu. Waktu untuk berbicara nyaris tidak ada.

Di samping ketiadaan atau langkanya waktu untuk berkomunikasi, yang penulis yakini menjadi penyebab munculnya malapetaka dalam rumah tangga terletak pada ini: kebiasaan mengkritik. Ya, wujudnya berupa saling menyudutkan dan menyalahkan pasangan. Segala sesuatu kesalahan dialamatkan kepada kesalahan pasangan, entah terhadap suami, entah terhadap istri.

Yang lebih banyak dilihat hanyalah kesalahan dan kekurangan pasangan. Kekurangan itu sebetulnya sangat manusiawi. Tak ada orang yang tak pernah berbuat salah. Tak ada seorang pun yang sempurna. Dan, ini harus disadari.

Komunikasi menjadi terhambat karena salah satu pihak atau bahkan kedua pihak lebih menonjolkan kekurangan pasangannya. Dan, kekurangan itulah yang menjadi sasaran kritik yang terus berlanjut. Akibatnya, terjadilah ketersinggungan. Emosi muncul. Ucapan yang tak pantas didengar pun bertebaran. Kalau sudah sering begini, keutuhan keluarga menjadi sangat rapuh.

Memuji Hal yang Baik pada Pasangan

Terkait dengan hal ini, ada baiknya kita berhenti membiasakan mengkritik istri atau suami, apalagi di depan orang lain. Tatkala sedang berdua pun, kalau harus mengkritik, kritik itu hendaknya disampaikan dengan hati-hati. Bagaimana mengemas kritik agar tak melukai perasaan, perlu dipikirkan. Dan, mesti dikemas dengan baik. Bukankah manusia lebih banyak dikendalikan oleh perasaan daripada pikiran?

Daripada melakukan pendekatan dengan belasan kritik, menurut saya, lebih baik berhenti mengkritik. Lakukan sebaliknya, berikan pujian terhadap setiap sikap dan perilaku positif yang dilakukan oleh pasangan. Misalnya, pujilah saat masakannya enak, pujilah saat ia tampil cantik dengan kalung baru di leher. Contoh lain, pujilah ketika si dia mengenakan dasi baru, pujilah ketika rambutnya disisir rapi, pujilah tatkala ia berhasil mendapatkan kenaikan jabatan, dan lainnya. Lakukanlah dengan tulus.

Pujian yang tulus mengantarkan kita pada komunikasi yang baik. Orang yang dipuji atas sesuatu atau perilaku yang dilakukannya dengan baik, cenderung akan meningkatkan perilakunya ke arah yang lebih positif. Tak hanya terfokus pada perilaku yang dipuji, bahkan perilaku lain pun cenderung membaik.

Pujian memancing perbaikan. Pujian menstimulasi perbuatan baik berikutnya. Maka, saran saya, ada baiknya kita memilih memuji hal-hal tertentu pada pasangan daripada melukai dengan kritikan atas segala kekurangan yang dimilikinya.

Diperlukan Pembiasaan Memuji

Sulitkah? Kalau belum dibiasakan, pasti sulit. Yang diperlukan adalah pembiasaan menyampaikan pujian. Selalulah bertanya dalam hati, adakah hal kecil sekalipun yang pantas saya puji tentangnya? Sepatunya yang bersih, kalungnya yang baru, senyumnya yang manis, masakannya yang enak, pekerjaannya yang rapi, misalnya. Sekali lagi, pujian yang berhasil adalah pujian yang tulus. Selalu harus diingat, pujian lebih banyak melahirkan kebaikan, bukan keburukan. Menyampaikan pujian perlu dipraktikkan sehingga menjadi kebiasaan.

Terkait ini, ada baiknya kedua pihak, baik suami maupun istri, mulai menginventarisasi hal-hal baik dan positif pada pasangan. Bisa hal-hal yang berkenaan dengan fisik, boleh juga yang berkaitan dengan perilaku dan kebiasaan baik yang dilakukannya. Sudahi menginventarisasi kejelekan, kekurangan, keburukan pasangan, lalu mengkritik. Sebaliknya, temukan setiap hal yang baik yang ada padanya. Setiap orang pasti memilih hal-hal baik atau positif. Cermati dan lihatlah.

Contohnya?

Ia suka berderma kepada orang tak punya.

Ia suka membersihkan rumah.

Ia biasa mengenakan sepatu yang bersih dan mengkilat.

Ia terlihat anggun mengenakan gaun kesayangannya.

Ia terlihat lebih cantik dengan lipstik baru.

Ia rajin membaca buku.

Ia rajin menyisihkan penghasilan dengan melakukan investasi.

Ia selalu berusaha menjaga rumah tetap rapi.

Ia pintar memasak nasi goreng yang luar biasa enak.

Ia jago menjahit baju untuk keluarga.

Ia ramah dan pintar bergaul sehingga memiliki banyak sahabat.

Ia selalu rajin mendampingi anak ketika belajar.

Dan, hal-hal lain yang bisa ditemukan pada pasangan.

Berfokus pada Hal-Hal Baik

Nah, hal-hal positif pada pasangan itulah, saya kira, seyogianya menjadi fokus perhatian sekaligus sebagai sasaran untuk melayangkan pujian. Tak ada orang yang marah dengan pujian yang tulus, bukan? Sebaliknya, orang pada umumnya, siapa pun dia, akan merasa senang apabila dipuji tentang segala sesuatu yang dilakukannya dengan baik. Dan, jangan lupa, pujian itu akan melahirkan hal-hal baik berikutnya. Orang yang dipuji cenderung menjaga image-nya. Lalu, berupaya juga memperbaiki hal-hal lain pada dirinya ke arah yang lebih baik.

Pujian yang mengena akan membawa komunikasi menjadi baik. Pujian yang tulus akan mendapatkan respons positif dari orang yang dipuji, bahkan bisa membalas memuji. Nah, jika demikian halnya, mengapa kita tidak juga melihat hal-hal baik pada pasangan dan menjadikan itu sebagai sasaran pujian?

Lepaskan Panah Pujian ke Sasaran

Mari berhenti mengkritik. Lebih baik gunakan jurus pujian yang tulus dan mengena. Dengan demikian, ruang komunikasi akan terbuka lebar, sikap saling memahami akan bertumbuh, kasih-sayang akan menguat, dan keutuhan dalam kebersamaan pun akan terjaga.

Keretakan, bahkan kehancuran keluarga banyak disebabkan karena komunikasi yang buruk. Komunikasi yang buruk banyak disebabkan oleh kebiasaan melihat kekurangan pada pasangan. Daripada menyoroti dan mengkritik kekurangan pasangan, mengapa tidak memilih untuk melihat hal-hal baik padanya? Lalu, melesatkan panah sasaran pujian terhadap hal-hal baik itu? Niscaya hal-hal yang baik akan bertumbuh padanya, juga pada kita.

(I Ketut Suweca, 4 Maret 2020).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun