Ia pintar memasak nasi goreng yang luar biasa enak.
Ia jago menjahit baju untuk keluarga.
Ia ramah dan pintar bergaul sehingga memiliki banyak sahabat.
Ia selalu rajin mendampingi anak ketika belajar.
Dan, hal-hal lain yang bisa ditemukan pada pasangan.
Berfokus pada Hal-Hal Baik
Nah, hal-hal positif pada pasangan itulah, saya kira, seyogianya menjadi fokus perhatian sekaligus sebagai sasaran untuk melayangkan pujian. Tak ada orang yang marah dengan pujian yang tulus, bukan? Sebaliknya, orang pada umumnya, siapa pun dia, akan merasa senang apabila dipuji tentang segala sesuatu yang dilakukannya dengan baik. Dan, jangan lupa, pujian itu akan melahirkan hal-hal baik berikutnya. Orang yang dipuji cenderung menjaga image-nya. Lalu, berupaya juga memperbaiki hal-hal lain pada dirinya ke arah yang lebih baik.
Pujian yang mengena akan membawa komunikasi menjadi baik. Pujian yang tulus akan mendapatkan respons positif dari orang yang dipuji, bahkan bisa membalas memuji. Nah, jika demikian halnya, mengapa kita tidak juga melihat hal-hal baik pada pasangan dan menjadikan itu sebagai sasaran pujian?
Lepaskan Panah Pujian ke Sasaran
Mari berhenti mengkritik. Lebih baik gunakan jurus pujian yang tulus dan mengena. Dengan demikian, ruang komunikasi akan terbuka lebar, sikap saling memahami akan bertumbuh, kasih-sayang akan menguat, dan keutuhan dalam kebersamaan pun akan terjaga.
Keretakan, bahkan kehancuran keluarga banyak disebabkan karena komunikasi yang buruk. Komunikasi yang buruk banyak disebabkan oleh kebiasaan melihat kekurangan pada pasangan. Daripada menyoroti dan mengkritik kekurangan pasangan, mengapa tidak memilih untuk melihat hal-hal baik padanya? Lalu, melesatkan panah sasaran pujian terhadap hal-hal baik itu? Niscaya hal-hal yang baik akan bertumbuh padanya, juga pada kita.