Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sastrawan Sunaryono Basuki KS Berpulang

22 Desember 2019   19:50 Diperbarui: 30 Maret 2020   18:13 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: https://id.pinterest.com/pin/312296555403430022/

Kompas, Sabtu, 21 Desember 2020, halaman 9 mengabarkan berita duka. Judulnya: Sastrawan Sunaryono Basuki Berpulang. Sastrawan Sunaryono Basuki Koesnosoebroto (78) yang biasa dipanggil dengan sebutan meninggal di rumah anak keduanya, Adhi Helianto Pirngadi, di Kutuh, Kabupaten Badung, Bali, Jumat, 20/12/2019, pukul 12.30 Wita.

Pak Bas dikenal sebagai sastrawan dengan banyak karya. Ia penulis puisi, cerpen, dan novel. Juga, menulis Opini. Untuk menyebut beberapa karyanya, antara lain "Siti Nurjanah" yang diterbitkan Balai Pustaka, "Topeng Jero Ketut" yang diterbitkan Pustaka Larasan, dan "Maut di Pantai Lovina" yang diterbitkan Gramedia.

Pak Sunaryono Basuki adalah guru besar emeritus pada Jurusan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. Kerap beliau membagikan ilmu menulis satranya tak hanya kepada para mahasiswa, bahkan kepada siapa pun yang berminat.

Ngobrol tentang Tulis-Menulis

Saya sendiri sering bertandang ke rumah beliau di Singaraja untuk sekadar ngobrol tentang dunia sastra dan tulis-menulis yang beliau tekuni. Setiap kali ke situ, kami biasanya berbincang-bincang di ruang tamu. Di dalam almari di ruang tamu berderet rapi sejumlah hasil karyanya. Beberapa novel ada di situ. Saya diperkenankan melihat-lihat koleksi bukunya. Di samping menulis buku-buku novel dan karya sastra lain, Pak Bas juga menulis Opini. Setahu saya artikel beliau sering dimuat di koran Kompas cetak beberapa tahun yang lalu.

Saya memandang Pak Bas sebagai kawan sekaligus guru menulis. Betapa tidak. Kendati pun umur kami terpaut relatif jauh, tapi kalau sedang asyik ngobrol, kami serasa seperti kawan saja. Ketika ngobrol, beliau biasanya duduk di kursi dekat pintu masuk dan saya duduk di depan sisi kanan beliau.

Banyak sekali pengalaman dan ilmu yang Pak Bas berikan. Hal itu tercurah setiap kali kami terlibat asyik dalam obrolan. Saya pun lebih banyak mengambil posisi sebagai pendengar yang baik sambil sesekali mengajukan sejumlah pertanyaan. Kelihatan sekali Pak Bas memiliki pengalaman luas dan perjalanan panjang di bidang karang-mengarang dan tidak pelit dengan ilmu.

Ide-ide Datang dari Semesta

Pada suatu ketika kami membahas tentang sastra. Dalam hal mengarang, rupanya Pak Bas merasa hanyalah tukang ketik. Tukang ketik? Lalu, siapa pemberi idenya? "Saya merasa menjadi tukang ketik, tidak lebih. Ide-ide datang begitu saja, dari semesta. Tugas saya hanyalah menuangkan ke mesin ketik atau komputer, hanya sebagai penyalur," katanya.  

"Pernah saya buat alur cerita dengan peran tertentu pada setiap tokohnya. Saya buat kerangka seperti itu. Tapi, apa yang kemudian terjadi? Tokoh yang saya persiapkan berperan jahat, ternyata menolak. Ia hanya mau menjadi tokoh yang memerankan kebaikan. Demikian pula sebaliknya, tokoh yang saya setting berperan baik, ternyata akhirnya jadi tokoh yang berperangai buruk," tutur Pak Bas sambil mempersilakan saya menyeruput teh yang disediakan istrinya yang juga seorang pendidik.

Pak Bas mengakui, bahwa untuk bisa benar-benar terampil menulis, dibutuhkan waktu dan proses yang panjang. Bahkan, ia mengatakan baru pada usia 40-an ia tak lagi memikirkan bagaimana cara menuangkan ide ke dalam sebuah karangan. Sebelumnya,dia merasa masih harus berkutat dengan persoalan teknik mengarang.

Pada suatu saat, dulu, ketika masih aktif menjadi kontributor sebuah media, saya sering diminta Pemimpin Redaksi media tersebut untuk menulis tentang tokoh yang terkenal karena prestasi atau karyanya. Setelah memikirkan beberapa saat, akhirnya saya mengangkat nama Pak Sunaryono Basuki KS melalui tulisan wawancara yang mendalam. Artikel yang terdiri dari tiga judul yang saling berkaitan dan berkisah tentang kehidupan dan pandangan-pandangan Pak Bas itu berhasil dimuat seminggu kemudian. Tak tanggung-tanggung, artikel wawancara saya itu dimuat dalam dua halaman penuh.

Pribadi yang Bijaksana

Saya merasa gembira sekali bisa mengangkat nama beliau di media, walaupun sejatinya beliau sudah terkenal sebelumnya, baik di kampus tempatnya mengajar maupun di kalangan sastrawan Indonesia. Tulisan saya yang mengangkat profil dan pandangan-pandangan Pak Bas masih saya simpan hingga kini.

Mewawancarai Pak Bas, berbincang atau berdiskusi dengannya memang sangat menyenangkan. Banyak pengalaman dan ilmu yang bersedia beliau "tumpahkan" kepada lawan bicaranya. Pria tamatan Universitas Leeds, Inggris ini, memang pribadi yang telah mencapai kepenuhan dan kebijaksaan yang dengan mudah diketahui dari isi pembicaraan beliau. Kata orang, jika di dalam kosong, yang keluar hanya omong kosong. Sebaliknya, jika di dalam penuh isi, maka yang keluar pun saripati kebijaksanaan kehidupan.

Terima kasih Pak Bas. Bapak telah berbagi untuk saya dan sudah berbagi untuk banyak orang. Bapak adalah mentor saya. Mentor yang akan selalu saya kenang sepanjang hayat di kandung badan. Selamat jalan, Pak Bas. Semoga tenang di sisi-Nya.

(I Ketut Suweca, 22 Desember 2020).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun