Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Tidak Suka Membaca Buku, Benarkah?

15 November 2019   20:05 Diperbarui: 30 Maret 2020   17:43 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya heran, bagaimana seorang guru bisa seperti itu? Akan seperti apa siswa didiknya, jika gurunya sendiri sama sekali tidak suka memperluas pengetahuan dengan rajin membaca beragam buku?  Dapat dipastikan guru seperti ini akan kalah update pengetahuannya dibanding muridnya yang mungkin ada yang rajin menambah pengetahuan. Menyedihkan sekali melihat hal itu, kendati pun penulis tetap yakin masih banyak guru yang rajin membaca buku.

Membaca 2-3 Buku Dalam Sebulan

Guru yang baik seharusnya menjadikan kegiatan literasi itu sebagai kegiatan rutin dan berkesinambungan. Tidak hanya saat tertentu saja, tidak pula untuk seremonial belaka. 

Guru seyogianya membaca buku secara terus-menerus secara konsisten. Ia bisa menargetkan membaca minimal  2-3 eksemplar buku, misalnya, dalam sebulan. Belum termasuk membaca bahan bacaan lain, baik dari media cetak lain maupun internet.

Pembacaan ini, secara akumulatif, akan memperkaya khasanah pengetahuan para guru. Dengan kekayaan pengetahuan itu, maka bisa mentransfer ilmu yang lebih berkualitas dan lebih efektif kepada siswa didiknya. Dengan pengetahuannya yang dalam dan luas, niscaya ia bisa menjaga martabat dan wibawa sebagai seorang guru, terutama di hadapan para siswanya sendiri.

Kualitas Guru dan Siswa

Guru yang berkualitas cenderung melahirkan anak didik yang berkualitas, demikian pula sebaliknya. Jika guru tak memiliki sesuatu, lalu apa yang akan dibagikan kepada siswa didiknya? Maka, tak ada jalan lain selain meningkatkan literasi para guru demi membangun kualitas guru yang lebih baik, dan ikutannya, demi membangun kualitas generasi penerus bangsa Indonesia menjadi lebih baik pula.

Jadi, Gerakan Literasi Sekolah (GLS), seyogianya tak hanya menyasar siswa, bahkan terutama para guru. Sebab, di tangan gurulah, kualitas siswa bergantung. Jayalah guru-guru Indonesia.

( I Ketut Suweca, 15 November 2019).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun