Mohon tunggu...
ECOFINSC UNDIP
ECOFINSC UNDIP Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Study Finance FEB UNDIP

ECOFINSC FEB UNDIP adalah organisasi mahasiswa berbentuk kelompok studi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian mengenai permasalahan perekonomian maupun keuangan di lingkup nasional maupun internasional. Lebih lanjut mengenai ECOFINSC dapat di akses melalui https://linktr.ee/Ecofinscfebundip

Selanjutnya

Tutup

Financial

Exploring The Impact of Pertalite Fuel Removal Plan in Economic Sector

14 Oktober 2023   22:33 Diperbarui: 14 Oktober 2023   22:36 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar: Ecofinsc

          Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan bahan bakar yang paling umum digunakan pada kendaraan bermotor. Bahan bakar ini berasal dari hasil pengolahan sumber daya alam berupa minyak bumi. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor mendorong terjadinya eksploitasi minyak bumi secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan pengguna kendaraan bermotor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kendaraan bermotor di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 148.212.865 unit dan masih didominasi oleh kendaraan jenis sepeda motor sebanyak 125.267.349 unit. Konsumsi minyak bumi yang lebih tinggi daripada produksinya menyebabkan Indonesia harus mengimpor minyak pada negara tetangga dalam jumlah besar, baik dalam bentuk minyak mentah maupun minyak olahan (hasil minyak). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, volume impor minyak Indonesia pada periode Januari-September 2022 mencapai 30,06 juta ton. Hal tersebut menunjukan adanya peningkatan sebesar 16,89% jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.

           Bahan Bakar Minyak (BBM) berjenis pertalite pertama kali diadakan pada tahun 2015. Pertalite sendiri memiliki campuran bahan yang sedikit berbeda dengan BBM jenis lain, sehingga tidak heran jika harganya relatif murah. Pertalite memiliki oktan sebesar 90 atau lebih rendah 2 oktan dibanding jenis pertamax. Per 1 September 2023, harga per liter pertalite adalah Rp 10.000. Dengan harga tersebut, pertalite menjadi pilihan masuk akal bagi kalangan masyarakat Indonesia. Bahkan tak sedikit juga kendaraan bermotor yang membutuhkan oktan tinggi malah menggunakan pertalite sebagai bahan bakarnya.

Pengganti BBM Bersubsidi Pertalite

          Menuju tahun 2024, PT Pertamina memiliki beberapa rancangan rencana, dimana mereka akan melakukan penghapusan Pertalite. Langkah ini dilakukan sebagai upaya penyuksesan rencana Program Langit Biru Tahap 2, yaitu program yang bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan dari sektor energi. Semakin tinggi oktan suatu bahan bakar, maka semakin ramah lingkungan bahan tersebut. Nantinya, Pertalite akan digantikan dengan Pertamax Green, yang di mana ini adalah pertalite yang dicampurkan dengan bioenergi berupa etanol. 

          Di Indonesia, terdapat sebuah badan usaha yang khusus bergerak dalam penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM), yaitu Pertamina. PT Pertamina adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia yang bergerak di bidang minyak dan gas. PT Pertamina bertanggung jawab penuh atas penyediaan kebutuhan minyak dan gas di Indonesia. Pertamina berkomitmen untuk menyediakan energi dan mengembangkan energi baru dan terbarukan dalam rangka mendukung terciptanya kemandirian energi nasional. Pertamina juga memegang teguh komitmen untuk menjaga prospek bisnis yang berkelanjutan dengan memprioritaskan keseimbangan dan kelestarian alam, perlindungan terhadap lingkungan hidup serta kontribusinya terhadap kemandirian masyarakat. Maka dari itu, Pertamina mencanangkan beberapa rencana untuk mengembangkan energi baru yang dianggap lebih ramah lingkungan, salah satunya yaitu penggantian Pertalite dengan Pertamax Green 92.

         Menurut laporan tahunan Pertamina tahun 2022, jenis produk BBM yang dijual dikelompokkan dalam 2 kategori. Yang pertama adalah produk BBM bersubsidi/penugasan untuk kendaraan bermotor berupa solar dan biosolar. Kedua adalah produk BBM non-subsidi untuk kendaraan bermotor yang terdiri dari Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex. Akan tetapi, seperti yang dikatakan oleh Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati mengenai rencana kedepannya, Pertamina hanya akan menjual tiga produk BBM yakni Pertamax Green 92 dengan campur RON 90 dengan 7 persen etanol atau E7, kedua Pertamax Green 95 campuran Pertamax dengan 8 persen etanol dan ketiga adalah Pertamax Turbo. 

          Salah satu contoh BBM bersubsidi yang laris dipasaran merupakan Pertalite. Dengan harga yang terjangkau, tak heran konsumsi Pertalite naik dari tahun ke tahun sejak tahun 2017 hingga 2021. Tahun 2017 hingga tahun 2021 konsumsi Pertalite berturut-turut sekitar 14,5 juta KL, 17,7 juta KL, 19,4 juta KL, 18,1 juta KL dan 23 juta KL. Selaras dengan konsumsi yang tinggi, permintaan yang melonjak pun mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah kendaraan bermotor. Hal ini, mendorong eksploitasi minyak bumi secara besar-besaran. 

          Padahal, dewasa ini, dunia sedang digoncangkan oleh perubahan iklim serta persediaan sumber daya alam seperti fosil yang semakin menipis. Hal ini ikut mendorong Indonesia untuk mencari alternatif lain. Salah satunya adalah rencana untuk penghapusan pertalite. Tetapi, bagaimana dampak yang akan terjadi jika Pertalite dihapuskan? Apakah dengan penghapusan pertalite dengan digantikan pertamax green dapat membuat gas emisi karbon yang dikeluarkan menjadi lebih ramah? Dan bagaimana pengaruh penghapusan ini terhadap daya beli masyarakat? Pertalite sebagai salah satu jenis bahan bakar fosil yang cukup banyak digunakan, rencana penghapusan ini bisa memberi dampak ke sektor ekonomi yang cukup signifikan. Oleh karena itu, kajian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dampak dari rencana penghapusan Pertalite dalam sektor ekonomi. Dalam pendahuluan ini, akan dibahas latar belakang pentingnya inisiatif ini, tujuan kajian, serta kerangka kerja yang akan digunakan untuk menganalisis dampak ekonomi dari penghapusan Pertalite.

Rancangan Strategis & Usulan Pertimbangan Pergantian Pertalite

          Pertamax Green 92 adalah salah satu bahan bakar berkualitas tinggi yang diproduksi oleh Pertamina. Produk ini memiliki oktan 92, sehingga dapat memberikan performa yang lebih baik daripada Pertalite yang memiliki oktan lebih rendah. Kelebihan utama Pertamax Green 92 adalah kemampuannya untuk meningkatkan efisiensi mesin, mengurangi emisi gas buang, dan mengurangi deposit di mesin. Selain itu, bahan bakar ini juga mengandung aditif khusus yang dirancang untuk membersihkan mesin dan menjaga kebersihan komponen-komponen penting dalam sistem bahan bakar. Semua ini membuat Pertamax Green 92 menjadi pilihan yang lebih baik untuk pengendara yang ingin merawat mesin kendaraannya sambil mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

          Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan pilihan utama bagi kendaraan bermotor, namun penggunaannya yang luas telah mengakibatkan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam, khususnya minyak bumi. Salah satu alternatif yang populer adalah Pertalite, yang lebih terjangkau harganya. Namun, karena harga yang rendah, beberapa kendaraan yang seharusnya menggunakan bahan bakar dengan oktan tinggi malah memilih Pertalite yang memiliki oktan lebih rendah. PT Pertamina merancang rencana untuk menggantikan Pertalite dengan Pertamax Green sebagai bagian dari Program Langit Biru Tahap 2, dengan alasan bahwa Pertalite memiliki oktan rendah yang tidak ramah lingkungan.

          Kemunculan Pertalite telah menjadi pilihan utama masyarakat Indonesia dalam menggunakan bahan bakar minyak (BBM), terutama untuk transportasi umum, karena harganya yang terjangkau. Keunggulan Pertalite mencakup kebersihannya dibandingkan dengan Premium dan harganya yang lebih ekonomis daripada Pertamax dengan tingkat RON 92 (Jannah, 2015). Meskipun konsumsi Pertalite sangat tinggi, pemerintah sedang mengkaji kemungkinan menghapus BBM dengan tingkat RON rendah seperti Premium dan Pertalite pada tahun 2022 (Umah, 2021). Rencana penghapusan ini adalah bagian dari upaya untuk menyederhanakan jenis-jenis BBM yang ada dan mematuhi Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2017 yang mengatur tentang standar emisi gas buang kendaraan bermotor baru dengan empat roda atau lebih. Dalam peraturan tersebut, pemerintah telah menetapkan bahwa BBM dengan standar euro 4 atau setara dengan tingkat oktan 91 ke atas akan diterapkan secara bertahap mulai tahun 2019 hingga 2021. Rencana ini juga merupakan bagian dari strategi ekonomi untuk mengurangi pengeluaran yang meningkat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dimana, APBN selama pandemi telah mengakibatkan utang pemerintah mencapai Rp6.711 triliun. Oleh karena itu, pemerintah saat ini berusaha untuk mengurangi tingkat defisit anggaran menjadi kurang dari 3% hingga tahun 2023. 

          Terdapat beberapa keunggulan dan pertimbangan dalam memilih jenis bahan bakar, seperti Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo. Pertamax Green 92, dengan indeks oktan yang tinggi, menawarkan emisi yang lebih rendah dan efisiensi mesin yang lebih baik. Meskipun harganya lebih tinggi, efisiensi bahan bakar jangka panjang dapat mengimbangi biaya lebih tersebut.

          Pemilik kendaraan harus memilih jenis bahan bakar yang paling sesuai dengan kebutuhan mesin mereka, sekaligus mempertimbangkan anggaran yang tersedia. Meskipun Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo memiliki keunggulan masing-masing, harga yang lebih tinggi dapat menjadi beban finansial. Selain itu, kompatibilitas dengan kendaraan juga perlu diperiksa agar tidak ada masalah yang muncul. Panduan penggunaan bahan bakar dari produsen kendaraan adalah sumber informasi yang berharga untuk memastikan pemilihan yang tepat. Dengan demikian, pemilik kendaraan dapat menjaga kinerja mesin yang optimal, efisiensi bahan bakar yang baik, dan juga mendukung upaya pelestarian lingkungan dengan emisi yang lebih rendah.

Dampak Realisasi Pergantian Pertalite

          Realisasi penggantian Pertalite atau BBM RON 90 menuju Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo diperkirakan akan terjadi pada tahun 2024 mendatang. Hal ini diperkirakan akan berdampak ke dalam beberapa hal:

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menghapus Pertalite ialah untuk mengurangi adanya emisi karbon dengan menggeser penggunaan BBM Euro 4. Hal ini dengan memperhitungkan dampaknya terhadap isu lingkungan yang sedang berkembang. Terdapat beberapa keunggulan dan pertimbangan dalam memilih jenis bahan bakar, seperti Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo. Pertamax Green 92, dengan indeks oktan yang tinggi, menawarkan emisi yang lebih rendah dan efisiensi mesin yang lebih baik. Meskipun harganya lebih tinggi, efisiensi bahan bakar jangka panjang dapat mengimbangi biaya lebih tersebut.

  • Tanggungan Anggaran Negara

Tindakan menggeser BBM Euro 4 menuju Pertamax yang ramah lingkungan pun berpotensi akan meningkatkan tanggungan subsidi dari negara. Maka dari itu, pemerintah pun perlu memperhitungkan sampai mana kemampuan daya beli masyarakat terhadap subsidi yang diberikan. Ditinjau dari jenis kendaraan yang dimiliki masyarakat Indonesia tergolong ke dalam kendaraan bermotor di bawah 150cc dan untuk mobil hanya sampai ke 1500cc yakni pengguna BBM oktan tinggi yang tidak efisien. Sehingga Pertalite saat ini tidak disubsidi, namun dikompensasi.

  • Daya Beli Masyarakat

Peningkatan harga BBM menjadi salah satu efek domino yang mungkin terjadi dengan penggantian bahan bakar Pertalite dengan Pertamax Green 92. Pertamax Green 92 kemungkinan akan dijual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan Pertalite, meskipun sudah diberi subsidi. Hal ini dapat mempengaruhi daya beli masyarakat dan berpotensi mempengaruhi inflasi. Selain itu, penghapusan Pertalite dalam waktu kurang dari setahun ini dapat memaksa konsumen berpindah ke jenis Pertamax, yang dapat mempengaruhi pola konsumsi BBM di masyarakat. Dari sisi produksi, pencampuran Pertalite dan Etanol akan memakan biaya produksi yang lebih tinggi, yang dapat mempengaruhi struktur biaya operasional Pertamina dan berpotensi mempengaruhi harga jual BBM. Di sisi lain, diperlukan perluasan area perkebunan agar dapat memproduksi lebih banyak etanol sebagai campuran BBM, yang dapat mempengaruhi pola penggunaan lahan di Indonesia. Namun, dengan adanya Pertamax Green 92, impor gasoline dapat ditekan, yang berdampak positif pada neraca perdagangan migas.

Pergantian dari bahan bakar Pertalite ke Pertamax Green 92 dapat memiliki beberapa dampak terhadap kondisi inflasi di suatu negara. Ini tergantung pada berbagai faktor, termasuk kebijakan pemerintah, harga minyak mentah global, dan dinamika pasar energi. Beberapa dampak yang mungkin terjadi, salah satunya dari faktor kenaikan harga bahan bakar. Pertamax Green 92 mungkin lebih mahal daripada Pertalite, tergantung pada komposisi harga yang ditetapkan oleh pemerintah atau operator stasiun pengisian bahan bakar. Jika harga Pertamax Green 92 lebih tinggi, ini dapat menyebabkan kenaikan biaya transportasi dan produksi barang dan jasa. Kenaikan ini dapat mendorong inflasi karena harga barang dan jasa umumnya akan naik. Inflasi adalah hasil dari berbagai faktor ekonomi, dan beralihnya jenis bahan bakar adalah salah satu faktor yang dapat memengaruhi inflasi, tetapi itu tidak selalu menjadi faktor dominan dalam perubahan tingkat inflasi.

         Selain menggantikan Pertalite, penting untuk mencari alternatif energi yang lebih berkelanjutan dalam menghadapi isu perubahan iklim dan keterbatasan sumber daya alam. Penghapusan Pertalite dapat memengaruhi pola konsumsi BBM masyarakat, yang kemungkinan akan beralih ke jenis BBM yang lebih ramah lingkungan seperti Pertamax Green. Meskipun ini bisa berdampak pada harga BBM dan produksi yang lebih mahal akibat penggunaan etanol, hal ini juga bisa membantu mengurangi impor gasoline ke negara tetangga. Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong pengembangan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan, seperti biofuel, sambil memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang manfaat peralihan ke sumber energi yang lebih berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

PrimadonaF., & RizaldiI. (2021). Kajian Dampak Penghapusan BBM Pertalite terhadap Profitabilitas PT Pertamina Tahun 2021. El-Mal: Jurnal Kajian Ekonomi & Bisnis Islam, 2(2), 140-147. https://doi.org/10.47467/elmal.v2i2.954

Irsyaad, W. (2022). Sejarah Harga Pertalite, Awal Muncul 2015 Justru Lebih Mahal Dari Sekarang. Otomotifnet.Com.

https://otomotifnet.gridoto.com/read/233454540/sejarah-harga-pertalite-awal-muncul-2015-justru-lebih-mahal-dari-sekarang?page=all. 

HARGA BBM PERTAMINA. (2023). Diakses pada 24 September 2023. https://mypertamina.id/fuels-harga. 

Setiawan, Verda Nano. (2023). Alasan Usulan BBM Pertalite Dihapus & Muncul Pertamax Green. CNBC Indonesia. 

https://www.cnbcindonesia.com/news/20230904163928-4-469030/alasan-usulan-bbm-pertalite-dihapus-muncul-pertamax-green. 

 Sekilas Pertamina. (2020). Diakses pada 25 September 2023.

https://www.pertamina.com/id/siapa-kami.

Laporan Tahunan Pertamina 2022. https://www.pertamina.com///Media/File/Pertamina_Annual%20Report%202022_20230608.pdf 

Harga Pertamax Turbo Terkini. (2022, January 10). Pertamina One Solution. Retrieved September 26, 2023, from https://onesolution.pertamina.com/Insight/Page/Harga_Pertamax_Turbo_Terkini 

Pertamax Green 95. (n.d.). MyPertamina. Retrieved September 26, 2023, from https://mypertamina.id/pertamax-green-95 

PENULIS:

Public Relation (PR) Departement ECOFINSC 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun