Mohon tunggu...
ECOFINSC UNDIP
ECOFINSC UNDIP Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Study Finance FEB UNDIP

ECOFINSC FEB UNDIP adalah organisasi mahasiswa berbentuk kelompok studi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian mengenai permasalahan perekonomian maupun keuangan di lingkup nasional maupun internasional. Lebih lanjut mengenai ECOFINSC dapat di akses melalui https://linktr.ee/Ecofinscfebundip

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pengaruh Kebijakan Pemerintah dalam Pembatasan Ekspor/Impor terhadap Nilai Tukar Rupiah

11 Juli 2023   17:57 Diperbarui: 11 Juli 2023   17:59 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: bps.go.id

          Potensi sumber daya yang berbeda di setiap negara akan membuka peluang pertumbuhan ekonomi dan akses kerjasama internasional. Mengelola input menjadi sebuah output yang bernilai dapat dilakukan melalui ekspor dan impor. Dalam suatu negara, kegiatan ekspor dan impor mempunyai peranan yang sangat penting dan tentunya erat kaitannya dengan kegiatan ekonomi. Kegiatan internasional memiliki keterkaitan hubungan dengan nilai tukar masing - masing negara. Dalam hal tersebut setiap yang menjadi pelaku ekspor dan impor tentunya harus menyesuaikan mata uang asal negara mereka dengan mata uang negara asing yang telah sah dijadikan alat pembayaran internasional. Hal itu lah yang menimbulkan perbandingan nilai antara satu mata uang dari suatu negara dengan mata uang lain dari negara lain. 

          Pada era globalisasi yang semakin berkembang pesat, perdagangan internasional menjadi salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu negara. Negara-negara memperdagangkan berbagai macam barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan domestik dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam konteks ini, kebijakan pemerintah dalam pembatasan ekspor dan impor memegang peran penting dalam mengatur arus perdagangan internasional. Pengaruh kebijakan pemerintah dalam pembatasan ekspor/impor memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian suatu negara. Kebijakan ini dapat memiliki tujuan dan implikasi yang beragam, seperti melindungi industri dalam negeri, menjaga keseimbangan perdagangan, mengendalikan inflasi, atau merespons isu-isu keamanan nasional.

Implikasi Faktor dan Dampak dari Kebijakan Pembatasan Ekspor/Impor Pemerintah 

          Salah satu alasan pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan ekspor/impor adalah untuk melindungi industri dalam negeri. Dengan membatasi impor barang-barang tertentu, pemerintah berupaya memberikan keunggulan kompetitif bagi produsen dalam negeri sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang. Kebijakan semacam ini juga dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kemandirian ekonomi suatu negara. Namun, kebijakan pembatasan ekspor/impor juga dapat memiliki efek negatif. Misalnya, pembatasan ekspor dapat menyebabkan penurunan pendapatan bagi produsen yang sebelumnya mengandalkan pasar ekspor. Selain itu, pembatasan impor dapat menghambat akses terhadap barang dan jasa yang tidak dapat diproduksi secara efisien di dalam negeri, sehingga menyebabkan peningkatan harga dan pengurangan pilihan bagi konsumen. Selain dampak ekonomi, kebijakan pembatasan ekspor/impor juga memiliki implikasi politik dan diplomasi. Beberapa negara menggunakan kebijakan ini sebagai alat dalam mengekspresikan kepentingan nasional mereka atau sebagai respon terhadap kebijakan perdagangan dari negara lain. Hal ini dapat memicu konflik dagang antara negara-negara dan berdampak negatif terhadap hubungan bilateral. Dalam konteks globalisasi dan integrasi ekonomi yang semakin erat, penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan konsekuensi dari kebijakan pembatasan ekspor/impor. Keputusan yang diambil haruslah didasarkan pada analisis yang cermat tentang kebutuhan domestik, daya saing industri dalam negeri, serta dampak yang mungkin terjadi baik secara ekonomi maupun politik.

          Salah satu contoh pembatasan ekspor impor yang terjadi di Indonesia adalah kebijakan larangan ekspor bijih mineral. Pada tahun 2014, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang melarang ekspor bijih mineral mentah, termasuk bijih nikel, bauksit, dan tembaga. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dalam negeri dengan mendorong pengolahan dan pemurnian bijih mineral di dalam negeri sebelum diekspor. Pembatasan ini mengharuskan perusahaan tambang untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian bijih mineral di Indonesia sebelum diizinkan untuk mengekspor. Hal ini bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan nilai tambah produk, dan mengurangi ketergantungan Indonesia pada ekspor bijih mineral mentah. Dampak dari kebijakan ini cukup signifikan. Beberapa produsen mineral besar seperti PT Freeport Indonesia, produsen tembaga dan emas terbesar di Indonesia, terpaksa mengurangi produksi mereka karena pembatasan ekspor bijih mineral. Namun, kebijakan ini juga mendorong pertumbuhan industri pengolahan dan pemurnian mineral dalam negeri, yang pada gilirannya dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Selain itu, pemerintah Indonesia juga menerapkan berbagai kebijakan pembatasan impor untuk melindungi industri dalam negeri. Misalnya, pemerintah menerapkan tarif dan kuota impor tertentu untuk beberapa produk seperti pakaian jadi, alas kaki, dan otomotif. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong konsumsi produk dalam negeri, melindungi produsen lokal, dan mengurangi defisit perdagangan.

          Dalam kegiatan perdagangan internasional, suatu negara secara legal menjual produknya kepada dunia. Oleh karena itu, penting bagi suatu negara untuk merumuskan kebijakan kegiatan impor dan ekspor untuk lebih mengembangkan perekonomian negara tersebut. Namun, sejak pandemi yang terjadi pada tahun lalu, perekonomian seluruh negara yang terkena dampak mengalami masalah, yaitu menurunnya daya beli masyarakat yang berdampak pada menurunnya kegiatan impor dan ekspor. Perlambatan ekonomi berdampak pada masyarakat yang sulit membeli bahan baku sehingga menyebabkan harga bahan baku melonjak tinggi, sehingga biaya yang harus ditanggung juga meningkat. 

          Ekspor maupun impor merupakan faktor penting dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara yang mana hal tersebut akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, meningkatkan output dunia serta menyajikan akses ke sumber-sumber daya yang langka dan pasar-pasar internasional yang potensial untuk berbagai produk ekspor yang mana tanpa produk-produk tersebut maka negara-negara miskin tidak akan mampu mengembangkan kegiatan dan kehidupan perekonomian nasionalnya. Perubahan nilai tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain juga dapat memberikan efek terhadap perubahan ekspor dan impor. Sistem nilai tukar mengambang yang ditetapkan dalam Undang Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan Undang Undang Nomor 24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. Mengingat perubahan sistem nilai tukar akan berdampak sangat luas, tidak saja terhadap kegiatan di bidang moneter dan sektor keuangan, tetapi juga kegiatan ekonomi riil, baik konsumsi, investasi maupun perdagangan luar negeri. Pergerakan nilai tukar di pasar dipengaruhi oleh faktor fundamental dan non fundamental. Faktor fundamental tercermin dari variabel-variabel ekonomi makro seperti pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, perkembangan ekspor impor dan sebagainya. 

Fluktuasi Laju Ekspor dan Impor Indonesia

         Kebijakan Pembatasan ekspor/impor menjadi salah satu momok perhatian masyarakat terhadap pemerintah, karena kebijakan tersebut memiliki dampak yang luas terhadap perekonomian. Pada awal 2023, kegiatan ekspor dan impor Indonesia masih belum stabil/jelas, ketidakjelasan yang dimaksud ialah peningkatan peningkatan dan penurunan jumlah ekspor/impor yang cukup fluktuatif.

 sumber gambar: bps.go.id
 sumber gambar: bps.go.id

          Pada periode bulan Februari-Maret 2023, ekspor Indonesia mengalami peningkatan 10% dan diikuti dengan peningkatan juga terhadap impor 30%. Dengan mengalami peningkatan terhadap ekspor harusnya dapat menguatkan rupiah terhadap nilai tukar mata uang asing, karena terjadi peningkatan permintaan mata uang asing terhadap rupiah. Namun, di sisi lain (sisi impor) juga mengalami kenaikan yang dimana justru 3x lipat lebih besar. Hal tersebut lah yang membuat nilai rupiah meningkat, karena ketika impor meningkat lebih besar artinya permintaan terhadap mata uang asing terhadap rupiah lebih besar dibandingkan peningkatan permintaan mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Impor yang meningkat pesat pula akan membuat rupiah semakin melemah yang sehingga membuat seakan2 mata uang asing menguat (terdepresiasi), yang semula di harga Rp15.249/$1 menjadi Rp15.488/$1. Hal tersebut juga menggambarkan terjadinya penurunan terhadap neraca perdagangan indonesia, dengan terjadinya penurunan neraca perdagangan dapat memberikan tekanan negatif pada nilai tukar mata uang negara. 

          Pada periode bulan Maret-April 2023, Indonesia mengalami kejadian yang berbeda dengan sebelumnya. Nilai ekspor Indonesia mengalami penurunan 18% dan juga mengalami penurunan impor 25%. Dengan menurunnya ekspor, maka seharusnya akan menurunkan kekuatan nilai mata uang domestik terhadap nilai mata uang asing, karena turunnya kegiatan ekspor menggambarkan terjadinya penurunan permintaan mata uang domestik dari mata uang asing. Namun karena diikuti penurunan terhadap impor dimana penggunaannya juga bisa dikatakan sebanding maka justru membuat keadaan nilai tukar mata uang domestik membaik/meningkat. Ketika terjadi penurunan ekspor maka daya beli importir terhadap barang luar negeri akan berkurang karena semakin lemahnya mata uang domestik terhadap mata uang asing, sehingga mengakibatkan kegiatan impor akan berkurang dan justru menjadi senjata untuk menguatkan kembali nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing (terapresiasi) yang semula di harga Rp15.488/$1 menjadi Rp14.700/$1.

 sumber gambar: bps.go.id
 sumber gambar: bps.go.id
          Pada periode terakhir April-Mei 2023. Indonesia kembali mengalami tren yang sama seperti pada periode Februari-Maret. Kembali mengalami peningkatan terhadap dua kegiatan internasionalnya yaitu ekspor dan impor. Ekspor Indonesia saat itu mengalami peningkatan 12,5% dan diikuti dengan kenaikan impor 38,5%, bila diperhatikan kondisi ini mirip dengan kondisi di bulan Februari-Maret, dimana peningkatan impor 3x lipat lebih besar dibanding peningkatan ekspor. Kondisi ini akan kembali melemahkan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing, karena pada kondisi ini permintaan pertukaran mata uang asing dari mata uang domestik lebih tinggi dibanding permintaan pertukaran mata uang domestik dari mata uang asing. Tidak hanya itu, neraca perdagangan Indonesia juga mengalami penurunan yang cukup dalam, sehingga menyebabkan memberikan tekanan tambahan terhadap penurunan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing (terdepresiasi) yang terakhir berada di angka Rp14.700/$1 menjadi R14.990/$1.

sumber gambar: bps.go.id
sumber gambar: bps.go.id

          Nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing dapat berubah kapanpun dan dimanapun. Banyak faktor yang membuat nilai tukar mata uang domestik menjadi turun  ataupun meningkat, yang dimana salah satunya adalah kegiatan ekspor dan impor. Kegiatan ekspor dan impor memiliki hubungan keterkaitan yang cukup signifikan terhadap perubahan nilai tukar suatu mata uang. Kegiatan internasional tersebut akan menghasilkan suatu neraca perdagangan terhadap masing-masing  negara yang menjadi pelaku dalam kegiatan tersebut. 

          Neraca perdagangan merupakan rekaman alur perdagangan suatu negara dengan negara lain dalam periode tertentu yang memberikan gambaran kondisi suatu negara lewat keuntungan kegiatan ekspor dan impor. Jika neraca perdagangan suatu negara mengalami penurunan itu mengartikan bahwa negara tersebut lebih banyak melakukan impor atau peningkatan impor lebih besar daripada peningkatan ekspor, sehingga membuat penurunan terhadap nilai tukar mata uang domestik (terdepresiasi).  Jika neraca perdagangan suatu negara mengalami peningkatan itu mengartikan bahwa negara tersebut lebih banyak melakukan ekspor dibanding impor atau peningkatan ekspor lebih besar daripada peningkatan impor, sehingga membuat peningkatan terhadap nilai tukar mata uang domestik (terapresiasi).

Langkah Pemerintah Untuk Menstabilkan Nilai Rupiah Melalui International Trade

          Dengan adanya ketidakstabilan nilai rupiah terhadap mata uang asing, Pemerintah Indonesia dapat mengambil beberapa langkah untuk menstabilkan nilai rupiah melalui perdagangan internasional. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

  1. Kebijakan Moneter dan Fiskal: Pemerintah dapat bekerja sama dengan bank sentral untuk menerapkan kebijakan moneter yang tepat guna, seperti menaikkan suku bunga atau mengintervensi pasar valuta asing. Ini dapat membantu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

  2. Kebijakan Perdagangan: Pemerintah dapat melakukan kebijakan perdagangan yang cerdas untuk menjaga keseimbangan perdagangan dan menghindari defisit yang besar. Hal ini dapat dilakukan melalui pengaturan tarif dan kuota impor, serta promosi ekspor barang dan jasa Indonesia.

  3. Diversifikasi Ekspor: Pemerintah dapat mendorong diversifikasi ekspor dengan memperluas pasar ekspor ke negara-negara baru dan mengembangkan produk-produk dengan nilai tambah tinggi. Diversifikasi ekspor dapat mengurangi ketergantungan pada beberapa sektor ekspor tertentu dan meningkatkan stabilitas nilai tukar.

  4. Promosi Investasi Asing: Pemerintah dapat meningkatkan upaya promosi investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) ke Indonesia. Investasi asing dapat membantu memperkuat posisi ekonomi Indonesia dan mendukung nilai tukar rupiah.

  5. Pengelolaan Cadangan Devisa: Pemerintah dapat menggunakan cadangan devisa yang cukup untuk memperkuat nilai tukar rupiah ketika menghadapi tekanan eksternal. Cadangan devisa yang cukup dapat memberikan kepercayaan kepada pasar dan membantu menjaga stabilitas nilai tukar.

  6. Kerja Sama Regional: Pemerintah dapat menjalin kerja sama dengan negara-negara tetangga dan mitra dagang regional untuk memperkuat stabilitas nilai tukar dan mengurangi risiko fluktuasi mata uang. Melalui kerja sama regional, dapat dibangun mekanisme untuk memitigasi dampak perubahan nilai tukar yang signifikan.

Penting untuk dicatat bahwa stabilitas nilai tukar adalah hasil dari berbagai faktor ekonomi dan kebijakan yang kompleks. Oleh karena itu, langkah-langkah di atas perlu diimplementasikan dengan hati-hati dan dalam koordinasi yang baik antara pemerintah, bank sentral, dan lembaga terkait lainnya

REFERENSI

Kementrian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia. (2018, Mei 15). Inilah Langkah Bank Indonesia Stabilkan Nilai Tukar Rupiah. Retrieved from Kementerian Komunikasi dan Informatika (kominfo.go.id)

Kompas. (2021). Kebijakan Perdagangan Internasional Bidang Ekspor dan Impor. Retrieved from Kebijakan Perdagangan Internasional Bidang Ekspor dan Impor (kompas.com)

Ejournal, Unsri. (2018). Pengaruh ekspor, impor, dan inflasi terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia. Retrieved from Pengaruh ekspor, impor, dan inflasi terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia | BR Silitonga | Jurnal Ekonomi Pembangunan (unsri.ac.id)

Penulis:

1. M. Rizki Ramadhan Purba (Accounting '22) Exbor Departement ECOFINSC 2023

2. Syafa Wima Mauritania (Economic '22) Exbor Departement ECOFINSC 2023

3. Salkha Rizka Baadila (Management '21) Exbor Departemenr ECOFINSC 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun