Mohon tunggu...
ECOFINSC UNDIP
ECOFINSC UNDIP Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Study Finance FEB UNDIP

ECOFINSC FEB UNDIP adalah organisasi mahasiswa berbentuk kelompok studi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian mengenai permasalahan perekonomian maupun keuangan di lingkup nasional maupun internasional. Lebih lanjut mengenai ECOFINSC dapat di akses melalui https://linktr.ee/Ecofinscfebundip

Selanjutnya

Tutup

Financial

Ketidakpastian Ekonomi di Era Society 5.0, Bagaimanakah Konstruksinya terhadap Perusahaan Multifinance?

23 Februari 2023   17:41 Diperbarui: 23 Februari 2023   17:46 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. ECOFINSC UNDIP

          Dengan adanya perkembangan sistem perdagangan di Indonesia saat ini sistem  pembelian atau jasa juga berubah dari pembayar secara langsung atau tunai menjadi  transaksi secara kredit atau tidak secara tunai. Tujuan perusahaan melakukan penjualan kredit adalah untuk menghadapi pesaing, meningkatkan penjualan dan meningkatkan laba. Kebutuhan masyarakat yang begitu banyak dan beragam dan harus dipenuhi secara bersamaan, membuat masyarakat lebih memilih pembelian secara kredit.Percepatan penyaluran kredit dapat menjadi stimulus yang cukup efektif dalam menjaga daya beli masyarakat di suatu negara. Industri kredit digital seperti pay later pun terus menunjukkan pertumbuhan signifikan di Indonesia selama pandemi. Merujuk pada riset Perilaku Konsumen E-commerce Indonesia 2022 yang dilakukan Kredivo dan Katadata Insight Center, penggunaan Paylater pada 2022 naik dari 28% menjadi 38% (yoy). Secara frekuensi, 50% konsumen telah menggunakan pay later lebih dari 1 tahun dan 49% konsumen menggunakan pay later setidaknya 1 kali dalam sebulan. Angka tersebut menjadi sinyal positif yang menandakan akses kredit digital dapat berperan menjadi bantalan ekonomi bagi masyarakat saat ini. 

          Beberapa tahun belakangan, sudah lazim kita melihat kolaborasi kredit digital dan perbankan konvensional yang muncul ke publik. Perkembangan paylater sebagai primadona baru di industri keuangan digital Indonesia didorong oleh pertumbuhan E-commerce yang pesat dan penetrasi kartu kredit yang cukup stagnan. Penggunaan paylater di E-commerce dalam setahun terakhir lebih unggul daripada kartu kredit, dengan transaksi Paylater sebesar 38% sementara kartu kredit hanya sebesar 6%. Faktor fleksibilitas pembayaran secara berkala, proses pendaftaran yang cepat dan mudah, dan adanya jaminan pengawasan dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan), menjadi keunggulan paylater yang digandrungi oleh konsumen. Tidak hanya terpusat di kota metropolitan, peningkatan penetrasi paylater pun terlihat di kota-kota tier 2, dengan jumlah transaksi pada 2021 naik dari 31% menjadi 34% dan nilai transaksi naik dari 28% menjadi 30% (yoy).

Kondisi Up and Down Perusahaan Multifinance di Indonesia

          Dalam perjalanannya, sebuah perusahaan pasti mengalami masa kenaikan yang pesat dan penurunan yang drastis. Perusahaan multifinance di Indonesia mengalami kenaikan yang pesat pada tahun 2011-2013. Pada tahun 2011, total aset perusahaan pembiayaan mencapai Rp. 213,5 triliun, naik 36,5% dari tahun sebelumnya. Sementara itu, pada tahun 2012, total aset naik menjadi Rp. 280,4 triliun atau kenaikan sebesar 31,3% dari tahun sebelumnya. Kemudian pada tahun 2013, total aset perusahaan pembiayaan meningkat menjadi Rp. 331,6 triliun atau naik sebesar 18,2% dari tahun sebelumnya.

          Faktor yang menyebabkan kenaikan pesat ini adalah pertumbuhan ekonomi yang stabil, meningkatnya daya beli masyarakat, serta pertumbuhan industri otomotif yang cukup signifikan pada saat itu. Selain itu, permintaan konsumen yang semakin besar terhadap produk-produk elektronik dan gadget turut mendorong kenaikan pesat perusahaan multifinance di Indonesia. Pada saat itu, daya beli masyarakat tergolong stabil dan meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang positif. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan penjualan mobil yang terus meningkat dari tahun ke tahun pada periode tersebut.

          Namun, masifnya inflasi yang menyebar ke segala sektor saat ini adalah sumber masalah utama pada pertumbuhan bisnis. Ancaman lonjakan inflasi pun berpotensi melemahkan daya beli masyarakat, kenaikan suku bunga dan harga-harga makanan atau barang yang masih tinggi menjadi biang keladi dari rendahnya daya beli masyarakat ke depannya. Penting pula bagi industri multifinance untuk mengikuti regulasi dari otoritas seperti OJK agar bisa mengurangi dampak negatif penurunan daya beli masyarakat. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pembiayaan multifinance turun 19,74% menjadi Rp 362,97 triliun pada Februari 2021. Padahal angka penyaluran Februari tahun sebelumnya masih sebesar Rp 452,25 triliun. Sejumlah perusahaan masih optimistis bisnis pembiayaan bisa membaik seiring pemulihan ekonomi. BCA Finance misalnya membidik pembiayaan tahun ini mencapai Rp 30 triliun. Nilai itu naik dibandingkan realisasi tahun sebelumnya sebesar Rp 15,5 triliun. Per Maret 2021, perusahaan mencatatkan pembiayaan Rp 2,35 triliun. Dari realisasi itu, pembiayaan mobil baru masih berkontribusi besar yakni 70% dari total portofolio. Sisanya dari pembiayaan mobil bekas.

          Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menilai permasalahan yang melibatkan perusahaan pembiayaan (multifinance) masih disebabkan ketimpangan antara pembiayaan sektor produktif dan sektor konsumsi. Kebanyakan pelaku perusahaan lebih mengerahkan usaha mereka pada pembiayaan sektor konsumsi. Juli Panglima, S. (2019: 79) menjabarkan beberapa tantangan yang akan dihadapi oleh perusahaan pembiayaan ke depan seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus mendorong dan membuka peluang terkait pembiayaan ke sektor-sektor produktif. Kebiasaan perusahaan multifinance yang selama ini lebih nyaman berada di sektor konsumsi agaknya dirasa kurang cukup. Apabila pelaku perusahaan multifinance menghendaki untuk tidak mengambil perubahan dan inovasi, tentu perusahaan akan menghadapi tantangan seperti mengalami stuck atau bahkan kemunduran. Perusahaan fintech terus melakukan inovasi dengan penawaran yang kompetitif. Perusahaan menggunakan teknologi digital untuk mendukung kinerja perusahaan. Sedangkan, perusahaan multifinance masih perlu merumuskan kembali bagaimana strategi penawaran produk dan layanannya.

          Selain perusahaan fintech, perusahaan perbankan juga menjadi pesaing yang cukup penting, walaupun dari aspek regulasi dan teknik berbeda. Sumber utama pembiayaan ekonomi di Indonesia berasal dari kredit perbankan. Dilihat dari dominasinya, maka perbankan memiliki pengaruh yang sangat besar di dalam pasar keuangan. Kembali lagi, perbankan tidak hanya berperan dalam sektor konsumsi, tetapi juga sektor-sektor lain yang mana menjadi kelemahan bagi perusahaan multifinance. 

          Dalam hal ini, perusahaan multifinance memiliki andil terhadap perekonomian Indonesia. Tidak hanya berkontribusi melalui minat konsumsi masyarakat, namun juga memberikan kontribusi melalui peningkatan lapangan pekerjaan. Hal ini, sebagaimana yang dituturkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahwa pada bulan Juni 2020 lalu, tercatat industri atau perusahaan multifinance memberikan pembiayaan debitur sebesar Rp405,56 triliun yang dinyatakan dalam bentuk klaim keuangan. 

          Kendati demikian, berdasarkan pemaparan mengenai faktor dan tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan multifinance sebelumnya, kita dapat menyimpulkan bahwa salah satu faktor besar yang berpengaruh terhadap perkembangan perusahaan multifinance ialah terletak pada inovasi yang harus dituangkan didalam operasi perusahaan multifinance itu sendiri. Seperti yang kita ketahui, hingga saat ini, perusahaan multifinance secara rata-rata hanya mendedikasikan jasa nya terhadap sektor konsumtif bagi para pelanggan, dibandingkan memberikan pinjaman dananya bagi sektor produktif yang ditujukan untuk bisa menunjang kegiatan operasional mereka serta mendorong pertumbuhan perekonomian. Oleh karena itu, dalam jangka panjang,pada akhirnya, keberhasilan industri multifinance akan didorong oleh perluasan sektor jasa pembiayaan yang ditawarkan. Lebih dari itu, perkembangan perusahaan multifinance tentu juga turut dipengaruhi oleh faktor eksternal, diantaranya yakni pengaruh kestabilan perekonomian di dalam suatu negara serta tingkat konsumsi yang dimiliki oleh masyarakat. 

          Oleh karena itu, guna menjaga keberlangsungan perkembangan perusahaan multifinance ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat untuk menghadapi tantangan inovasi bagi perusahaan multifinance adalah sebagai berikut:

  1. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    6. 6
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Financial Selengkapnya
    Lihat Financial Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun