Pendapatan yang digunakan untuk membayar pajak bisa saja digunakan untuk kebutuhan lainnya (misal: konsumsi pangan, keperluan pendidikan, atau menabung), tetapi kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi karena digunakan untuk membayar pajak. Hal ini sesuai dengan kebijakan yang dilakukan pada masa pandemi Covid-19, di mana target perpajakan diturunkan sebesar 21,38 persen dalam rangka memberikan insentif perpajakan.Â
Insentif tersebut diberikan karena adanya penurunan pendapatan dari wajib pajak (Kementerian Keuangan, 2021). Di sisi lain, pemerintah perlu meningkatkan nilai utang untuk menutupi defisit anggaran. Hal ini tidak terjadi pada masa pandemi saja, melainkan pada periode lainnya. Apabila target penerimaan perpajakan diturunkan, secara otomatis pemasukkan untuk keperluan belanja berkurang dan alternatif yang dilakukan adalah meningkatkan pajak.
Utang luar negeri memiliki dampak terhadap peningkatan PDB dan menurunkan jumlah penduduk miskin, tetapi nilai utang luar negeri di era pemerintahan pasca B.J. Habibie dapat dikatakan kurang baik dibandingkan era sebelumnya dan bahkan nilai utang cenderung menurunkan pendapatan per kapita sebagai tolak ukur kesejahteraan masyarakat (Junaedi, 2018).Â
Hal ini sesuai dengan penelitian Yunus dkk. (2021), bahwa utang dapat menurunkan kesejahteraan dan menghambat tumbuh kembangnya kemandirian ekonomi negara. Hal tersebut terjadi karena utang luar negeri dipengaruhi oleh hubungan secara diplomatis antara negara penerima dengan pemberi utang. Apabila ingin melakukan proyek pembangunan, maka akan timbul ketergantungan secara terus-menerus dalam pengambilan utang. Selain itu, utang dapat menimbulkan adanya intervensi dari luar dalam urusan politik dalam negeri.
Dengan melirik trade off antara utang dan pajak, manakah yang harus didahulukan? Untuk mendahulukan di antara kedua hal, perlu dilihat bagaimana asumsi dalam perekonomian pada tahun yang bersangkutan. Seringkali kita mengetahui bahwa kebijakan akan dikatakan tepat jika diterapkan di waktu yang tepat, hal ini juga berlaku pada trade off antara utang dan pajak. Sebagai contoh, selama masa pandemi Covid-19 ini banyak negara termasuk Indonesia yang memanfaatkan kebijakan utang luar negeri untuk mengatasi defisit anggaran.Â
Apabila dalam perekonomian sedang mengalami ekspansi, maka pemerintah dapat meningkatkan pajak agar jumlah uang yang beredar tidak terlalu banyak. Selain itu, perekonomian yang sedang berkembang merupakan kesempatan bagi pemerintah untuk memperluas dasar pengenaan pajak. Namun, apabila perekonomian mengalami kontraksi, maka langkah yang dapat dilakukan adalah menggunakan utang dalam rangka membangkitkan kembali gairah pelaku ekonomi agar perekonomian bisa berfungsi secara aktif.Â
Tindakan preventif yang harus dilakukan apabila memerlukan utang dalam jumlah yang besar adalah memiliki sikap kehati-hatian. Sebagai contoh, pemerintah tidak hanya berfokus kepada pengeluaran yang bersifat konsumtif saja, tetapi juga memberikan perhatian kepada sektor produktif seperti halnya pelaku usaha. Pada akhirnya, perekonomian tidak hanya berat di salah satu sisi saja, melainkan terdapat kesesuaian antara sisi permintaan dan penawaran.
Referensi :