Mohon tunggu...
ECOFINSC UNDIP
ECOFINSC UNDIP Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Study Finance FEB UNDIP

ECOFINSC FEB UNDIP adalah organisasi mahasiswa berbentuk kelompok studi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian mengenai permasalahan perekonomian maupun keuangan di lingkup nasional maupun internasional. Lebih lanjut mengenai ECOFINSC dapat di akses melalui https://linktr.ee/Ecofinscfebundip

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengupas Pengaruh Eksistensi E-Commerce dalam Masyarakat Modern Indonesia

24 Oktober 2021   17:34 Diperbarui: 24 Oktober 2021   17:41 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jauh sebelum teknologi ditemukan, transaksi konvesional dilakukan dengan mencapai kesepakatan kedua belah pihak lewat pertemuan secara langsung atau tatap muka. Kebutuhan manusia yang semakin beragam dengan keterbatasan penyediaan kebutuhan memunculkan kelangkaan yang juga menjadi salah satu masalah utama ekonomi. Dilansir oleh Real Colegio Complutense Universitas Harvard, IPTEK merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi daerah dengan perannya dalam kegiatan produksi, konsumsi, hingga distribusi. 

Dengan dasar pikir seperti ini pengembangan teknologi gencar dilakukan dalam menudukung kegiatan transkasi jual-beli. Di Indonesia sendiri pentingnya keterlibatan teknologi dalam perekonomian sudah dikumandangkan sejak era B.J. Habibie. Bapak teknologi Indonesia tersebut memperkenalkan filosofi "Bermula di akhir dan berakhir di awal" dalam membentuk BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) pada tahun 1978. 

Dari segi kelembagaan, pendirian BPPT telah menjadi pionir pembangunan dunia IPTEK dan pendorong percepatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dalam ekonomi, kontribusi teknologi dalam pertumbuhan dapat dilihat melalui teori pertumbuhan Solow yang mengasumsikan investasi, tabungan, pertumbuhan penduduk, serta teknologi berpengaruh terhadap tingkat perekonomian dan pertumbuhannya.

Dengan adanya keterlibatan teknologi, saat ini segala jenis transaksi dijalankan secara digital. Coviello dkk. (2001:26) digital marketing adalah penggunaan internet dan penggunaan teknologi interaktif lain untuk membuat dan menghubungkan dialog antara perusahaan dan konsumen yang telah teridentifikasi. Urban (2004) juga menjelaskan bahwa digital marketing merupakan kegiatan pemasaran yang menggunakan internet dan teknologi guna memperluas serta meningkatkan fungsi pemasaran tradisional. 

Melihat perkembangan digital marketing di Indonesia dapat dilihat melalui perjalanan platform kaskus yang dibangun pada tahun 1999. Platform tersebut menjadi pionir aktivitas transaksi jual beli tanpa mempertemukan secara fisik penjual dan pembeli. Masa itu, pembeli dan penjual dengan mudah dapat bernegosiasi perkara barang hingga harga yang disepakati tanpa membutuhkan waktu lama dan tenaga yang banyak. Kemudahan transaksi jual beli yang ditawarkan saat itu membuat pengguna platform semakin meningkat dan mulai mengawali perjalanan e-commerce di Indonesia.

Dalam kurun waktu sepuluh tahun (tahun 2014-2018) perkembangan e-commerce di Indonesia semakin besar bahkan mampu bersaing dengan e-commerce manca negara. Lembaga riset Inggris, Merchant Machine bahkan menobatkan Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan e-commerce tercepat di dunia yaitu sebesar 78 persen di tahun 2018. 

Perkembangan pesat ini tak lain dilatarbelakangi dengan masifnya pengguna internet dan perubahan pola perilaku konsumen di Indonesia. Selain itu, menjamurnya layanan keuangan berbasis teknologi dengan berbagai tambahan fasilitas yang trendi membuat e-commerce semakin menarik bagi masyarakat. Seperti misalnya layanan nabung emas pada aplikasi e-commerce, juga fasilitas serba-serbi pembayaran tagihan dimulai dari tagihan listrik, wifi, hingga tagihan BPJS yang dapat dengan mudah dilakukan dengan satu jenis aplikasi saja.

Perkembangan teknologi yang semakin maju tak jarang menciptakan tren maupun fenomena baru di tengah masyarakat. Salah satunya fenomena psikologi yang saat ini ramai diperbincangkan yaitu FoMO atau Fear of Missing Out, dimana masyarakat secara tidak sadar merasa takut tertinggal akan sesuatu yang sedang banyak dilakukan oleh orang lain. Hal ini merupakan salah satu efek nyata perubahan karakter konsumen modern yang secara tidak sadar memengaruhi pola konsumsi mereka. Fenomena ini juga banyak dimanfaatkan e-commerce sebagai taktik psikologi dalam menarik pengguna agar menggunakan layanan mereka yang saat ini tren.

E-Commerce jelas merupakan keuntungan besar dalam roda perputaran ekonomi di Indonesia. Kemudahan transaksi yang ditawarkan mendorong masyarakat untuk melakukan konsumsi lebih besar dibandingkan biasanya. 

Di sisi lain, eksistensi e-commerce menimbulkan probabilitas terancamnya pelaku usaha dalam negeri. Hal ini terjadi dikarenakan terdapat pelaku usaha yang bekerja sama dengan e-commerce dengan menetapkan strategi predatory pricing. Pedoman Komisi Pengawas Persaingan Usaha (2009), menyatakan Predatory pricing atau paling umum disebut strategi jual rugi adalah suatu strategi penetapan harga oleh pelaku usaha untuk menyingkirkan pesaingnya dari pasar bersangkutan dalam upaya mempertahankan posisinya sebagai monopolis atau dominan. 

Sejumlah produk asing yang dijual di market place bahkan berani menaruh harga sangat murah dan menyebabkan konsumen Indonesia lebih memilih produk luar negeri daripada produk lokal karena dinilai lebih berkualitas dan lebih murah. Predatory pricing berpotensi menimbulkan monopoli baru dan mengganggu kestabilan harga di pasar. 

Dalam jangka pendek, predatory pricing menguntungkan konsumen. Namun, setelah pesaingnya mundur maka perusahaan yang menerapkan predatory pricing biasanya akan mematok harga setinggi-tingginya untuk menutupi kerugian sebelumnya. Jika perusahaan asing berhasil menyingkirkan para pelaku UMKM di Indonesia maka Indonesia akan dibanjiri dengan produk luar negeri dan secara tidak langsung negara asing yang akan mengendalikan harga pasar di Indonesia.

Berbeda dengan sistem predatory pricing, terdapat strategi penetapan harga lainnya yang diesbut loss leaders pricing. Sekilas kedua strategi ini memiliki karakteristik yang sama, perbedaan terbesar terletak pada bagaimana eksekusi kedua strategi ini dilaksanakan.

 Strategi loss leader berfokus pada upaya marketing produk untuk meningkatkan pembelian dengan menaruh harga di bawah harga keseimbangan, sedangkan predatory pricing dilakukan dengan tujuan memperoleh sebesar-besarnya bagian konsumen dalam pasar dan secara tidak langsung menutup kemungkinan perusahaan lain untuk ikut terjun bersaing harga. 

Strategi loss leader pricing ini akan lebih baik menjadi strategi yang digunakan para pelaku e commerce di Indonesia dalam menjaga persaingan yang sehat antar pedagang. Adapun strategi loss leader pricing lewat pendekatan seperti diskon promosi dan penerapan gratis ongkos kirim secara agresif dinilai lebih ramah dan sesuai dengan karakteristik konsumen modern di Indonesia saat ini.

Dari sudut pandang pemerintah, kehadiran E commerce memiliki perannya sendiri. Dalam proses impor barang, e-commerce merupakan solusi terbaru yang lebih mudah dan ramah. Namun, hal ini malah menjadi ancaman besar bagi industri lokal yang patut dilindungi oleh pemerintah. 

Pemerintah harus mempertimbangkan aturan bea impor yang berlaku dan telah ditetapkan pada pasal 2 ayat 1 UU RI nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan yang berbunyi " Barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang Bea Masuk". Selain itu, aturan Permendag nomor 50 tahun 2002 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Dinilai dari sudut pandang masyarakat, E commerce merupakan suatu hal yang paling diminati terutama pada era pandemi seperti sekarang. Banyak masyarakat yang takut dan malas keluar rumah sehingga mereka lebih memilih berbelanja menggunakan media digital. Diskon dan promo yang ada di E commerce semakin membuat masyarakat tergiur untuk terus membeli barang yang menarik perhatian mereka. 

Hal tersebut memicu perilaku impulsive buying. Impulsive buying merupakan perilaku dimana individu membeli barang secara spontan dan tanpa ada rencana, tidak peduli apakah barang tersebut merupakan barang yang penting atau tidak. Dengan hadirnya perilaku impulsive buying mengakibatkan peningkatan terhadap konsumsi namun tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan. Alhasil, masyarakat akan memilih untuk mengurangi tabungan mereka agar dapat membeli barang yang mereka inginkan.

Survey Asosiasi Pengembangan Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2018 menunjukkan di Indonesia jumlah pengguna internet aktif mencapai 171,17 juta atau sebanyak 64,8 persen dari total penduduk. APJII (2018) turut menunjukkan rata-rata penggunaan internet oleh masyarakat Indonesia. Hasilnya terangkum dalam tabel berikut:

dokpri
dokpri

Besarnya penggunaan internet oleh masyarakat menjadi faktor utama keberhasilan e-commerce di Indonesia. Terbukti dari besarnya jumlah perusahaan e-commerce terdaftar pada tahun 2018 yang mencapai angka 500 perusahaan menurut Aulia, ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA). E-commerce juga kian melebarkan sayapnya dengan kehadiran uang digital dan perusahaan fintech lainnya yang mendukung kelancaran transaksi e-commerce sendiri. Menurut iprice.co, pada kuartal empat (Q4) tahun 2020 shopee menempati urutan pertama dengan pengunjung bulanan mencapai 129.320.800, disusul tokopedia dan bukalapak dengan masing-masing pengunjung bulanan sebesar 114.655.600 dan 38.583.100.

Bank Indonesia memproyeksikan transaksi e-commerce tahun 2021 bisa tembus hingga Rp337T dari sebelumnya pada tahun 2020 sebesar Rp266,3T dan 2019 sebesar Rp205,5T (katadata.co.id). Kenaikan transaksi e-commerce juga tentu memicu naiknya nilai transaksi uang elektronik yang saat ini juga mayoritas digunakan sebagai alternatif pembayaran transaksi e-commerce. Terbukti pada kurun waktu Agustus 2019 -- Agustus 2020 fluktuasi transaksi uang elektronik cukup stabil dengan pencapaian tertinggi sebesar Rp17T pada April 2020 dan terendah sebesar Rp13T di bulan Agustus 2019.

Kehadiran e-commerce yang juga diproyeksikan akan terus berlanjut di masa pandemi bahkan hingga setelah pandemi membuat pemerintah secara khusus mengajak segala pihak untuk bersama-sama memanfaatkan teknologi untuk kemajuan ekonomi. UMKM sebagai unit usaha yang mumpuni dan sangat berhubungan dengan e-commerce diminta untuk dapat mengembangkan diri dan bergabung dengan e-commerce.

Disamping bahwa angka kontribusi UMKM di e-commerce yang masih sangat rendah yaitu 9 persen berdasarkan riset deloitte tahun 2016 ditambah kemerosotan pendapatan 63.9 persen UMKM akibat penurunan penjualan lebih dari 30 persen. Anggapan bahwa e-commerce membunuh UMKM tidak dapat sepenuhnya dibenarkan, lebih dari itu pelaku UMKM seharusnya lebih menyadari betapa besar peran teknologi dalam membantu usaha mereka dan ikut terlibat di dalamnya.

Meminimalkan adanya dampak negatif e commerce, seperti predatory pricing berujung praktik monopoli, penipuan online, dan lainnya maka diperlukan suatu langkah efektif guna memaksimalkan potensi yang ada di Indonesia. Dengan begitu, ekonomi Indonesia akan mampu bersaing dengan pasar secara global. Selain itu, pentingnya kerja sama sinergis antara pemerintah, swasta, UMKM dan masyarakat untuk saling bahu membahu dalam mensejahterakan masyarakat lokal.

Dalam menciptakan kondisi yang ideal bagi perkembangan digitalisasi di Indonesia. Salah satunya melalui dibuatnya regulasi perlindungan produk lokal yang lebih tegas. Dengan begitu, UMKM dengan produk lokalnya tidak perlu takut mengenai predatory pricing dan segala ancaman produk asing. Selain itu, dilaksanakannya program padat karya untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan produk yang memiliki nilai tambah.

 Diharapkan dengan adanya program padat karya para UMKM dapat menciptakan produk lokal yang berkualitas, tidak hanya berorientasi pada harga saja. Pemerintah sebaiknya membuat sistem yang mengintregasikan antara pemerintah, swasta, UMKM, dan masyarakat untuk mengoptimalisasikan potensi e-commerce di Indonesia. Dalam pihak swasta selaku penyedia e-commerce, perlu adanya peningkatan dalam hal timbal balik yang baik antara penyedia, pedangan, dan konsumen, agar perilaku pasar lebih tertata dengan baik. 

Pemerintah juga sebaiknya memberikan pembekalan bagi para pelaku usaha agar para pelaku usaha bisa lebih giat dalam menggeluti bisnis di e-commerce ini. Dan juga, pemerintah sebaiknya menurunkan tingkat suku bunga di e commerce agar para konsumen bisa lebih giat dalam berbelanja, dibandingkan menyimpan uang secara besar-besaran di tabungan. Di satu sisi perlunya menanamkan rasa cinta pada produk lokal di kalangan masyarakat agar produk lokal tidak kalah bersaing.

Referensi 

Burhan, Fahmi Ahmad (2020). BI: Transaksi di E-Commerce Rp 70 Triliun, 42% Pakai Uang Elektronik . Diakses pada 27 Maret 2021, dari  sini

Catriana, Elsa (2021). Kemenkop UKM Fokus Kembangkan 6 Program Ini pada 2021. Diakses pada 26 Maret 2021, dari sini

Coviello, N., Milley, R. and Marcolin, B. 2001. Understanding IT-enabled interactivity in contemporary marketing. Journal of Interactive Marketing. 15(4): 18-33

Febriana, Rezmia. 2017. Dampak Kegiatan Jual Rugi (Predatory Pricing) yang Dilakukan Pelaku Usaha dalam Perspektif Persaingan Usaha. Jurnal Selat. 4(2): 10-16

Hoffelder, Nate (2013). Loss Leaders, Predatory Pricing, and Why Amazon Isn't the Defendant Today. Diakses pada 27 Maret 2021, dari https://the-digital-reader.com/2013/07/10/loss-leaders-predatory-pricing-and-why-amazon-isnt-the-defendant-today/

Iprice Insights. (2021). Peta E-commerce di Indonesia. Diakses pada 27 Maret 2021, dari https://iprice.co.id/insights/mapofecommerce/

KPPU. 2009. Pedoman Pelaksanaan Pasal 20 Tentang Jual Rugi (Predatory Pricing) Seri Pedoman Pelaksanaan UndangUndang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Jakarta Pusat: KPPU Republik Indonesia

Putri, Adhis Anggiani (2016). Ini Alasan Bisnis "E-Commerce" Lokal Kalah "Buas" dengan Asing. Diakses pada 26 Maret 2021, dari sini

Subakti, Arif Hidayat. (2021). Predatory Pricing Bikin Jokowi Murka, 'Pembunuh' UMKM RI. Diakses pada 26 Maret 2021, dari sini

Wolff, Hanadian Nurhayati (2020). Internet usage in Indonesia - statistics & facts. Diakses pada 27 Maret 2021, dari sini

Ditulis oleh : Faine Rezkia (Manajemen, 20); Dina Dwi Oktafiana (Akuntansi, 20); Elisa Angelica (IE, 19)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun