untuk Aura
Ia menatap bayi mungil dalam pelukannya
Terbungkus dalam kain wol yang lembutÂ
Anak laki-laki ajaib itu larut dalam kedamaian yang asing
Lelakinya, menatap lekat-lekat ke arah yang sama dengan tatapan matanya
Jeda bahagia yang dingin dan kosong
Dari segala arah, suara-suara para pedagang menyergap pintu Bait Allah
Beberapa menawarkan narwastu
Beberapa lain memaksakan keledainya dibeli dengan harga murah
Tawa pemungut cukai berkelindan di sana-siniÂ
Beradu dengan derap langkah kuda para serdadu
Juga candaan para pelacur
Jeda bahagia yang dingin dan kosong
Jemari kasar lelakinya membopong jiwa yang besar itu
Menjajaki tetangga pualam, tujuh puluh kali tujuh kali
Cinta akan rumah-Mu
Menghanguskan aku
Tidakkah kau tahu
Aku harus berada di rumah Bapakku?
Suara Simeon parau dan berat
Tak pernah berhenti berdengung di telinganyaÂ
dalam aneka tempo, ritme, dan volume
Ya Tuhan, sekarang perkenankalah hamba-Mu berpulang
Dalam damai sejahtera menurut sabda-Mu
Lalu misteri
Diam panjang yang bersonansi dan membelah diri
Aku ini perempuan, Tuhan
Pedang itu, luka itu
Dalam hatinya yang merah
Ia peluk
Bandung, 25 Spetember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H