Dua pasang insan bermandi peluh tersengat teriknya matahari. Se jam, dua jam, tiga jam, yang ditunggu tak kunjung datang. Gadis pipi tembam mulai lelah, pipinya mulai merah tersengat sinar sang surya yang sedang membara.Â
"Aku capek, panas banget. Mau minum".Â
" Hmm, aku beli minum dulu", ucap pria berjaket di sebelahnya. Namanya Ade, pria tinggi yang selalu memakai jaket.Â
"Nih minumnya" Ade menyodorkan sebotol air ke gadis tembam tersebut.
"Yeayy, makasih!"
Minum dan duduk beberapa menit, tapi yang ditunggu belum datang juga.Â
"Kok lama banget si bis nya, nanti kemaleman nih sampai rumah", gadis itu menggerutu karena kesal ber jam-jam menunggu.Â
"Sabar, dede",Â
Dede, begitulah Ade memanggil gadis tembam itu.
Mentari makin turun, sinarnya tak lagi membara, terganti hawa sejuk dan hilir angin ditengah bunyi klakson dan aroma polusi kendaraan.
"Itu bis nya, akhirnya dateng juga", ucap gadis tembam dengan perasaan lega.
"Cepet naik!", ucap Ade sambil menggenggam tangan gadis tembam itu. Ade pernah bilang, dia takut gadis tembam yang dipanggil dede itu hilang di kerumunan kalau tidak digenggam tangannya.
Pukul 16:02, akhirnya mereka sudah di bis. Perjalanan di bis memakan waktu sekitar 2-3 jam, itupun kalau tidak terjebak macet.
Semakin bis berjalan, langit semakin redup menandakan malam yang hampir tiba. Gadis tembam duduk di samping jendela, menikmati semilir angin yang menyapu wajahnya dengan lembut yang memaksa matanya terpejam. Ade menyadari, gadis di sampingnya mulai pergi ke alam mimpi. Ade dengan insiatifnya memindahkan kepala gadis tembam itu ke pundaknya lalu mengelus kepala gadis tembam itu. Hari itu Ade bahagia, ditemani semilir angin dan gadis kesukaannya sepanjang perjalanan. Ade berharap bisa menunggu bis senja bersama gadis tembam kesukaannya itu lagi.