Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan organisasi Islam Transnasional pengusung khilafah Islamiyyah telah berdiri di Indonesia sejak dekade 1980. Berkembangnya HTI sebagai organisasi transnasional mengakibatkan HTI memiliki landasan pondasi ideologi yang sudah mengakar dan mengikat kadernya, HTI membawa narasi yang sifatnya global sehingga ia menyebarkankan doktrinya hampir keseluruh negara di dunia. Agenda global tersebut adalah untuk mendirikan negara islam atau Khalifah Islamiyah yang memicu disintegrasi di berbagai negara. Wacana yang dibawa oleh HTI ini juga memiliki sifat destruktif untuk mengimplementasikan tujuannya tersebut.
Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia pada awal dekade tahun 1980-an. Namun ide-ide Hizbut telah hadir di Indonesia sejak Taqiyudin an-Nabhani mengunjungi Indonesia pada tahun 1972. Sayangnya tidak dapat dijelaskan lebih rinci daerah dan gerakan dakwah mana saja yang sempat dikunjungi oleh Amir pertama HT ini. Sulit sekali menelusuri sejarah perjalanan HTI di era dekade 1970-an, karena mereka sendiri belum ada menulis perihal kapan ide-ide HT masuk ke Indonesia, boleh dikatakan serba misteri. Justru lebih mudah mendapatkan data-data sejarah jamaah tarbiyah (PKS) ketimbang HTI. Aktivitas HTI hanya bisa kita lacak pada tahun 1982. Hizbut Tahrir dibawa ke Indonesia oleh Abdurrahman al Baghdadi, pimpinan Hizbut Tahrir di Australia, yang pindah ke Bogor atas undangan KH Abdullah bin Nuh, kepala Pesantren Al-Ghazali. Seperti halnya Gerakan Tarbiyah, gerakan ini yang disebarkan melalui jaringan “dakwah kampus”
Dalam kerangka pendirian Kembali khilafah sebagai thariqah bagi penegakan syariah islam, HT memiliki beberapa landasan pemikiran yang bersifat filosofis, normatif, dan historis.
1. Landasan filosofis
Dalam kerangka landasan filosofis, HT mendasarkan pemikirannya pada kesempurnaan islam. Artinya, islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaan ini merujuk pada komprehensivitas aturan Islam yang melingkupi semua hal, meliputi teologi, hukum, hati, akal, perilaku, hingga tata sosial-ekonomi-budaya-politik. Keseluruhan cakupan dari aturan Islam inilah yang menyebabkan implikasi diperlukannya suatu negara Islam, sebagai wadah structural bagi penerapan segenap aturan tersebut.
2. Landasan normatif
Landasan normatif adalah landasan keberadaan perintah khilafah di dalam sumber-sumber pengambilan hukum Islam. Sumber ini terdapat di Al-Qur’an, hadis, ijma’ sahabat dan qiyas. Sebagai landasan normatif, HT
kemudian mengutip beberapa ayat yang secara interpretif kemudian ditafisirkan sebagai penjelasan tentang urgensi khilafah menurut Al-Qur’an.
3. Landasan historis
Selain mendasarkan diri pada landasan filosofis dan normatif, HT juga melandaskan argumentasi kekhilafahan pada realitas historis Khilafah Islamiyyah. Dalam hal ini, HT mengklaim bahwa masa Nabi hingga Turki Ottoman merupakan periode khilafah dan berhenti pada tahun 1918 M sebelum penjajah menguasai negeri-negeri muslim.
Pertumbuhan ormas dan seluruh bentuk ativitasnya dalam iklim demokrasi di Indonesia seyogyanya menuntut peran, fungsi, serta tanggung jawab setiap ormas ikut serta mewujudkan nilai luhur Indonesia yang tertuang dalam ideologi Pancasila. Pancasila adalah bentuk final dari cita-cita bangsa Indonesia yang telah dirumuskan oleh founding father bangsa. Dalam pelaksanaanya tidak heran apabila ada ormas yang memicu disintegrasi dimasyarakat dengan membawa narasi yang bertentangan dalam Pancasila. Salah satunya adalah HTI yang membawa narasi ingin mendirikan Negara Islam Indonesia serta menolak ideologi Pancasila. Hizbut Tahrir Indonesia mendeklarasikan secara gamblang bahwa Pancasila merupakan ideologi Kufur. Hal ini sangat bertentangan dengan apa yang tertuang dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sudah ditegaskan bahwa “Asas ormas tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Dengan mengafrkan Pancasila, para penista NKRI ini ingin menjadikan ideologinya sebagai dasar negara selain NKRI. Hal ini tentu berbahaya, karena Pancasila merupakan dasar terbaik bagi masyarakat majemuk demokratik yang memuliakan nilai-nilai ketuhanan. Ancaman HTI ini tidak serta merta hanya ingin mengganti ideologi bangsa. Apabila ditinjau dari segi keamanan para pejuang khilafah menang tidak secara otomatis merupakan teroris. Mereka pada awalnya adalah sayap terdidik dari radikalisme Islam yang mengembangkan perang pemikiran, konsep dan sistem politik yang berbeda dengan Barat. Akan tetapi, konsep ideologisnya tentang negara Islam atau khilafah, menjadi ideologi dasar bagi terorisme. Hal ini terlihat pada Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) yang menjadikan pendirian negara Islam global sebagai cita-cita teroristiknya.
Tidak heran apabila HTI ini dikenal sebagai organisasi yang stand out karena HTI ini ingin menerapkan kembali romantisme di masa lalu dengan menerapkan syariat islam sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. HTI memiliki cara tersendiri dalam menawarkan ideologinya ke masyarakat, HTI seringkali menawarkan Islam sebagai solusi berkehidupan secara kongkret dan sistematis dalam menghapadi segala problematika di masyarakat. HTI gencar menawarkan solusi syariah tersebut yang nantinya akan diimplementasikan dalam pendirian Negara Islam Indonesia. Sudah sangat nyata bahwasanya narasi yang dibawa oleh HTI ini memang bertentangan bagi kerukunan umat beragama di Indonesia, kita tahu bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki karakteristik pluralisme. Di berbagai negara di dunia HTI ini juga dilarang oleh pemerintah setempat dengan menaruh HTI sebagai organisasi yang dilarang tumbuh.
Sejatinya pemerintah juga tidak bisa membubarkan organisasi tanpa adanya dasar hukum yang jelas, hal ini sangat bertentangan dengan kebebasan berpendapat di masyarakat. HTI memang sudah terbukti ingin mengganti ideologi Pancasila dan ingin mendirikan Negara Islam Indonesia. Namun pemerintah harusnya memberlakukan langkah persuasif terlebih dahulu dalam penyelesaian konflik tersebut. Namun apabila langkah persuasif tidak lagi digubris, maka pemerintah dapat melakukan/memberikan sanksi administratif. Menurut pasal 60 Undang-Undang No. 17 tentang Ormas menyatakan bahwa sanksi administratif dapat dilakukan oleh Pemerintah maupun Pemerintah daerah yang sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya dapat menjatuhkan sanksi administratif kepada Ormas yang melanggar ketentuan. Sanksi administratif dapat dilakukan terlebih dahulu dengan peringatan tertulis, penghentian bantuan dan/atau hibah; penghentian sementara kegiatan; dan/atau pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.
Hizbut Tahrir Indonesia ini merupakan organisasi ekstraparlementer yang secara terang-terangan menolak Pancasila sebagai ideologi bangsa. HTI ini berbeda dengan ormas islam lainnya seperti NU dan Muhammadiyah yang masih menerima Pancasila sebagai ideologi bangsa. HTI anti terhadap Pancasila dan memperjuangkan khilafah sebagai alternatif kongkret dalam sistem pemerintahan, sehingga HTI perlu disikapi dengan bijak. Namun HTI ini juga memiliki peran yang signifikan terhadap pencegahan praktik kemungkaran di masyarakat, HTI dapat menjadi suatu kontrol sosial di masyarakat. HTI mengusung cita-cita Amar makruf nahi mungkar. Sayangnya narasi yang dibawa oleh HTI ini tidak dibarengi dengan implementasinya. Masyarakat Indonesia yang majemuk saat ini tidak bisa dipaksakan dalam satu wadah negara Islam yang menerapkan syariah. Dalam perjalanannya HTI ini memang sudah menjadi organisasi yang radikal dengan memaksa mengubah dasar negara. HTI sejatinya masih diperlukan sampai dengan saat ini tetapi dalam berbagai catatan. HTI sudah tidak relevan apabila membawa narasi keagamaan di Indonesia dengan pluralismenya di masyarakat. HTI perlu menerapkan langkah yang lebih strategis dengan cara membawa narasi public reason dalam menyebarkan doktrinnya. Alasan seperti itulah yang menjadi logis apabila diterapkan di masyarakat. Seperti pelarangan minuman keras itu tidak relevan apabila hanya membawa salah satu dasar kitab suci, karena Indonesia memiliki berbagai macam agama. HTI perlu mengkaitkan syariah dengan alasan yang logis dari bahaya minuman keras ini dapat memicu kejahatan di masyarakat. Artinya adanya integrasi syariah dengan alasan logis sehingga dapat diterima di masyarakat. Pemerintah juga dituntut untuk lebih selektif lagi terhadap ormas yang ada di Indonesia saat ini, upaya persuasif perlu dilakukan terlebih dahulu apabila ditemukan organisasi yang bertentangan dengan Pancasila. Represifitas adalah langkah terakhir yang memang sudah sewajarnya diambil oleh pemerintah untuk mencegah adanya polarisasi di masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H