Mohon tunggu...
Ebyn Majid
Ebyn Majid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Manusia yang masih mengembangkan bakatnya dalam bidang menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hizbut Tahrir Indonesia: Eksistensi di tengah Dinamika Masyarakat

10 Desember 2022   14:30 Diperbarui: 11 Desember 2022   21:29 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan mengafrkan Pancasila, para penista NKRI ini ingin menjadikan ideologinya sebagai dasar negara selain NKRI. Hal ini tentu berbahaya, karena Pancasila merupakan dasar terbaik bagi masyarakat majemuk demokratik yang memuliakan nilai-nilai ketuhanan.  Ancaman HTI ini tidak serta merta hanya ingin mengganti ideologi bangsa. Apabila ditinjau dari segi keamanan para pejuang khilafah menang tidak secara otomatis merupakan teroris. Mereka pada awalnya adalah sayap terdidik dari radikalisme Islam yang mengembangkan perang pemikiran, konsep dan sistem politik yang berbeda dengan Barat. Akan tetapi, konsep ideologisnya tentang negara Islam atau khilafah, menjadi ideologi dasar bagi terorisme. Hal ini terlihat pada Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) yang menjadikan pendirian negara Islam global sebagai cita-cita teroristiknya.

Tidak heran apabila HTI ini dikenal sebagai organisasi yang stand out karena HTI ini ingin menerapkan kembali romantisme di masa lalu dengan menerapkan syariat islam sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. HTI memiliki cara tersendiri dalam menawarkan ideologinya ke masyarakat, HTI seringkali menawarkan Islam sebagai solusi berkehidupan secara kongkret dan sistematis dalam menghapadi segala problematika di masyarakat. HTI gencar menawarkan solusi syariah tersebut yang nantinya akan diimplementasikan dalam pendirian Negara Islam Indonesia. Sudah sangat nyata bahwasanya narasi yang dibawa oleh HTI ini memang bertentangan bagi kerukunan umat beragama di Indonesia, kita tahu bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki karakteristik pluralisme. Di berbagai negara di dunia HTI ini juga dilarang oleh pemerintah setempat dengan menaruh HTI sebagai organisasi yang dilarang tumbuh.

Sejatinya pemerintah juga tidak bisa membubarkan organisasi tanpa adanya dasar hukum yang jelas, hal ini sangat bertentangan dengan kebebasan berpendapat di masyarakat. HTI memang sudah terbukti ingin mengganti ideologi Pancasila dan ingin mendirikan Negara Islam Indonesia. Namun pemerintah harusnya memberlakukan langkah persuasif terlebih dahulu dalam penyelesaian konflik tersebut. Namun apabila langkah persuasif tidak lagi digubris, maka pemerintah dapat melakukan/memberikan sanksi administratif. Menurut pasal 60 Undang-Undang No. 17 tentang Ormas menyatakan bahwa sanksi administratif dapat dilakukan oleh Pemerintah maupun Pemerintah daerah yang sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya dapat menjatuhkan sanksi administratif kepada Ormas yang melanggar ketentuan. Sanksi administratif dapat dilakukan terlebih dahulu dengan peringatan tertulis, penghentian bantuan dan/atau hibah; penghentian sementara kegiatan; dan/atau pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.

Hizbut Tahrir Indonesia ini merupakan organisasi ekstraparlementer yang secara terang-terangan menolak Pancasila sebagai ideologi bangsa. HTI ini berbeda dengan ormas islam lainnya seperti NU dan Muhammadiyah yang masih menerima Pancasila sebagai ideologi bangsa. HTI anti terhadap Pancasila dan memperjuangkan khilafah sebagai alternatif kongkret dalam sistem pemerintahan, sehingga HTI perlu disikapi dengan bijak.  Namun HTI ini juga memiliki peran yang signifikan terhadap pencegahan praktik kemungkaran di masyarakat, HTI dapat menjadi suatu kontrol sosial di masyarakat. HTI mengusung cita-cita Amar makruf nahi mungkar. Sayangnya narasi yang dibawa oleh HTI ini tidak dibarengi dengan implementasinya. Masyarakat Indonesia yang majemuk saat ini tidak bisa dipaksakan dalam satu wadah negara Islam yang menerapkan syariah. Dalam perjalanannya HTI ini memang sudah menjadi organisasi yang radikal dengan memaksa mengubah dasar negara. HTI sejatinya masih diperlukan sampai dengan saat ini tetapi dalam berbagai catatan. HTI sudah tidak relevan apabila membawa narasi keagamaan di Indonesia dengan pluralismenya di masyarakat. HTI perlu menerapkan langkah yang lebih strategis dengan cara membawa narasi public reason dalam menyebarkan doktrinnya. Alasan seperti itulah yang menjadi logis apabila diterapkan di masyarakat. Seperti pelarangan minuman keras itu tidak relevan apabila hanya membawa salah satu dasar kitab suci, karena Indonesia memiliki berbagai macam agama. HTI perlu mengkaitkan syariah dengan alasan yang logis dari bahaya minuman keras ini dapat memicu kejahatan di masyarakat. Artinya adanya integrasi syariah dengan alasan logis sehingga dapat diterima di masyarakat. Pemerintah juga dituntut untuk lebih selektif lagi terhadap ormas yang ada di Indonesia saat ini, upaya persuasif perlu dilakukan terlebih dahulu apabila ditemukan organisasi yang bertentangan dengan Pancasila. Represifitas adalah langkah terakhir yang memang sudah sewajarnya diambil oleh pemerintah untuk mencegah adanya polarisasi di masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun