Mohon tunggu...
Ebelianty
Ebelianty Mohon Tunggu... Lainnya - Suka Nulis

Merelaksasi diri dengan jalan kaki

Selanjutnya

Tutup

Film

Review Drama Series "Sex and the City"

21 April 2024   21:51 Diperbarui: 21 April 2024   22:38 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Sex and The City (HBO)

Drama series Sex and The City kisah seorang penulis kolom koran yang menceritakan kehidupan perempuan dalam hal relationship, sex, persahabatan dan karir. Penulis ini memililki tiga sahabat dengan berbagai macam cerita kehidupan, mereka memiliki dan menjalani relationship dengan cara yang berbeda. 

Ada yang ingin benar-benar menemukan seseorang yang dicintainya tanpa ikatan, ada yang ingin segera menikah, ada yang cukup dengan sekedar melakukan sex dan ada juga memiliki beberapa teman kencan. Apakah ada benar dan salah untuk setiap pilihan seseorang dalam menjalani hubungan? Apakah kita bisa menghakimi sesuatu hal begitu cepat, hanya karena pilihan kita tidak sama?

Menariknya si penulis kolom koran ini memiliki pertanyaan yang baru setiap dia menjalani hubungan dengan seseorang atau setelah mendengar cerita relationship dari ketiga sahabatnya. 

Di dalam series ini juga secara gamblang menjelaskan relationship dan sex adalah dua hal yang berbeda. Di dalam relantionship mungkin bisa ada sex, di dalam sex belum tentu terdapat relationship. Perkataan "I Love You" memiliki makna yang cukup dalam dan sakral mungkin klise, saya kira keempat sahabat ini sangat setuju dengan hal itu.

Beberapa orang begitu obsesi dengan pernikahan, memiliki anak dan membina rumah tangga. Okay, mungkin bukan obsesi, tapi mimpi atau keinginan bahkan sebagian banyak orang. 

Menikah merupakan sebuah "achievement" hidup yang harus segera tercapai, tapi tunggu sebentar apakah menikah memiliki garansi bahwa kita akan lebih bahagia? Jika memang demikian, apakah arti dari sebuah relationship sebenernya? Mengapa kita begitu ingin ada surat yang melegalkan sebuah hubungan? Bukankah itu pikiran yang terlalu sempit? Kemudian dimana letak sebuah kepercayaan jika sebuah hubungan memerlukan surat legal?

Setelah selesai melihat semua season pada series ini, banyak sekali hal-hal yang perlu dipertanyakan dalam sebuah relationship. Itu tidak ada di warna hitam atau putih, saya pikir semuanya berada di grey area. Saya tidak setuju dengan bagaimana sistem sosial bekerja saat ini , jika seorang laki-laki menginginkan seorang perempuan dan dia rela tengah malam datang ke rumahnya dengan mengirimkan bunga. 

Mungkin itu akan dianggap romantis, namun sebaliknya bagaimana jika seorang perempuan melakukannya? Apa yang ada dipikiran orang lain? Apakah masih romantis? Atau malah perempuan itu dicibir sebagai perempuan gampangan dan tidak memiliki moral karena tengan malam datang ke rumah laki-laki dan membawa bunga? Lagi-lagi stereotype menjadi masalah, mengapa untuk menjadi seorang perempuan begitu banyak batasan dan penghakiman?

Berbicara mengenai masalah stereotype, belum lama ini saya membaca berita media online yang cukup terkenal. Media tersebut memberitakan seorang influenncer perempuan single parent memilki anak dan kemudian berhubungan dengan laki-laki yang belum pernah menikah. Kemudian di dalam berita tersebut menjelaskan bahwa status janda dengan dua anak tak jadi aral melintang bagi laki-laki tersebut untuk menjalin hubungan. 

Pertanyaannya, apakah menjadi seorang janda adalah masalah besar? Sehingga perlu disebutkan kalimat "tak jadi aral melintang" ? Dan sangat amat menyedihkan jika yang menulis artikel ini adalah seorang perempuan. Lihat, bagaimana kehidupan sosial saat ini bekerja? Bagaimana perempuan yang satu melihat perempuan yang lainnya? Saya berharap perjuangan Kartini untuk membebaskan perempuan tidak menjadi sia-sia, membebaskan pikirkan yang sangat sempit dari dunia yang begitu bebas tanpa penjajahan saat ini.

Kembali lagi ke series ini, saya kira tidak perlu ada aturan bagaimana seseorang menginginkan atau menjalin hubungan dengan orang yang diinginkannya. Cintai sebanyak-banyaknya, jika memang itu diperlukan. Kita mengira hidup masih banyak waktu begitu lama, namun lihat sekarang. Satu hari seperti satu detik berlalu seperti lagu yang dibawakan John Mayer "Stop This Train" jadi tidak ada salahnya kita menikmati dan begitu saja menjalaninya.

Pertemuan dan perpisahan menjadi satu paket hidup yang tidak bisa dipisahkan, begitu juga dengan rasa senang dan sedih. Keduanya ada, sebagai penanda bahwa kita masih hidup, kita masih bisa jatuh dan bangun. 

Dalam kondisi terpuruk sekalipun, kita masih bisa menikmati donat manis yang penuh dengan gula. Banyak orang bilang ada banyak hikmah atau pembelajaran dari sebuah masalah. 

Jika saat ini kita tidak mengerti, makan saja donat yang manis kemudian lalui begitu saja. Saya lupa bagian ini pada episode ke berapa, pada saat si penulis diputus pasangannya melalui selembar post it-note di pagi hari. Itu seperti mimpi buruk, namun tidak ada yang kekal bukan? Jadi mimpi buruk juga bisa berubah mejadi kenyataan yang lebih manis. Menangislah sampai puas dan lanjutkan hidup untuk diri sendiri.

Kita akan bertemu dengan beberapa orang  dalam hidup kita dan menganggap mereka begitu istimewa karena membuat kita merasa bahagia dan orang itu tidak akan lagi menjadi istimewa karena membuat kita tidak bahagia. Namun, tunggu dulu apakah kita harus merasa seperti itu? 

Jika orang tersebut pernah mengisi hari-hari kita dan pernah menghujani kita dengan kebahagiaan? Bukankah harusnya kita lebih banyak berterima kasih dengan alam semesta, karena kita pernah merasa bahagia? 

Apakah kita harus membenci seseorang yang pernah melukai kita? atau mungkin kita sendiri yang merasa dilukai dan menempatkan diri kita sebagai korban? Saya kira semakin banyak kita membenci orang lain, semakin banyak pula kita membenci diri kita sendiri. Apakah seperti itu? Tapi kita punya hak untuk membenci, namun untuk apa kita membenci?

Ketika kita menjalani hubungan dengan seseorang, kita harus banyak berkompromi. Di dalam kompromi ada pengorbanan, kita juga diharuskan bisa mengesampingkan beberapa hal kesenangan kita. Itu akan terjadi begitu saja, pada salah satu kisah sahabat dari penulis kolom koran ini. Dia menyadari bahwa dia sudah berada dalam sebuah relationship yang serius dan harus banyak melakukan perubahan. Namun tidak merubah hidupnya 100%, hanya saja prioritas kehidupanya sudah berubah. 

Apakah ada relationship yang serius dan tidak serius? Jika ada, kemudian apa yang menjadi pembeda keduanya? Apakah pernikahan sebagai tanda keseriusan? Apakah menjalani saja dianggap tidak serius? Saya kira, setiap pertanyaan penulis kolom koran ini menjadi scene paling favorit bagi saya. Saya juga ikut bertanya dan berfikir kembali, kemudian bertanya dan bertanya. 

Karena sebuah pertanyaan yang baru akan membuat saya kembali befikir dan menganalisa pernyataan dan kenyataan yang sudah ada. Selama kita masih memiliki hari dan pagi yang baru, tidak ada salahnya kita bertanya. Mungkin kita tidak akan tahu jawaban yang tepat dan pasti, sebelum kita mengalaminya sendiri.

Berbicara mengenai relationship, tak luput dengan sebuah perpisahan. Kebanyakan dari kita tidak ingin melewati tahap ini atau bahkan perceraian dalam sebuah pernikahan. Tahap ini akan menguras banyak sekali tenaga dan emosi. Apakah perpisahan dan perceraian sesuatu yang buruk? Hal yang perlu dihindari atau malah harus dihadapi? Mengucapkan selamat tinggal mungkin tidak mudah dibandingkan mengucapkan selamat datang.

Saya kira kita perlu belajar untuk mengambil keputusan dalam hidup, kita mungkin sering takut dan ragu dengan keputusan yang kita ambil apakah benar atau salah? Terlepas dari benar atau salah, kita sudah mengambil sebuah langkah baru. Keputusan apapun yang kita ambil, sudah pasti untuk kebahagiaan diri kita dan mungkin membuat diri kita jauh lebih baik. Dan itu yang mungkin disebut juga dengan sebuah keberanian.

Saya juga kemudian bertanya, di mana moment kita dikatakan jatuh cinta atau menyayangi seseorang? Apakah disaat  waktu keduanya sama-sama menginginkan atau pada saat memiliki desire yang sama? Apakah pada saat kita merasa selalu ingin bersama dengan orang yang kita inginkan? Bagaimana jika itu hanya obsesi? Karena perasaan-perasaan seperti itu bisa muncul kepada orang yang berbeda. 

Jika memang demikian, kita bisa jatuh cinta berulang kali? Mungkin ini yang jadi pembeda antara jatuh cinta dan make it a serious relationship. Orang yang sudah menjalin hubungan dalam waktu yang lama apakah akan jatuh cinta setiap hari? Mungkin iya dan mungkin tidak? Relationship yang dijalani dalam jangka waktu yang lama bukankah akan sangat membosankan? namun mengapa begitu banyak orang yang sangat begitu obsesi dengan hubungan monogami? 

Jika pada saat menjalaninya saja masih banyak keraguan dan rasa takut? Kenapa kita harus menjalani jika kita ragu, takut dan bahkan selalu menghindari kata perpisahan? Kita menjadi tidak realistis dan makin buruknya kita harus mengambil keputusan-keputusan yang tidak rasional hanya berdasarkan perasaan.

Relationship akan menjadi lebih sehat, mungkin jika kita tidak mengatakan cinta dan kerinduan setiap hari. Mungkin itu akan jauh lebih bekerja, dengan menggunakan otak yang lebih banyak. 

Entah bagaimana orang menjalaninya, namun semua orang punya caranya sendiri dalam menjalin hubungan. Mungkin tidak masalah jika orang ingin menikah, mungkin tidak masalah jika orang ingin benar-benar menemukan hubungan serius meskipun tanpa ikatan dan saya rasa mungkin tidak ada salah juga dengan sex. Selama kita tidak melukai dan merugikan pihak manapun, meskipun itu tidak mudah.

Semua pertanyaan ini bukan sebuah bentuk keraguan, namun analisa lebih dalam dari setiap hubungan yang sudah dijalani oleh si penulis kolom koran. Dia mungkin ingin memberitahu, hidup bukan perkara membeli rumah dan mobil. Namun juga bagaimana cara membahagiakan diri kita sendiri dengan mengoleksi sepatu atau menemukan seseorang yang benar-benar kita mau. 

Okay, di paragraph ini saya tertawa sendiri. Saya menyadari hidup tidak serealitis itu, kita masih butuh rumah agar tidak kehujanan. Namun apakah sebenernya tujuan hidup kita?

Menonton film, series dan membaca buku menjadi seperti keajaiban bagi saya akhir-akhir ini. Saya selalu masuk ke dalam apa yang saya lihat dan baca. Saya menjadi mudah terhanyut dan mendapatkan banyak perspektif yang baru. Saya ingin membahas drama series Sex and the City secara detail setiap episodenya, namun akan lebih baik jika Anda menontonnya sendiri di Netflix. 

Dapatkan perspektif baru versi Anda mengenai sebuah relationship melalui series ini. Kita akan bertemu berbagai macam bentuk relationship dan mungkin dari situ kita akan lebih menghargainya. Setiap relationship yang kita jalani begitu berarti, yang membuat kita kecewa anggap saja sebagai goresan pisau seperti memotong sayuran untuk dimasak. 

Namun apakah kita akan berhenti memasak hanya karena tangan kita tergores? Bukankah kita akan kelaparan? Saya pikir jangan berhenti, masih ada pembalut luka dan obat yang akan membuatnya pulih. Semakin sering kita melakukannya, semakin kita tahu menu makanan apa yang kita inginkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun