"Nama lengkap saya Nasyabilla Rizqita Hayyu"
Mendengar jawaban perkenalan diri dari salah satu dari lima penari yang sedang duduk bersimpuh di hadapannya membuat mata Gusti Raden Ayu Kamelia Fadila terlihat kaget dan langsung menatap tajam tanpa berkedip pada sosok gadis jelita yang telah mencuri perhatiannya.
Selama beberapa hari, beliau memang mengamati dengan sepenuh hati dan ingin tahu, apakah 5 mahasiswi UGM yang sedang belajar menari tradisional Keraton itu sudah benar-benar menguasai gerakan dan luwes.
Satu penari paling cantik yang bernama Nasyabilla ternyata membuatnya kagum dan menarik hatinya. Gerakan anggota tubuhnya sangat lentur seperti penari profesional Keraton.
Namun, begitu tahu nama lengkapnya dari tanya jawab di Pendopo Keraton tadi siang saat beristirahat, hati G.R.Ay Kamelia Fadila menjadi bercampur aduk menjadi tidak karuan rasanya dan memori lamanya muncul di dalam pikirannya.
Sepekan lalu, Raden Mas Gusti Rhevangga, putra pertama dari kakaknya yang menjadi dosen di Universitas Gadjah Mada telah meminta tolong pada G.R.Ay Kamelia Fadila agar bersedia menjadi pembimbing bagi 5 mahasiswi dari kampusnya untuk belajar dan menguasai Tarian Bedhaya, yaitu tarian tradisional Jawa Tengah yang rencananya akan ditampilkan pada acara Malam Gelar Budaya Keraton dalam waktu dekat.
Suasana Pendopo Keraton pada siang hari yang sepi dan sejuk itu menjadi semakin lengang karena perubahan ekspresi wajah pada Gusti Raden Ayu Kamelia yang tadinya ramah, ceria dan banyak bercerita, tiba-tiba kali ini berubah menjadi pendiam.
Sorotan tajam mata beliau seperti menguliti satu-persatu para penari yang berasal dari Universitas Negeri favorit di Yogyakarta yang sering disebut sebagai Kampus Biru tersebut mulai dari ujung kaki sampai kepala.
"Mohon maaf Gusti Ayu! Apakah kami semua bisa diizinkan untuk meneruskan latihan menari Bedhaya sebelum masuk sesi gladi bersih?"
Suara Nafila Nuraulia, perempuan paruh baya yang bertugas menjadi Abdi Dalem Mataya, yaitu orang yang bertugas melatih atau menampilkan tarian tradisional bagi warga di Istana Keraton tiba-tiba memecahkan kebekuan suasana.
"Untuk siang ini, semua tidak perlu berlatih menari lagi!" Jawab Gusti Raden Ayu Kamelia dengan suara datar.
Semua penari dan abdi dalem Mataya Keraton, termasuk juga Nasyabilla yang masih duduk bersimpuh dengan masih mengenakan pakaian kebaya untuk berlatih menjadi kaget.
Meskipun semua masih menundukkan kepala dan sesekali melirik ke kanan-kiri untuk mencari tahu, namun pikiran dan hati mereka masih sedikit terguncang serta bertanya-tanya pada diri mereka sendiri apa ada hal yang salah hingga Gusti Kanjeng Ayu Kamelia sepertinya mengalami perubahan mood.
"Abdi dalem Nafila!?" Panggil Gusti Ayu Kamelia pada Nafila Nuraulia, selaku abdi dalem Mataya Keraton.
"Inggih Gusti Ayu, wonten dawuh!?" (Iya, Gusti Ayu, apakah ada perintah?!) Jawab abdi dalem Nafila dengan berjalan beringsut ke depan dan merapatkan kedua telapak tangannya di depan dadanya untuk memberikan tanda bahwa dirinya siap mengemban tugas yang dititahkan.
"Ajak semua penari untuk menikmati hidangan di ruang jamuan makan siang! Setelah itu, pergilah ke bagian property pakaian tradisional untuk fitting kostum yang akan dipakai tampil minggu depan!"
Semua penari dan juga abdi dalem Nafila segera beringsut undur diri dengan perasaan gembira karena akhirnya bisa lepas dari suasana hening di Pendopo tengah Keraton yang biasanya dipakai untuk latihan menari tersebut.
Belum juga berjalan beberapa langkah, Gusti Ayu Kamelia kembali berkata," Jika tidak keberatan, nimas Nasyabilla bisakah tetap tinggal di tempat? Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan!"
Semua orang yang hadir langsung melihat Nasyabilla yang masih terlihat bingung dan takut. Mereka semua bertanya-tanya dalam hatinya ada apa dengan Nasyabilla hingga diminta untuk tetap tinggal bersama Gusti Raden Ayu Kamelia. Dalam kebingungannya, sesekali mereka saling melirik pada para penari lainnya yang hadir di situ.
Setelah semua pergi, kali ini Gusti Raden Ayu Kamelia ikut duduk bersimpuh di alas karpet Keraton di dalam Pendopo dan tepat di depan Nasyabilla dengan pandangan mata yang terlihat sedih dan penasaran.
"Nimas Nasyabilla!, coba ceritakan tentang dirimu, kedua orang tuamu, alamatmu, saudaramu dan apa saja tentangmu sampai hal yang sekecil-kecilnya dalam perjalanan hidupmu!" Pinta G.R.Ay Kamelia dengan suara yang pelan seperti setengah berbisik dan lemah lembut.
Meskipun Nasyabilla merasakan ada hal yang aneh pada titah G.R.Ay Kamelia, namun dia sendiri juga tidak kuasa untuk menolaknya. Dia terpaksa menepis banyak pertanyaan yang muncul di dalam pikirannya termasuk mengapa dia harus menceritakan perjalanan hidupnya sejak dari kecil pada beliau.
Tidak terasa, hampir satu jam berlalu Nasyabilla bertutur pelan sambil mengingat-ingat tentang perjalanan hidupnya dari kecilnya yang berpindah-pindah tempat tinggal dan akhirnya menetap di Kota Magetan.
Sesuai cita-citanya, dia memilih dan mampu diterima di Universitas Gadjah Mada sebagai tempatnya berkuliah selepas menamatkan sekolahnya di SMA Negeri 1 Magetan. Semua itu semata karena pesan dari almarhumah ibundanya yang bernama Nurul.
"Apakah nama lengkap ibumu almarhumah Nurul Puspita Rawadanti?  Juga, apakah nama ayahmu Kusworo Adi Pranoto?" potong G.R.Ay Kamelia pada Nasyabilla yang tengah bercerita kehidupannya sejak kecil sampai remaja.
Mendengar hal itu, Nasyabilla yang terlihat kaget secara refleks mendongakkan kepalanya dan menatap balik pada Gusti Raden Ayu Kamelia yang terlihat berlinang air mata dan bibirnya bergetar menahan sedih.
Sesekali beliau menyeka air matanya dengan tisu yang tersedia di kotak tisu di sampingnya.Â
Melihat hal itu, Nasyabilla menjadi bingung dan heran mengapa G.R.Ay Kamelia bisa mengenal nama lengkap almarhumah ibu dan juga ayahnya. Ada hubungan apa sebenarnya?
Meskipun dia ingin menanyakannya pada beliau, semua niat itu hanya bisa ditahan dalam hatinya apalagi melihat G.R Ay Kamelia yang masih tampak shocked menunduk dan terisak tersedu-sedu. Kesempatan itupun dimanfaatkan oleh Nasyabilla untuk mengamati sosok beliau yang berada didepannya secara lebih mendetail.
Postur yang tinggi dengan rambut hitam yang lurus panjang dan berkulit kuning langsat tipikal wanita keturunan ningrat atau bangsawan Jawa, juga wajah oval ditambah dagunya yang lancip serta bentuk senyum cantik di bibirnya membuat G R.Ay Kamelia terlihat sangat cantik jelita.
Belum juga kekagumannya terpuaskan, tiba-tiba, Gusti Raden Ayu Kamelia mendekat dan memegang dagunya. Hal itu membuat Nasyabilla menjadi lebih kaget lagi dan hanya mampu menurut.
"Maaf, izinkan ibu untuk memeriksa tubuhmu sebentar!" kata G.R.Ay Kamelia dan tanpa menunggu persetujuan dari Nasyabilla, beliau melihat bahwa ada tahi lalat bulat di pipi kiri Nasyabilla. Setelah itu, beliau juga melihat adanya tahi lalat lain di pundak serta punggung Nasyabilla.
Begitu selesai, G.R.Ay Kamelia segera berdiri dan kali ini tangis beliau pecah serta sudah tidak bisa dibendung lagi oleh beliau.
" Maaf, nimas Nasyabilla!.....Ibu izin sebentar ke belakang!" ucap G.R.Ay Kamelia dengan nada suara yang bergetar sambil berjalan tertatih dengan setengah terhuyung menuju bagian dalam Keraton.
Beberapa abdi dalem perempuan Keraton yang melihat semua itu dari kejauhan segera berlarian untuk memegangi dan menahan tubuh G.R.Ay Kamelia Fadila agar tidak jatuh.
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H