Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menjaga Punahnya Permainan Tradisional Anak di Era Digital Game

3 Mei 2024   20:37 Diperbarui: 4 Mei 2024   19:02 2318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim P-5 , X-2, Siap tampil dalam demo permainan anak. Sumber gambar dokumen pribadi

Mengamati beberapa murid yang sedang memperagakan berbagai jenis permainan tradisional anak yang sekarang hampir tidak pernah dimainkan lagi oleh anak-anak yang tinggal di daerah pedesaan ataupun di perkotaan membuat semua yang menonton menjadi kagum.

Begitu menariknya permainan tradisional yang ditampilkan oleh mereka dalam acara Festival Permainan Tradisional Anak di ajang gelar karya Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang bertemakan Kearifan Lokal membuat para guru yang menonton untuk ikut mencoba permainan itu secara langsung bersama para murid.

Jenis permainan tradisional anak seperti :

  • Andan atau Engklek
  • Lu Lu Cina Buta
  • Ular Naga Panjang
  • Boi Boian
  • Gobak Sodor
  • Bentengan
  • Rangku Alu
  • Dhingklik Oglak Aglik
  • Kucing-Kucingan
  • Jamuran

Permainan Tradisional Anak:  Rangku Alu, kolaborasi guru dan murid. Sumber gambar dokumen pribadi
Permainan Tradisional Anak:  Rangku Alu, kolaborasi guru dan murid. Sumber gambar dokumen pribadi

Sebetulnya masih banyak lagi jenis permainan anak yang tidak bisa disebutkan satu per satu mengingat semua permainan itu berasal dari seluruh pelosok tanah air.

Saya sendiri juga merasa bahwa tidak semua dari permainan yang disebutkan di atas itu pernah saya mainkan di masa kecil, namun bagaimana cara, aturan dan tekniknya, sudah saya kuasai semua.

Guru dan murid beraksi dalam permainan anak. Sumber gambar dokumen pribadi
Guru dan murid beraksi dalam permainan anak. Sumber gambar dokumen pribadi

Gelak tawa dan canda membahana di lapangan indoor SMA Negeri  1 Magetan saat banyak murid yang gagal dalam mencoba permainan yang terlihat sederhana tetapi sesungguhnya lumayan sulit dalam praktiknya.

Sebut saja Gobak Sodor, permainan yang dibawa oleh penjajah Belanda yang berasal dari Eropa yang dalam Bahasa Inggrisnya, Go Back Through The Same Door (pergi dan kembali melewati pintu yang sama).

Permainan tradisional engklek tim P-5. Sumber gambar dokumen pribadi
Permainan tradisional engklek tim P-5. Sumber gambar dokumen pribadi

Beberapa pintu lebar itu akan dijaga oleh satu tim yang terdiri dari beberapa penjaga dan tim lainnya bertugas untuk menerobosnya. 

Bila tertangkap, mereka akan dikenai hukuman, entah menyanyi atau kehilangan poin nilai dan seterusnya sesuai kesepakatan sebelum permainan dilakukan.

Tim P-5, X-1, Siap memperagakan permainan tradisional anak. Sumber gambar dokumen pribadi
Tim P-5, X-1, Siap memperagakan permainan tradisional anak. Sumber gambar dokumen pribadi

Ada juga Rangku Alu, yaitu permainan melewati batang bambu yang dibuka tutup secara berirama dan bergerak teratur. Bila tidak berkonsentrasi dan ada salah satu pemain yang jatuh atau salah melangkah, tim mereka dinyatakan kalah.

Permainan tradisional anak lainnya juga tidak kalah mengasyikkan untuk dicermati mengingat anak-anak di era generasi milenial atau generasi Z tersebut sudah hampir tidak mempunyai waktu dan kesempatan untuk melakukannya di lingkungan tempat tinggal mereka.

Mengapa demikian?

Coba saja dicermati sendiri, pernahkah kita melihat permainan yang disebutkan di atas, saat ini, sering dimainkan oleh anak-anak di lingkungan tempat tinggal kita? Jarang, kan?

Hal ini sungguh menjadikan keprihatinan bersama dan kita tidak perlu menyalahkan siapa pun mengingat perubahan zaman di era globalisasi ini terjadi dengan cepat dan tidak bisa dilarang.

Tim P-5,X-3, Siap tampil permainan tradisional anak. Sumber gambar dokumen pribadi
Tim P-5,X-3, Siap tampil permainan tradisional anak. Sumber gambar dokumen pribadi

Anak-anak generasi sekarang cenderung untuk bersifat individu dalam mencari hiburan atau permainan. 

Tentu saja arahnya pada permainan online game. Bila mereka bermain berkelompok pun, setiap pemain juga rasanya sering bertemu di dunia maya tanpa mengetahui identitas asli dari pemain lainnya bila bersua di dunia nyata.

Dampaknya, terjadi perubahan karakter pada anak-anak di generasi sekarang. Para orang tua sebetulnya juga menyadari akan hal ini, namun apa daya, daripada anak mereka tantrum, solusinya adalah memberikan smartphone dan membiarkan anak asyik bermain agar tidak rewel.

Anak menjadi tidak peduli, acuh, apatis, egois dan memahami lagi masalah interaksi sosial yang nyata dengan teman-teman, keluarga atau orang di sekitarnya dan akhirnya akan menjadi pribadi yang JOMO, yaitu Joy of Missing Out.

Di saat mereka berkumpul bersama, akan terlihat tidak ada interaksi fisik, verbal atau non verbal lagi. Mereka meskipun duduk bersama, tapi di setiap tangannya menggenggam handphone dan waktu mereka tersita perhatiannya hanya pada fitur gaming online. Sungguh fenomena yang menyedihkan, kan!?

Apakah itu JOMO?

Joy of Missing Out, itu adalah istilah untuk memberikan gambaran bagi mereka yang tetap santai dan cuek saja meskipun tertinggal dan kehilangan informasi yang berharga bagi kehidupan dan nasibnya sendiri di masa depan.

Individu yang sering abai dengan tenggat waktu atau informasi berharga seperti kapan harus mendaftar sekolah, syarat apa saja yang dibutuhkan untuk mendaftar perguruan tinggi, pegawai negeri, kapan harus membayar pajak, dan masih banyak lagi hal penting yang diabaikan namun tetap enjoy saja dalam hidupnya padahal akan banyak punya masalah setelahnya di belakang hari.

Tim P-5 , X-2, Siap tampil dalam demo permainan anak. Sumber gambar dokumen pribadi
Tim P-5 , X-2, Siap tampil dalam demo permainan anak. Sumber gambar dokumen pribadi

Apa Manfaat Permainan Tradisional Anak?

Semua pihak yang peduli dengan dunia pendidikan dan penanaman karakter serta budi pekerti sejak dini bagi anak, bukan tanggung jawab pemerintah atau dalam hal ini sekolah, melainkan juga tanggung jawab bersama antara orang tua dan masyarakat.

Pertama, dengan memberikan kesempatan pada anak-anak untuk mencoba dan berkumpul bersama dalam rangka ikut memainkan berbagai jenis permainan anak, akan membuat mereka berinteraksi, berkolaborasi, berpikir kritis, bergembira, dan saling mendukung, menolong dan melindungi teman-teman mereka saat mendapat kesulitan dalam permainan.

Kedua, memberikan manfaat di dalam kehidupan mereka bila sudah terjun secara langsung di dalam masyarakat. Bagaimana mengatasi masalah bersama, mencari solusi dan jalan keluarnya serta tangguh dalam menghadapi masalah kehidupan di masa depan mereka sendiri.

Ketiga, dengan permainan tradisional anak ini, secara tidak langsung, kita semua sudah menjaga dan melestarikan berbagai jenis permainan yang semakin lama semakin tergerus dengan berbagai perubahan permainan dari tradisional ke permainan digital seperti online game.

Keempat, dengan berbagai kegiatan seperti yang didemonstrasikan di dalam kegiatan P-5 di berbagai sekolah di tanah air ini secara tidak langsung membuat suasana belajar mengajar menjadi menyenangkan dan anak-anak suka untuk berada di lingkungan sekolah.

Tim P-5, X-4, Kompak dalam permainan tradisonal anak. Sumber gambar dokumen pribadi
Tim P-5, X-4, Kompak dalam permainan tradisonal anak. Sumber gambar dokumen pribadi

Itulah mengapa bagi kita semua untuk ikut serta menjaga dan melestarikan berbagai jenis permainan tradisional anak dengan memberikan kesempatan pada mereka secara langsung untuk memainkannya agar mereka mempunyai rasa memiliki pada kekayaan kearifan lokal di nusantara ini.

Artikel ditulis untuk Kompasiana.com

Magetan, 3 Mei 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun