Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Namaku Divani

2 Mei 2024   05:50 Diperbarui: 6 Mei 2024   18:53 1813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi 'Namaku Divani'. Sumber gambar bec.natura.com

Setelah menguburkan ketiga jenazah tersebut di pinggir sungai, Panji segera melipat tenda dan mengumpulkan peralatan masak, juga peralatan penambangan serta sisa bahan makanan mentah yang ditinggalkan di situ.

Hal itu wajar dan sudah umum untuk tidak perlu lapor pada pihak berwajib bila ada para penambang liar yang tewas di lokasi yang berada di tengah hutan tersebut. Ada identitas atau tidak, mereka yang meninggal, cukup langsung dikuburkan tanpa diberi kain kafan.

Baca Juga  :  Cerpen : Tulisan di Batu Nisan Chelsa

Akhirnya, gadis remaja yang ternyata cukup cantik itu, demi keselamatannya, diajak oleh keluarga Panji untuk ikut mereka bekerja mencari serpihan butiran batu intan di lokasi pertambangan liar yang telah banyak ditinggalkan oleh para penambang sebelumnya dengan alasan yang tidak diketahui.

"Namaku Divani", Itulah jawaban singkat dari gadis tinggi dan langsing itu saat ditanya oleh Gendhis setelah beberapa hari kemudian. Padahal, hari-hari sebelumnya, Divani, yang ditinggal mati oleh ayah, ibu dan kakaknya laki-laki hampir tidak pernah bicara.

Wajahnya masih selalu menunjukkan ekspresi ketakutan bila mendengar suara monyet hutan, lolongan anjing liar atau bahkan saat suasana sepi di kegelapan malam.

Gendhis, istri Panji yang berkulit sawo matang dengan wajah keibuannya, ternyata sangat menyayangi Divani dan sering tidur mendekapnya agar dia merasa aman dan tenang di dalam tenda.

Fadil, putra Panji yang berhidung mancung, tinggi besar dan tampan itu ternyata jatuh hati pada Divani yang beberapa pekan ini terlihat mulai bisa tertawa. Giginya yang putih dan rapi serta kulitnya yang kuning langsat dengan rambut hitam panjangnya memancarkan kecantikan alami Divani.

"Mas!, Rasanya Divani sudah bisa melupakan traumanya atas kematian seluruh keluarganya. Bagaimana jika dia saya nikahkan dengan anak kita, Fadil?", tanya Gendhis pada Panji, suaminya dengan setengah merayu.

Panji pun tersenyum dan berbisik pelan, "Aku setuju saja dan kayaknya, Divani juga menyukai Fadil. Lihat tuh! , mereka asyik bermain cipratan air sambil tertawa berdua!", jawab Panji dengan perasaan bahagia karena sebetulnya dia sendiri juga ingin menanyakan hal itu pada Gendhis, tapi ternyata kalah cepat.

Baca Juga  :  Cepen : Kecelakaan Mengerikan Terjadi di  depan Gerbang Sekolah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun