Jadi dalam hal ini ada banyak kejanggalan seperti mengapa membawa uang sebanyak itu dan ditinggal di dalam tas, siapa yang mengetahui bahwa dia membawa uang, kenapa tidak dimasukkan saku dan dibawa saat mengikuti upacara bendera dan masih banyak pertanyaan lainnya.
Baca Juga : Menakar Tingkat Kenakalan Murid Sebelum Mengakar Parah
Sekiranya patut dikira dengan azas praduga tak bersalah, pastilah ada yang bermain playing victim dalam kejadian tersebut. Jujur, masih banyak contoh kasus seperti di atas di sekitar kita dan harus selalu diwaspadai.
Apakah playing victim itu suatu penyakit?
Jawaban secara jujurnya adalah IYA. Itu adalah penyakit mental karena pelaku merasa tidak memiliki kendali atas dirinya dan merasa bahagia bila banyak yang melihat ketidakberdayaan dirinya apalagi bila bisa menarik simpati orang lain agar dikasihani.
Mudah untuk mengetahui ciri-cirinya. Biasanya, para pengidap playing victim ini sering menyalahkan orang lain, tidak mau bertanggung jawab, takut disalahkan apabila ada masalah dan sulit bergaul dengan temannya karena dianggap tidak bisa dipercaya.
Playing victim dalam kasus bullying di sekolah
Sudah bukan rahasia lagi apabila ada perselisihan atau perkelahian antar murid di sekolah, semua akan membela diri, memposisikan dirinya dan mengaku sebagai korban agar mendapatkan perlindungan dan bebas dari sanksi hukuman.
Sampai lupa bahwa sebuah akibat itu sebenarnya adalah buah dari sebab. Semua akan saling tunjuk menyalahkan dan tidak mengakui sebagai prima causa (penyebab awal) dari sebuah kejadian buruk.
Tidak peduli dalam kasus ini, guru pun juga (bisa) bermain playing victim bila ada masalah dengan murid atau orangtua murid tanpa mengurai akar penyebab permasalahan tersebut muncul. Semua hanya bermain playing victim dan berperan sebagai korban demi melindungi dirinya sendiri.
Penyebabnya apa sih?!