Bila kasus pencurian itu dilakukan berkali-kali, artinya harus ada shock therapy, yaitu dalam bentuk sanksi hukuman tergantung dari sifat dan tingkat pelanggaran pencuriannya.Â
Hukuman yang terkeras adalah dikeluarkan dari sekolah yang dalam bahasa halusnya 'pindah sekolah' meskipun tidak menyelesaikan masalah tapi memutus mata rantai secara temporer.
Sekolah sebagai institusi pendidikan juga tidak boleh gegabah yang serta merta mengeluarkan anak penderita kleptomania tanpa ada pendampingan, bimbingan dan penanganan untuk menyadarkan perilaku mental buruk mereka yang salah karena telah merugikan banyak pihak.
Baca Juga: Kenali 4 Kepribadian Ini untuk Mengelola Emosi Anak Didik
Saya pribadi berpendapat, selama penderita kleptomania bisa dididik kembali dan diberi pemahaman melalui pendidikan agama dan norma masyarakat, meskipun membuat geram, janganlah langsung dikeluarkan dari sekolah, kecuali sudah berulang kali kasus pelanggarannya.
Guru dan orangtua harus bersinergi terus menerus melakukan pendampingan dan pengawasan serta menyediakan konseling untuk berdialog dengan penderita Kleptomania tersebut dalam memberikan terapi untuk penyembuhan.Â
Uraikan dampak buruknya pada penderita Kleptomania di masa depannya bila tidak mau menyembuhkan dirinya sendiri dari kecanduan mencuri tersebut.
Tugas guru adalah mengajar dan mendidik. Dua hal tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Yang termudah adalah mengajar saja. Murid mau mengerti, mau paham, mau pandai atau tidak ya terserah mereka.
Namun yang terberat adalah mendidik, yaitu bagaimana memberikan pendidikan moral, karakter dan budi pekerti yang baik pada anak didik serta bagaimana bisa mengubah dan mengajar anak didik agar mereka mampu mengajar dan mendidik dirinya sendiri menjadi individu yang lebih baik di masa depan.
Artikel ditulis untuk Kompasiana.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H