Wah, ini sebetulnya hanya kisah fiksi kehidupan di sebuah kerajaan yang melegendaris di dalam drama radio Brahma Kumbara di tahun 1985 sampai dengan 1990 an di tanah air. Bahkan sudah pernah diangkat ke layar perak juga lho! Jika Anda pernah mendengarkannya, artinya usia Anda dijamin sudah tidak muda lagi.
Setiap hari pada jam yang terjadwalkan, semua pecinta drama Saur Sepuh akan menghentikan semua aktivitasnya karena mereka akan duduk di depan radio kesayangan mereka hanya untuk mendengarkan kisah yang dituturkan oleh narrator dengan tambahan dialog serta musik, suara alam dan hewan untuk mendukung cerita agar hidup.
Tidak heran, masyarakat kita sering menyebutnya dengan drama Tutur Tinular (Cerita yang dituturkan dan diteruskan). Para pendengar radio yang setia pada drama tersebut diajak untuk berimajinasi akan gambaran perebutan tampuk kekuasaan untuk menjadi seorang raja dengan intrik asmara, pengkhianatan, dan pembunuhan sesama anggota keluarga di istana kerajaan.
Kisah yang terinspirasi oleh perebutan kekuasaan berdarah dari Ken Arok, yang menyuruh Kebo Ijo untuk membunuh Raja Tunggul Ametung agar dia bisa menikahi Ken Dedes dan menjadi raja pada kisah babat kerajaan di tanah Jawa masih terngiang di ingatan kita semua.
Era Demokrasi
Menjadi seorang 'Raja' di era 'kerajaan' demokrasi ini, tidaklah harus perlu melalui King's Path ala kerajaan Joseon di Korea yang diwariskan atau berani bermimpi menempatkan dirinya sendiri dengan menjadi raja di kerajaan imajinasi Saur Sepuh di masyarakat para pendengar radio kita.
Siapa pun dari rakyat boleh mencalonkan diri untuk menjadi 'raja' dengan telah memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan. Hanya saja, setelah itu, haruslah memenuhi perolehan suara terbanyak pada hari yang ditentukan saat rakyat memilihnya.
Mereka memilih orang yang akan memimpinnya berdasarkan paparan misi, visi, program kerja, karakter, kepribadian dan kompetensi serta banyak faktor lainnya yang mempengaruhi untuk dipilih secara aklamasi.
Ada yang mengatakan bahwa dari hasil survei, kelompok pemilih bimbang yang sering pindah pilihan (Swing Voters) atau kelompok yang sampai sekarang belum menentukan pilihan (Undecided Voter) meskipun sudah mengikuti perjalanan Capres-Cawapres mulai dari pendaftaran, penetapan, penyampaian visi dan misi serta debat terbuka, semakin meningkat jumlahnya pada tahun 2023 ini dibanding pemilu tahun sebelumnya.
Satu hal yang harus diperhatikan dan luput dari perhatian dari para Capres-Cawapres 2024 pada program mereka adalah jumlah  para Swing voters dan Undecided voter itu ada pada gender perempuan. Ingat, pemilih dari gender tersebut hampir 50% dari total 206 juta penduduk Indonesia yang mempunyai hak pilih.
Untuk merebut hati mereka, para capres-cawapres sebaiknya menawarkan dan memaparkan program nyata yang berpihak pada isu kesetaraan gender dan nasib para prempuan di masa depan bila mereka ingin terpilih di Pemilu 2024.Â