Kali ini, saya mengajak Anda semua untuk ikut mengunjungi situs sejarah berupa Benteng peninggalan Belanda yang berada di Kota Ngawi, Provinsi Jawa Timur, sebelah kota Magetan tempat saya berdomisili. Perjalanan menuju lokasi hanya memerlukan 40 menit dengan kendaraan pribadi
Pembangunan sebuah Benteng (Fort) di masa kolonialisme Belanda di banyak negara jajahan khususnya di Indonesia, bukanlah tanpa perhitungan. Itu adalah strategi perang untuk efisiensi mulai dari jumlah pasukan, penghematan dan menekan biaya yang dikeluarkan untuk peperangan, menguasai wilayah dan penumpasan gerakan pemberontakan dalam waktu yang singkat.
Hanya saja, proses pembangunan setiap benteng (Fort) pada daerah yang sudah dikuasai Belanda pada zaman pendudukan di Indonesia, terdapat banyak korban jiwa penduduk atau para tahanan yang dijadikan pekerja paksa untuk membangun benteng-benteng tersebut.
Dari beberapa sumber yang dirangkum, sebenarnya jumlah total benteng secara keseluruhan ada kurang lebih 165 benteng dan itu pun hanya di pulau Jawa.Â
Bisa menjadi tidak terhitung bila ditotal dengan benteng yang dibangun dari Sabang sampai Merauke semenjak kedatangan Belanda pertama kali di Indonesia (1596).
Di masa sekarang, hanya ada 8 benteng yang masih terkenal dan berdiri secara utuh dengan bentuk arsitektur aslinya setelah adanya proses renovasi skala kecil dan menengah dari Pemerintah Republik Indonesia. Bahkan, totalnya bisa lebih dari 10 sampai 15 Benteng bila diurut dari pulau Sumatera (Benteng De Kock) Â sampai dengan Pulau Papua (Benteng Du Bus).
Baca Juga : Dejima : Kenapa Jepang Tidak Pernah Dijajah Belanda?
Salah satunya adalah Benteng Van De Bosch yang masih berdiri kokoh sampai sekarang di Kota Ngawi, Provinsi Jawa Timur, karena telah melalui proses renovasi besar-besarnya dan konon mencapi puluhan milyar Rupiah. Semua itu dilakukan demi menjaga nilai historis perjalanan bangsa Indonesia dan tentu saja sebagi icon pariwisata unggulan.
Masyarakat Kota Ngawi, lebih sering menyebut nama Benteng Van Den Bosh itu dengan nama Benteng Pendem. Hal itu cukup unik karena bila merujuk di banyak buku sejarah, artinya total ada 4 (empat) Â Benteng Pendem di Indonesia.Â
Yaitu Benteng Pendem pertama di Cilacap, Kedua di Ambarawa, Semarang, Ketiga ada di Kota Purworejo dan yang Keempat ada di Kota Ngawi, Provinsi Jawa Timur.
Mengapa bisa ada banyak nama benteng Pendem?
Banyak teori atau penjelasan mengapa banyak benteng Belanda asal usul namanya sering disebut "Pendem" oleh masyarakat Jawa. Pendem adalah kata bahasa Jawa yang berarti terpendam. Â
Bila melihat lokasi sebuah benteng pertahanan Belanda yang dibangun dengan batu bata merah dan luluhan gamping atau semen batu kapur putih, hampir semuanya dikelilingi oleh parit dan tanggul tanah di luar bangunan benteng semata untuk pertahanan jika ada penyerbuan.
Seolah-olah bila dilihat dari kejauhan, tanggul tanah yang kedudukannya lebih tinggi dari tembok benteng membuat bangunan benteng berada di bawah tanah alias terpendam. Oleh karena itu, masyarakat zaman dulu menyebutnya dengan 'Benteng Pendem'.
Teori yang kedua adalah dari ilmu semantics, yaitu asal usul penyebutan sesuatu hal dikarenakan phonetics , yaitu suara diucapkan mirip dengan pengucapan dari artikulasi atau tulisan pada ilmu phonology.Â
Jika ingat, Benteng Van Den Bosch  yang ada di Ngawi, sering diucapkan "Van Den", terpeleset artikulasi pengucapan menjadi Benteng "Pen Dem" (Van Den) dan itu lebih mudah terucap oleh masyarakat zaman dulu yang kebanyakan masih buta huruf.
Tidak heran, dari dua teori penjelasan di atas, akhirnya menjawab mengapa ada (4) empat benteng pendem di pulau Jawa yang padahal keempat bentuk dari benteng tersebut berbeda arsitektur bangunannya.
Sejarah dan Riwayat Benteng Van Den Bosh zaman dulu.
Ditemani seorang pemandu wisata yang ramah namun tidak mau disebutkan namanya dan mengaku pernah tinggal di dalam benteng Pendem lebih dari 25 tahun lamanya.
Beliau menjelaskan bahwa Benteng Van Den Bosch alias benteng Pendem tersebut dibangun pada tahun 1845 dilahan seluas 15 hektar yang lokasi tepatnya ada di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi Kota. Sedangkan bangunan benteng sendiri hampir seluas satu (1) hektar belum termasuk tanggul dan parit pertahanan yang mengitarinya.
Baca Juga : Benteng Kastil Okayama: Kastil Burung Gagak Hitam
Nama Benteng Van Den Bosh itu sendiri diberikan karena benteng itu pertama kali dibangun atas perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda,yaitu Johannes Van Den Bosch. Benteng dengan kekuatan 300 pasukan yang terdiri dari 250 pasukan bersenjata, 6 meriam dan 60 pasukan kavaleri (Berkuda) berusaha untuk menumpas para pejuang dari sisa laskar Pangeran Diponegoro di wilayah timur.
Dibangun di Muara pinggir sungai Bengawan Solo dan anak sungai Madiun yang lebar merupakan jalur urat nadi perekonomian dan perdagangan kapal niaga berukuran besar pada masa itu.
Beliau menambahkan bahwa dipilihnya Kota Ngawi sebagai tempat dibangunnya Benteng Pendem tersebut adalah strategi cerdas Belanda dalam menumpas sisa-sisa para pengikut Pangeran Diponegoro (1825-1830) yang masih setia berjuang dan membuat basis pertahanan di daerah Ngawi.Â
Perjuangan melawan penjajah Belanda yang dipimpin oleh KH. Muhammad Nursalim berlanjut sampai akhirnya beliau tertangkap dan dipenjara di dalam Benteng Van Den Bosch. Konon, karena kebal senjata api, akhirnya beliau dikubur hidup-hidup dan dimakamkan di lapangan tengah utara benteng.
Saya mencoba membandingkan banyak aspek tentang fungsi dan arsitektur bangunan Benteng Van Den Bosh ini dari beberapa dokumen foto lama dan baru yang sudah mendapat izin untuk diunggah dalam penulisan di artikel ini.
Salah satunya adanya fungsi-fungsi dari setiap gedung benteng tersebut seperti pintu gerbang utama dengan jembatan yang bisa naik turun melalui sistem hidrolis air dari parit yang mengelilingi benteng, gudang penyimpanan makanan, gudang senjata atau mesiu, sanitasi jamban yang termasuk modern bila dibanding zamannya, penjara yang kokoh dan banyak lainnya.
Makam Kuno Orang Belanda
Tidak jauh dari lokasi Benteng Van Den Bosch, yang juga masih berada di kelurahan Pelem, ada makam kuno orang Belanda yang bila ditilik tahun meninggalnya, malah ada yang menunjukkan tahun sebelum Benteng Van Den Bosch dibangun.Â
Itu artinya, masyarakat atau keluarga orang Belanda pada masa penjajahan itu sudah bermukim lama di kota Ngawi sejak tahun 1800 an.
Hal itu dibuktikan dengan adanya makam yang namanya sama atau suami istri bahkan satu keluarga dimakamkan di situ.Â
Suwandi, juru kunci makam menjelaskan bahwa memang sesekali ada orang Belanda yang datang dengan tujuan untuk penelitian sejarah atau mendoakan leluhurnya.
Saya sendiri juga melihat sekeliling dan menemukan banyak makam yang sudah rusak karena ulah jahil tangan manusia.Â
Bisa diduga dan dikira bahwa ternyata ada penjarah makam (Tomb Riders) yang mencuri batu berharga yang terbuat dari batu pualam atau marmer sebagai batu nisan (Tombstone) yang menjelaskan nama lengkap, keluarga, dan tahun orang yang meninggal itu.
Seharusnya ada data lengkap mereka yang dimakamkan di situ sehingga memudahkan bila ada penelitian tentang situs sejarah secara lengkap bila data tersebut bisa menambah wawasan yang bagi yang membutuhkan.Â
Khususnya bagi Remco x Kompasiana sebagai bahan atau data perbandingan semua berkas atau dokumen bangunan bersejarah peninggalan masa kolonialisme Belanda di Indonesia
Referensi :
- Fort van den Bosch - Wikipedia
- Tiga Fakta Menarik Terkait Benteng Pendem Ngawi – Dinas PUPR Ngawi (ngawikab.go.id)
- Benteng Pendem (Van Den Bosch) Ngawi - Pemerintah Kabupaten Ngawi (ngawikab.go.id)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H